Investasi Apa Saja yang Ditanam pada Usia Balita? Ini Caranya

0
1835

PINISI.co.id- Yang menarik dalam diskusi ini, karena diselipkan pembacaan syair istimewa  berjudul “Anak”, karya Khalil Gibran, yang dijadikan sebagai rujukan pendidik anak usia dini. Kemudian dilanjutkan pengantar dari penyelenggara diskusi, dr. Zaenal Abidin, yang juga Ketua Departemen Kesehatan BPP KKSS.

Diskusi pekan kedua, Sabtu, 11 Juli 2020, berlangsung sekitar sejam, memilih kelompok usia 3-5 tahun, dengan topik:  “Berinvestasi pada Anak Usia Balita”. Dua narasumber yaitu Dr. Meita Dwi Utami, M.Sc., Sp.A., sebagai dokter spesialis anak anak membahas “Deteksi dini masalah tumbuh kembang balita.”  Sementara Wahyu psikolog M.Psi., membahas “Stimulasi untuk mengoptimalkan perkembangan balita.“, dan dr. Intan Kautsarani memandu acara.

Diskusi lebih fokus kepada masalah gizi dan kesehatan pada anak, sesuai latar kolaborator penyelenggara yaitu Komunitas Literasi Gizi (Koalizi), Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Literasi Sehat Indonesia (LiSan), BPP KKSS, Bakornas LKMI PB. HMI dan, www.sadargizi.com.

Dr. Zaenal mengutip Dr. Nurcholish Madjid (Cak Nur)  yang menukil sabda Rasulullah yang menganjurkan para sahabat untuk menanam pohoh kurma. Menurut Cak Nur, pohon kurma itu adalah tanaman jangka panjang, yang bila kita tanam sekarang, belum tentu kita sendiri dapat menikmati hasilnya. Tapi bila saat ini tidak ada yang menanam pohon kurma maka dipastikan bahwa di masa depan tidak akan ada yang dapat menikmati buah kurma. Jadi “menanam” itu adalah berinvestasi.

Menanam juga berarti memelihara. Hal ini dapat kita simak dari Sabda Rasulullah Saw, “Barangsiapa menanam pepohonan, dan menjaganya dengan sabar, serta merawatnya hingga berbuah, maka segala sesuatu yang menimpa buah-buahnya akan dianggap sedekah bagi Allah.” (HR. Ahmad).

Menurut Zaenal, menanam pohon adalah investasi dan sedekah. Andai saja pohon itu tidak bebuah, pastikan bahwa kita telah melakukan suatu kebaikan. Kita telah berinvestasi sekaligus bersedekah air dan udara segar (oksigen) bagi orang lain. Ini baru investasi menanam pohon.

“Melakukan yang terbaik kepada anak tentu merupakan investasi yang amat luar biasa. Anak yang sehat, takwa, jujur, cerdas adalah investasi terbaik untuk masa depan alam semesta, masa depan umat manusia, masa depan bangsa. dan bahkan investasi untuk kehidupannya setelah hari ini (akhirat).  Karena alasan itu pula sehingga komunitas ini secara khusus membuat serial diskusi tentang anak,” urai Zaenal.

Lewat paparannya dr. Meita Dwi Utami, M.Sc, Sp.A, menjelaskan diagram konsep mengenai proses tumbuh kembang. Komponen mikro, mini, meso, dan makro serta lingkungannya, merupakan hal penting untuk memenuhi kebutuhan dasar anak berupa asuh, asih dan asah.

“Ciri khas tumbuh kembang anak yang pertama adalah tumbuh, yaitu bertambahnya ukuran, jumah sel, jaringan interseluler, bertambah ukuran fisik, struktur tubuh dengan kata lain dapat dihitung kuantitatif. Ciri khas yang kedua ada kembang, yaitu bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, sesuatu yang dinilai secara kualitatif. Kedua hal ini dapat terjadi baik sesuai tahapan jika mendapat stimulasi, deteksi, intervensi dini yang optimal,” ujar Meita.

“Nilai penambahan berat badan, panjang badan dan lingkar kepala, jika terjadi penambahan tapi tidak memadai disebabkan karena nutrisi tidak adekuat, dan jika gagal tumbuh anak akan mengalami dampak jangka panjang,” tambah dosen FKK. Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.

Meita menguraikan, bahwa bayi mengalami gangguan pertumbuhan bila PB/TB beberapa periode <P3 (-2 SD),   kurva BB anak mendatar atau menurun hingga memotong >2 garis persentil dan LK < P3 (berhubungan dengan degenerasi sistem saraf pusat atau gangguan perkembangan kognitif).

Stunting merupakan perawakan pendek yang disebabkan oleh kekurangan gizi jangka panjang atau malnutrisi kronik akibat asupan nutrisi yang tidak optimal (kuantitas dan kualitas makanan yang salah) dan kebutuhan nutrisi yang meningkat akibat kondisi kesehatan suboptimal karena adanya penyakit,” jelasnya.

Meita menganjurkan agar selalu memantau perkembangan setiap kunjungan anak sehat. Skrining perkembangan penting dilakukan seiring tumbuh kembang anak. Skrining ini dilakukan pada usia 9, 18, 24 atau 30 bulan. Alat skrining memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dalam mengenali keterlambatan perkembangan dan masalah perilaku.

“Pemantauan perkembangan usia balita dipengaruhi oleh usia kehamilan, nutrisi, penyakit yang dialami seperti cacingan, stimulasi dan dukungan emosi dari keluarga. Kemudian ada Uji tapis dengan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) dan Uji tapis berupa Denver II atau Bailey Infant Neurodevelopmental Screener/BINS,” jelasnya.

Stunting, menurut Meita tidak ada obatnya, sehingga tindakan terbaik adalah mencegah stunting dengan cara memperbaiki nutrisi ibu, pemberian ASI eksklusif, pemberian MP-ASI (tepat waktu, aman, sesuai tahapan dan berkualitas), penambahan micronutrient (vitamin A, Fe, garam beryodium, fortifikasi makanan) dan pemantauan tumbuh kembang balita dan akses air bersih, fasilitas sanitasi dan lingkungan yang bersih. Pentingnya nutrisi untuk pertumbuhan otak dan organ tubuh sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun.

Dipaparkan bahwa stimulasi perkembangan anak dapat dilakukan dengan memberi contoh setiap hari sambil bermain dengan kasih sayang, memberi pujian/penghargaan dan melakukan Intervensi khusus: pada anak berkebutuhan khusus.

Selanjutnya, melindungi/mencegah infeksi, cedera, kekerasan, eksploitasi, penelantaran pada anak dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan (makanan, minuman, badan, pakaian, air, dan lingkungan), imunisasi (lengkap dan teratur) dan penerapan UU Perlindungan Anak.

Mengajar Anak Mandiri

Sementara Wahyu Aulizalsini, M.Psi, mengatakan, perkembangan anak usia dini sangat penting bagi orang tua dan guru pada umumnya. Karena lingkungan yang paling dekat dengan anak adalah orang tua.

“Bonding emosi harus dibangun oleh orang tua sejak dini, baik ibu atau ayahnya. Perkembangan harus distimulus dan harus berubah. Perkembangan awal menentukan perkembangan selanjutnya. Jika diawal tidak dilakukan maka perkembangan selanjutnya akan bermasalah,” terang dosen Fakultas Psikologi Universitas Bhayangkara Jakarta ini.

Menurut Wahyu, orang tua terkadang membentuk label emosi dan ketakutan pada anak secara tidak langsung. Karena jika anak di ajar dengan celaan maka anak akan belajar mencaci maki.  Stimulasi anak harus diatur oleh orang tua sehingga tidak memunculkan emosi pada anak. Orang tua perlu meminimalisir bahkan menghilangkan perkataan atau ucapan yang dapat mempengaruhi kondisi emosi anak.

“Jangan takut, kok segitu aja gak bisa”. Ini, kata Wahyu, adalah contoh stimulasi yang salah dari orang tua yang dapat memicu emosi anak, sehingga emosi anak berpengaruh dan anak malah lebih takut untuk berbuat dan tidak berani mencoba.

“Penting bagi anak untuk diajari kemandirian sesuai usia, misalnya 18-24 bulan anak sudah harus bisa makan sendiri. Perkembangan anak harus berjalan sesuai usianya. Perkembangan emosi dan perkembangan kognitif harus sama-sama di stimulus, kita tidak bisa hanya memperhatikan perkembangan kognitif anak,” kunci Wahyu. [Lip]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here