KKSS Berduka, Mantan Kabulog dan Ketua Umum KKSS Tiga Periode Prof. Beddu Amang Telah Berpulang dalam Usia 85

0
5478

PINISI.co.id- Prof. Dr Beddu Amang, Kepala Bulog 1995-1998 dan Ketua Umum Kerukunan Sulawesi Selatan (KKSS) tiga periode, 1988-1999 – telah wafat dalam usia 85 tahun di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, akibat sakit, Sabtu pukul 17.00 WIB (9/1/2020). Malam ini juga jenazahnya dimakamkan di San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat.

Sebelumnya, Beddu dirawat di ruangan ICU Rumah Sakit Primer Bintaro, Jakarta, 12 Juni, lalu pada 1 Desember 2020 kembali dirawat di ICU RS Pondok Indah Jakarta.

Beddu menyusul istrinya Siti Maesarah yang telah ‘berpulang’lebih dulu pada 2013. Dari Maesarah yang dipersunting pada 1972, Beddu dikaruniai dua putri; Lisa dan Mutia berikut seorang putra bernama Fadhil.

Setahun terakhir, pria berperawakan subur ini didera penyakit sehingga ia kerap cuci darah. Tak heran, dalam berbagai kegiatan di KKSS Beddu jarang tampil di publik.

Pada 27 Februari 2020 lalu, Ketua Umum KKSS Muchlis Patahna, didampingi Wakil Ketua Umum Ariefuddin Pangka dan Sekjen A. Karim serta pengurus lainnya, berkunjung ke kediaman Beddu di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Beddu menjamu makan siang dan ikut shalat Dhuhur berjamaah, dan Beddu sendiri sebagai makmun duduk di kursi.   

Beddu memberi wejangan seraya berbagi pengalaman perihal bagaimana mengelola organisasi paguyuban seperti KKSS yang pernah ia pimpin selama 11 tahun.“Di KKSS kita harus mengakomodir semua etnis, agama dan kelompok. Mengurus KKSS harus ikhlas, tanpa pamrih dan jangan ada kepentingan. Selain itu, pengurus harus bersikap adil serta mau mendengar masukan bawahan,” pesan Beddu, laiknya seorang bapak kepada anaknya.

Tampaknya inilah pertemuan terakhir dengan fungsionaris KKSS yang diseling dengan guyonan. Pria kelahiran Makassar 7 Agustus 1936 ini, menikah lagi dengan Devi, perempuan separuh dari usianya,

Selama tiga periode menakodai KKSS, Beddu menandai era kepemimpinan militer ke sipil di mana tiga Ketua Umum sebelumnya adalah purnawirawan ABRI. Pada kurun itulah terkonsolidasi potensi SDM yang berkiprah pada tingkat nasional, seperti beberapa orang yang menduduki jabatan eselon satu di departemen strategis.

Beddu mampu mengkonsolidasikan potensi sumber pendanaan organisasi dari beberapa pengusaha. Pendirian masjid Al Markaz yang dibidani kelahirannya Jenderal M.Jusuf, dikawal oleh eksponen KKSS, pun pembentukan Yayasan Kemitraan Pembangunan Sulawesi Selatan yang melahirkan Kawasan Elite di Tanjung Bunga Makassar.

Semasa jadi ponggawa KKSS, Beddu bisa mengemong, bersikap welcome kepada semua elemen warga, sementara kepada seniornya, ia sangat menghargai dan menempatkan sebagai ‘manusia’ dalam konsep sipakatau. Kala itu di KKSS banyak kelompok kritis sehingga mendorong Beddu dengan sabar mendengarkan berbagai macam unek-unek yang kerap memerahkan kuping. Beddu tanpak tenang dan ia tidak terjebak untuk meruncingkan perbedaan. Lebih dari itu, ia mampu mengakomodir seliweran pendapat guna mencari titik temunya.

Pejabat Karir yang Pemurah

Beddu adalah pejabat karir di Bulog, dan orang pertama dari Sulawesi Selatan yang menjadi Kepala Badan Urusan Logistik.  Pada era Orde Baru, hanya segelintir pejabat asal Sulsel yang bisa menduduki puncak jabatan di birokrasi. Dalam sejarah Orde Baru pula, untuk pertama kali ada seorang menteri yang salah satu wewenangnya dialihkan kepada pejabat baru, dan Beddu lah orangnya.

Sosoknya dikenal sebagai orang yang punya prinsip dan sportif. Hanya Beddu yang berani mengutarakan pendapatnya kepada Presiden Soeharto. Beddu meminta untuk menutup pabrik milik Tommy Soeharto lantaran perusahaan tersebut merugi terus menerus sehingga disubsidi negara. Saat itu tak satupun menteri yang bisa lancang mengoreksi kekeliruan Presiden.

Alhasil, Presiden setuju dan pabrik minyak Tomy ditutup. IMF lalu mengacungi jempol atas kenekatan Beddu. Tapi Soeharto justru memperpanjang jabatan Beddu hingga dua periode.

Warisan Beddu sebagai Kabulog, — sukses melakukan operasi pasar, dan beras dijual langsung kepada rakyat kecil dengan harga murah. Alhasil keberadaan Bulog mendapat pengakuan internasional dengan mencadangkan beras jutaan ton sekiranya terjadi krisis pangan. Ia juga berhasil membangun gudang perberasan di banyak daerah, dan peningkatan status pegawai Bulog menjadi ASN. Tidak sedikit kader IKAMI terbaik direkrut jadi pegawai di Bulog.

Namun, saat B.J. Habibie berkuasa, Beddu didepak dari Kepala Bulog, Agustus 1998. Konon Beddu dalam untold story; ada sekelompok orang di sekeliling Habibie yang melakukan intrik sehingga ia dicopot. Padahal saat itu Beddu tengah membuka pasar baru dan melelang tender secara transparan.

Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih.  Pada November 2001, Beddu ditahan terkait kasus ruislag Bulog dengan PT Goro Batara Sakti. Opini publik menyudutkan dirinya, tapi ia tetap tegar. Oleh sejumlah koleganya, Beddu dinilai sebagai korban sebuah sistem, dan orang pun mahfum akan keperkasaan Orde Baru yang tumbang sebelumnya. Beddu merupakan pejabat Orde Baru pertama yang dimejahijaukan.

Meski dekat dengan Habibie dan A Ghalib yang saat itu Jaksa Agung, namun Beddu mengaku, dalam politik tidak selalu ada persamaan. “Saya tak bersalah dan korban politik rezim,” ujar Beddu, dalam majalah GAMMA, 11 April 1999.

“Sabar ya Pak Beddu, beginilah kenyatannya,“ kata Ghalib dalam acara buka puasa KKSS di kediaman Ghalib.

Tapi bagi banyak orang, Beddu adalah seorang figur yang toleran, pemurah dan tulus membantu tanpa pretensi. Di luar KKSS, Beddu acap membantu sejumlah lembaga. Ia misalnya menyuntik dana saat Asuransi Tafakul sedang kesulitan keuangan. Demikian pula Harian Republika yang dililit masalah pada 1997-1998. Juga Bank Muamalat. Tak kurang, gedung Balai Mutiara miliknya dijadikan sebagai posko induk dan media center Covid-19 di Makassar. Tak sedikit warga KKSS juga dibantu materi dan dana talangan.  

Aktivis Sejak Muda

Nama asli Beddu adalah Abdur Rahman. Masa kecil Beddu dihabiskan di Makale, Toraja dan Enrekang tetapi namanya berubah saat ia duduk di SMP menjadi Beddu Amang.

Beddu lahir dari keluarga berkecukupan. Ayahnya pedagang tembakau asal Soppeng bernama Sanawi yang bedagang di Makale, sedang ibunya, Siti Saerah dari Enrekang. Namun, belakangan ayah dan ibunya bercerai dan ibunya tinggal di Kalosi bersama Beddu kecil sebagai anak semata wayang. Ayahnya menikah lagi hingga Beddu mempunyai tujuh saudara tiri.

Di Makale, Beddu disekolahkan di pendidikan zending yang menggunakan bahasa Belanda. Tamat SD, Beddu pindah ke Makassar, 1951-1956, lalu hidup bersama ibu dan ayah tirinya, seorang polisi. Di kota Anging Mamiri itu,  Beddu sekolah di SMP PGRI dan lanjut SMA Islam Datumuseng. Di sini, Beddu sudah aktif di Pelajar Islam Indonesia, dan getol mendengar ceramah Abdurahman Shihab, ayah ahli tafsir terkemuka Quraish Shihab.

Meskipun berada di lingkungan Kristen di Toraja,  benih keislaman sudah tertanam sejak kecil. Sesampai di Yogyakarta, Beddu kuliah di UGM, dan aktif berorganisasi di kampus maupun di luarnya. Ia tercatat sebagai Ketua HMI Yogyakarta, pada 1962. Sekian kali Beddu jadi sasaran penculikan Komunis, karena ia memimpin unjuk rasa menggalang kaum muda di Jogya untuk menumpas PKI.

Tempaan budaya Jawa sedikit banyak memengaruhinya menjadi seorang yang berpenbawaan tenang dan kalem, tidak seumumnya orang Bugis Makassar yang bernada tinggi dan kencang selagi berkomunikasi dengan lawan bicaranya.

Beddu meraih sarjana di Fakultas Pertanian (UGM), S2 dan S3 dalam bidang Pembangunan Ekonomi dari di Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam, bersama istri dan tiga anaknya ia hidup selama delapan tahun.

Beddu sempat menjadi anggota MPR-RI, Ketua Umum PP PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia). Selain itu ia pernah menjabat sebagai Presiden ASAE (Asian Society of Agricultural Economist) periode 1996-1999, Ketua Umum Koperasi Pelra, Penasehat ICMI Pusat, dan banyak lagi.

Sejak Juli 1997, Beddu diangkat sebagai Guru Besar Luar Biasa di Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Unhas,

Menulis banyak artikel pada berbagai Jurnal Ilmiah dan Semi-Ilmiah. Pun membuat sejumlah buku yang terkait dengan pangan dan menyampaikan berbagai makalah dalam pertemuan ilmiah di dalam dan luar negari, serta menjadi ketua penyunting untuk buku Ekonomi Kedelai (1996) dan Ekonomi Minyak Goreng (1996) yang diterbitkan oleh IPB Press.

Menurut Muchlis Patahna, Beddu adalah Ketua KKSS yang komplet dan sulit ditandingi dalam mengorganisir sumber daya manusia dan sumber dana.   

Banyak legasi yang ditinggalkan Beddu dan kini yang hidup seyogianya melanjutkan warisan kebajikannya.

[Alif we Onggang]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here