Webinar Depkes KKSS: Air Dapat Mengubah Perilaku Masyarakat

0
561

PINISI.co.id- Sebagai negara yang dikaruniai sumber air yang melimpah, Indonesia belum mampu mengelola air dengan baik. Bahkan ketika musim hujan tiba yang tersisa adalah kebanjiran yang merupakan langganan tahunan yang melanda berbagai daerah.  

Iklim di Indonesia  dengan curah hujan tinggi, cukup dan bahkan lebih untuk keperluan. Karena itu belum  terpkirkan desalinasi. Sebab salinasi biayanya 3-4 kali dibanding air tawar sekalipun berlumpur. Air payau biayanya 2-3 kali lebih besar. Mengingat pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia dibebankan kepada rakyat, bisa dibayangkan tingginya hara air produk desalinasi tersebut.

Terkait banjir, perlu advokasi agar daerah muara/hilir yang terdampak diberi kewenangan mengurus sungai, baik mengolah, memberisihkan maupun, maupun membuat waduk/sumur resapan, ataupun menanam pohon.

Hal itu tersimpul dalam Webinar “Air Basis Kemakmuran Suatu Bangsa” yang digelar Departemen Kesehatan BPP KKSS bersama Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (Koalizi), Literasi Sehat Indonesia (LiSan), Bakornas Lembaga Kesehatan (LKMI-HMI), dan www.sadargizi.com, Jum’at (12/3/21)

Insiator Webinar dr. Zainal Abidin yang juga Ketua Departemen Kesehatan KKSS mengatakan, air merupakan salah satu sumber kehidupan mutlak bagi makhluk hidup, terutama umat manusia. Kebutuhan manusia akan air berlaku sepanjang masa dari zaman kuno sampai zaman modern saat ini. “Terungkap bahwa air membuat negeri kuno Sumeria menjadi makmur. Tercatat pula bahwa bencana lingkungan pertama di muka bumi, yang terjadi di Sumeria karena air,” kata Zainal dalam sambutannya. 

Menurut Zainal, air merupakan basis kemakmuran, dan dengan teknologi, air dapat pula dirancang untuk mengubah perilaku masyarakat. Menjadikan masyarakat beradab, menghargai air, dan berperilaku hidup bersih.

Sebagai nara sumber tampil Dr. dr. Muh. Khidri Alwy, M.Ag., dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia- Makassar), Prof. Dr. Anwar Daud, S.K.M., M.Kes., Guru Besar FKM Unhas, dr. Ahmad Kadarsyah, M.Sc., dari Yayasan IKRA Padjadjaran.

Adapun penanggap Dr. dr. Lucky Tjahjono, M.Kes. (PB IDI), Hasanuddin, S.IP. M.AP., dari Literasi Sehat Indonesia/Univ. Bhayangkara Jakarta Raya dan dr. Fachrurrozi Basalamah (Bakornas LKMI-HMI) serta moderator Ns. Sarifudin, M.Sc.

Banjir Jakarta

Menyoal banjir yang selalu merendam Jakarta setiap tahunnya, diskusi ini mengilustrasikan bahwa ada 13 sungai yang mengalir melalui Ibu Kota ditambah dengan 3 kanal banjir. Tapi yang menjadi kewenangan Pemda DKI hanya 4 sungai. Selebihnya kewenangan pemerintah Pusat. Persoalannya seberapa peduli Pusat atas sungai yang melewati DKI.

Akan halnya banjir di daerah-daerah lainnya, disarankan agar memperbanyak kawasan konservasi melalu gerakan-gerakan kecil. Gerakan kecil bila dilakukan oleh banyak komunitas akan menjadi gerakan besar. “LKMI HMI ada dimana-mana karena itu bisa menjadi lokomotif gerakan,” kata Fachrurrozi Basalamah.

Zainal kembali mengingatkan bahwa runtuhnya Sumeria diawali oleh salinasi air, yang menyebabkan terjadinya konsentrasi garam di tanah. Akibat salinasi tersebut, Sumeria gagal panen, kekurangan bebijian, hewan ternak kesulitan rumput, dan seterusnya. Negeri Sumeria berangsur-angsur menjadi lemah.

Digambarkan, masyarakat di Pantai Utara Jawa, seperti Karawang ketika kekurangan air bersih, meski di sekitarnya terdapat air mengalir dengan kapasitas cukup untuk dijadikan sumber air bersih.

Sebelum instalasi air itu dipasang, masyarakat di wilayah ini memiliki kebiasaan yang kurang menghargai sumber air. Saluran air dijadikan tempat buang buang air kotor dan sampah. Sepanjang saluran air tampak terpasang tempat-tempat untuk buang hajat. Setelah pengerjaan pengolahan air rampung, dengan mengambil air baku dari saluran tersebut diatas, ternyata dapat memproduksi air bersih yang cukup banyak dengan kualitas yang baik. Air bersih ini kemudian dipergunakan untuk keperluan water, sanitation and hygiene (WASH), dan sebagiannya disalurkan ke masjid/mushola untuk dipakai bersuci/wudhu.

Selain itu, lewat teknologi, proses pengolahan air tanpa energi listrik, yang berproses dengan sistem mengalir secara grafitasi, memisahkan polutan dan kotoran menjadi air bersih dengan menggunakan tawas yang mudah didapat di seluruh wilayah Indonesia dan menggunakan disinfectan kaporit yang juga mudah didapat di Indonesia. Kapasitas yang dapat dibuat menggunakan mekanisme proses microhydraulic ini, mulai dari yang kecil sampai kapasitas ribuan liter perdetik. Listrik untuk pompa kecil hanya diperlukan untuk mengalirkan air dari sungai ke pengolahan. (Akmal)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here