Politik Sayang Anak 2024 dan Fenomena Dinasti Politik

0
796
- Advertisement -

Dari fenomena politik ini bisalah dikatakan bahwa seorang ayah atau ibu
punya keinginan anak-anaknya untuk tampil dalam panggung politik
nasional.

Kolom Muchlis Patahna

Pilpres 2024 yang akan berlangung sekitar 6 bulan lagi terus menjadi
perbincangan panas di publik dan partai politik. Apalagi kalau bukan terkait figur-figur calon presiden dan wakil presiden.

Dari tiga pasang calon yang diperkirakan bakal muncul, baru satu koalisi
yang sudah punya pasangan komplet, yaitu Koalisi Perubahan untuk
Persatuan (KPP). Koalisi ini terdiri dari Partai Nasdem, PKS dan PKB.
Partai Demokrat yang tadinya ikut bergabung kini menarik diri dan keluar
dari KPP. Kandidat KPP adalah Anies Baswedan sebagai capres dan
Muhaimin Iskandar alias Cak Imin Ketua Umum PKB sebagai wacapres.

- Advertisement -

Dua koalisi lain yang juga telah punya calon presiden, tapi masih mencari
pasangannya sebagai calon wakil presiden adalah Koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari dari Partai Gerindra, Golkar, PAN dan PBB. Calon presidennya adalah Prabowo Subianto Ketua Umum Partai Gerindra.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang memiliki 128 kursi di DPR dan bisa mengajukan calon presiden sendiri tanpa berkoalisi menampilkan jagonya Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah. Bersama PDIP ikut bergabung Partai PPP, Perindo dan Partai Hanura. PDIP dan
partai pendukungnya yang tidak mau disebut koalisi, sekarang juga masih
sibuk mencari pendamping Ganjar Pranowo.

Koalisi Indonesia Maju dan PDIP inilah yang saat ini menjadi spekulasi
dan publik menerka-nerka siapa jodoh calon wakil presidennya yang akan
disandingkan.

Suatu hal yang menarik dalam Pilpres 2024 ini adalah munculnya fenomena “putra mahkota” di mana para petinggi partai dan pejabat, anak-anak mereka masuk dalam bursa wakil presiden.

Partai Demokrat yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menjabat
ketua umum, disebut-sebut sebagai calon wakil presiden. Meski AHY telah tergusur dari KPP, namun namanya masih terjaring di PDIP sebagai salah satu nominasi pendamping Ganjar Pranowo.

Nama lain yang juga putra presiden dan putri petinggi partai yang masuk
dalam bursa cawapres adalah Puan Maharani. Ketua DPR ini adalah
puteri Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Kemudian ada
walikota Solo Gibran Rakabuming Raka putera sulung Presiden Jokowi
yang disebut-sebut bakal jadi cawapres Prabowo Subianto dari Koalisi
Indonesia Maju.

Namun, Gibran terganjal oleh usia yang belum mencapai 40 tahun. Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu membatasi usia minimal usia 40 tahun bagi yang ingin maju sebagai capres dan cawapres. Undang-Undang Pemilu ini, khususnya yang
membatasi usia , sekarang sedang diyudicial revieuw menjadi 35 tahun.
Jika hakim MK mengabulkan permohonan ini maka Gibran bisa maju sebagai cawapres mendampingi capres.

Dari fenomena politik ini bisalah dikatakan bahwa seorang ayah atau ibu
punya keinginan anak-anaknya untuk tampil dalam panggung politik
nasional. Ini tentu menjadi sebuah kebanggaan bahwa trah atau dinasti
mereka bisa melanjutkan esfafet dan prestasi yang telah dirintis pendahulunya.

Fenomena ini sekarang terlihat misalnya dalam beberapa contoh. Megawati, anaknya berhasil menjadi Ketua DPR yaitu Puan Maharani, Presiden Joko Widodo puteranya Gibran menjadi walikota Solo, mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono anaknya AHY menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dan disupport untuk maju sebagai wacapres.

Sebelumnya, AHY pernah jadi kandidat gubernur DKI dalam Pilkada DKI
tahun 2017. Politik sayang anak pada 2024 memang samar-samar terlihat. Hal ini tidak terlihat secara langsung, namun karena jabatan bapak atau keluarga baik
yang ada di pemerintahan maupun di partai politik bisa menjadi sumber
kerikuhan bagi pengurus partai atau pejabat yang lain untuk ikut
memberikan support atau dukungan untuk memunculkan anak pejabat
tinggi.

Hal ini dalam politik disebut power influence atau efek dari pengaruh kekuasaan dan jabatan. Disamping dengan adanya keluarga yang menduduki posisi penting dalam kekuasaan, ini ikut pula berpengaruh memberikan kemudahan bagi anak atau keluarga untuk
memuluskan karirnya menduduki posisi yang lebih tinggi.

Pada Pilkada tahun 2020 tercatat ada 158 kepada daerah yang maju baik
sebagai gubernur, bupati dan walikota, mereka mempunyai hubungan
darah atau keluarga dengan pejabat petahana atau yang sudah menjabat
sebelumnya. Padahal tahun 2015 jumlah ini hanya 52 calon. Jadi ada
kenaikan sebanyak tiga kali lipat sepanjang lima tahun di antara calon ini
yang terkait dengan hubungan keluarga atau dinasti politik.

Jadi, jika pada pilpres dan pemilu legislatif tahun 2024 ini ada fenomena
politik sayang anak, ini merupakan indikator dari potret politik dinasti yang
sedang menggejala di era reformasi. Apakah ini gejala yang sehat atau tidak. Silakan menjawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here