Prof Irdam Ahmad, M.Stat, Menyoroti Pembenahan Administrasi Kependudukan

0
1826

PINISI.co.id- Masalah data kependudukan masih menjadi problem yang ruwet di negara kita. Walaupun hari-hari biasa berlangsung tenang saja, tapi pada momen tertentu bisa muncul kegaduhan yang menjadikan tensi politik panas. Mungkin masih ingat pada saat jelang pemilu legislatif dan pilpres soal akurasi data pemilih menjadi kontroversi yang panas di antara partai politik dan juga masyarakat yang tidak terdaftar sebagai pemilih.

Di negara kita sejak diterapkannya KTP elektronik masalah data kependudukan dan kepemilikan KTP hingga kini masih belum selesai. Sampai saat ini masih banyak warga yang belum memiliki KTP elektronik.

Sampai beberapa tahun ke depan masalah administrasi kependudukan masih akan terus disempurnakan. Dalam waktu singkat rasanya tidak mungkin masalah KTP dan data kependudukan ini sempurna. Karena banyak hal yang harus dibenahi, antara lain munculnya KTP ganda, keengganan warga mengurus KTP dan Kartu Keluarga, masalah biaya yang harus dikeluarkan, birokrasi kepengurusan KTP, penyalahgunaan KTP, dan banyak keruwetan lainnya. Bahkan, program pembuatan KTP elektronik yang anggarannya mencapai Rp 5 triliun lebih telah memicu perilaku korupsi yang menyebabkan beberapa  pejabat negara masuk bui.

Itulah sebabnya masalah data kependudukan ini perlu diberi perhatian yang luas bukan saja oleh pemerintah, tapi juga masukan dari masyarakat dan para ahli.

Salah seorang yang punya perhatian serius pada masalah administarsi kependudukan ini adalah Prof. Dr. Irdam Ahmad M.Stat. Beliau pakar di bidang statistik dan sudah pasti mumpuni di bidang data-data kependudukan.

Orang Minang kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 6 Juni l956  ini adalah PNS pensiunan Biro Pusat Statistik (BPS) yang saat ini menjadi Guru Besar Universitas Uhamka  dan Guru Besar Universitas Pertahanan. Kepakarannya di bidang ilmu statistik diperoleh setelah menamatkan Bachelor of Statistics di Akademi Ilmu Statistik, Jakarta, tahun l970. Selanjutnya meraih Master of Statistics  dari University of the Philippines, Filipina, tahun l991. Sedangkan gelar doktor diperoleh dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tahun 2011 di bidang pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Sejak tahun 1979 sampai 2005 bekerja di BPS. Kini selain peneliti juga  menjadi dosen di banyak perguruan tinggi swasta untuk mata kuliah Statistika, Matematika, Metodologi Penelitian, Kependudukan, dan Lingkungan Hidup. Selain pernah menjadi anggota Dewan Riset Daerah Provinsi DKI Jakarta, juga menulis karya ilmiah, antara lain buku Statistik Deskriptif, Teori dan Aplikasi terbitan SIA-LAN (2000) dan buku Kajian Implementasi Kebijakan Trilogi Pembangunan di Indonesia, terbitan STEKPI, Jakarta, (2006).

 Suami dari Drg. Yusmaini adalah figur yang sangat peduli dengan pendidikan. Setelah pensiun sebagian besar waktunya dicurahkan untuk mengajar di kampus. Tidak kurang sepuluh kampus di ibukota dicurahkannya untuk memberikan ilmunya kepada mahasiswa. Sebagai orang tua ia juga sukses mendidik anak. Anaknya yang pertama Muhammad Irfan ST.MT lulus dari ITB sebagai sarjana dan master di bidang Teknik Perminyakan dan Teknik Kimia, kini bekerja di PT Chevron Fasipic Indonesia.  Anak kedua Muhammad Harris,B.Ec,CIFP Sarjana Ekonomi Islam dari International Islamic University Malaysia dan Master dari Program Master in Islamic Finance pada International Center for Education in Islamic Finance (INCEIF),Malaysia.          

Permasalahan Administrasi Kependudukan

Menurut Irdam Ahmad, permasalahan administrasi kependudukan di Indonesia mencakup empat hal. Pertama, pengelolaan data kependudukan masih dirasakan tumpang tindih karena diselenggarakan berbagai instansi pemerintah yang tidak terintegrasi satu sama lain. Kedua, sistem pemutakhiran data penduduk tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ketiga, banyak penduduk yang tidak memiliki kartu identitas seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akta Kelahiran dan lainnya. Keempat, banyak penduduk yang tidak melaporkan berbagai peristiwa penting kependudukan yang terjadi di lingkungan keluarga mereka, misalnya kelahiran, kematian, pindah dan datang.

Dalam pandangan Irdam Ahmad, sistem administrasi kependudukan di Indonesia menganut Stelsel Aktif buat masyarakat dan Stelsel Pasif bagi pemerintah. “Ini berarti pemerintah hanya pasif menunggu dan masyarakat yang harus aktif melaporkan berbagai peristiwa penting kependudukan yang terjadi dalam lingkungan keluarga mereka, seperti adanya kelahiran, kematian, pindah dan datang, untuk memperoleh dokumen kependudukan yang dibutuhkan. Kalau masyarakat tidak melapor kepada aparat pemerintah, mereka tidak akan pernah bisa memiliki dokumen kependudukan, seperti Akta Kelahiran, KTP,KK, dan lain-lain,’’ jelas ayah dua anak ini.

Sistem stelsel pasif bagi pemerintah, menurut Irdam, hanya cocok di negara yang sudah maju pendidikannya. Mereka menyadari bahwa hanya dengan memiliki dokomen kependudukan seperti akta kelahiran dan kartu identitas lainnya, maka hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara bisa dijamin dan dilindungi oleh negara.

“Bagi sebagian penduduk Indonesia, terutama yang kurang mampu, kartu identitas seperti KTP, Kartu Keluarga dan lain-lain, bukan sesuatu yang penting dan wajib dimiliki. Tetapi kalau diajak mengurus KTP secara kolektif oleh aparat desa yang mendatangi mereka (stelsel aktif bagi aparat pemerintah) mereka bersedia membuat KTP. Karena mereka tidak mau mengurus sendiri ke kecamatan, yang menghabiskan banyak waktu dan uang. Di samping  itu, mereka juga kurang percaya diri untuk mengurus sendiri,karena takut dipersulit dan mahal. Mereka baru mengurus KTP sendiri kalau ada keperluan yang mendesak, misalnya mau kredit motor untuk ojek, mencari pekerjaan, dan lain-lain’’, ungkap Irdam.

Bagi Irdam Ahmad, solusi yang terbaik dalam rangka memperbaiki sistem administrasi kependudukan adalah kombinasi antara sistem stelsel aktif bagi masyarakat dan stelsel pasif bagi pemerintah. “Untuk daerah perkotaan diberlakukan sistem stelsel aktif bagi masyarakat, tetapi untuk daerah pedesaan, sebaiknya stelsel aktif berlaku bagi pemerintah. Kalau pemerintah tetap menerapkan sistem stelsel aktif bagi masyarakat, dikhawatirkan akan semakin banyak penduduk yang tidak memiliki dokumen kependudukan,’’ terangnya. [Arfendi]        

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here