Hadir Menawarkan Kebaruan

0
960
- Advertisement -

Oleh : Amiruddin Wata, Kandidat Ketua Umum PB IKAMI SULSEL

Di sini, seorang anak desa sedang menentukan masa depannya. Berjalan dalam aras terik matahari, berjalan sendiri tanpa dukungan logistik yang memadai. 

Masa depan itu disebut dengan Ikami Sulsel, dengan sejumlah alumnus yang sudah ratusan bahkan ribuan, menempati posisi strategis di pemerintahan dan swasta. 

Tapi apalah upaya, Ikami ini menjadi pertarungan masa depan yang masih semu, pertarungan antara idealis dan materialis. Pertarungan antara tokoh lama dan  milenials yang menaruh harapan begitu besar pada pundaknya. 

Sesekali, muncul cibiran tentang Ikami. Tapi seorang anak desa ini yakin pada Ikami itu. Semangat membuat pembaruan, semangat memajukan Ikami yang begitu besar, dan tentang masa depan putra-putri Sulawesi Selatan yang tersebar di 2 juta jiwa seluruh Indonesia.

- Advertisement -

Apalah daya, anak desa ini sedang bertarung di bawah terik matahari, bermandikan keringat seorang diri. Dia berjalan seperti diatas krikil-krikil dan bara panas yang mengoyakkan kaki, dengan semangat yang menggebu-gebu. 

Dia berjalan dari sebelum matahari terbit hingga matahari terbenam, menanti, menunggu dan menyapa cabang-cabang yang sudah ada di 51 cabang se-Indonesia. Dia terus semangat, menyampaikan gagasan pembaharuan pada setiap tokoh yang ia temui. Tak kurang banyak mencibir, tapi ada juga yang mengapresiasinya.

Restorasi pembaruan terus digaungkan olehnya, dengan nada dan desah yang tertatih-tatih. Dilema antara harapan atau pempupusan. Karena dia yakin Ikami harus berada di tangan orang-orang baik, bukan kepada orang-orang yang rela menjual nama besar ini dengan kepentingan nafsu sesaat. 

Maka, jangan biarkan kami sendiri. Jika untuk membentuk sebuah yayasan sudah tersalurkan dengan ratusan million, kenapa untuk masa depan anak muda Sulawesi Selatan tak diindahkan. Kurang apa kami? Pernah suatu ketika kami dipergunakan sebagai pendobrak kepentingan, tapi ketika untuk menyalurkan aspirasinya sangat minim terdengar. 

Kami, sedang berjalan sendiri. Kami dihimpit dengan logika lama. Bahkan kami dijadikan alat kepentingan tertentu. 

Kami hadir dengan konsep, memotong rantai para kartel politik, dan menawarkan konsep kebaharuan demi masa depan putra-putri Sulawesi Selatan.

Jangan biarkan kami sendiri berjuang membawa sejuta tanggung jawab adat, budaya dan simbol. Temani kami, walaupun sekedar dukungan moril. 

“Lao madeceng, lisu mappadeceng. Ewako!!!,”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here