Mega, Gus Dur dan Gibran

0
501
- Advertisement -

Kolom Muchlis Patahna

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah pelaku kekuasaan kehakiman merdeka guna menyelenggarakan peradilan demi tercapainya keadilan dan penegakan hukum. 

Ia lahir dari reformasi guna menjaga konstitusi supaya tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum. Dalam upaya menjaga konstitusi, aktivitas pengujian undang-undang diperlukan dalam ketatanegaraan Indonesia. 

MK diharapkan dapat penjaga marwahnya, untuk terbebas dari intervensi politik, dan konflik interes. Namun, belakangan banyak putusan MK yang kontroversial, terakhir keputusan MK yang memberikan karpet merah kepada Gibran Rakabuming Raka yang notabene adalah putra Presiden dan keponakan Ketua MK, untuk menjadi wakil presiden Prabowo Subianto. 

Putusan ini banyak ditentang karena MK serta merta membuat norma baru yaitu pernah/sedang menjabat kepala daerah. Sulit menghindari tujuan norma baru ini untuk meloloskan Gibran maju sebagai Cawapres.

- Advertisement -

MK seharusnya menghentikan pembuatan UU /Norma, aturan, dan sebagainya untuk mencegah/memuluskan seseorang/golongan karena merusak tatanan berbangsa dan bernegara.

Keputusan Ketua MK untuk terlibat pada pembacaan keputusan gugatan terakhir juga menjadi penegas bahwa  ada intervensi pihak luar terhadap MK. 

Sebelumnya Ketua MK tidak ikut campur pada pemutusan hasil perkara gugatan batas usia capres-cawapres, 

Namun, gugatan yang secara terang-terangan menyebut nama Gibran, justru membuat Ketua MK tersebut ikut andil dalam pemutusan hasil.

Terlihat sesungguhnya MK sebenarnya bermain api sebab putusan ini terbit akibat pertarungan politik dan lahir dari cawe-cawe kekuasaan. Artinya permohonan ini berkaitan dengan independensi, kekuasaan, kehakiman di hadapan politik. Mestinya MK dalam memutus perkara tidak memberikan ruang kepada pihak-pihak tertentu untuk mengganggu proses tahapan pemilu.

Dengan keputusan MK ini kita teringat kembali aturan yang memuluskan/meloloskan Megawati yang mempersyaratkan pendidikan menjadi minimal SMA untuk maju sebagai calon presiden pada 2004. 

Alhasil, persyaratan calon presiden memperbolehkan seorang lulusan sekolah menengah (SMA) atas atau sederajat mencalonkan diri sebagai pemimpin Republik. Hal ini kembali pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. 

Syarat pendidikan dalam aturan lama itu lebih rendah daripada yang pernah diusulkan dalam draf Rancangan Undang-Undang Politik, yang mensyaratkan pendidikan calon presiden minimal sarjana atau strata satu. 

Karena atmosfer politik saat itu, maka putusan pemerintah akhirnya mengakomodasi kritik dan saran dari berbagai pihak untuk kembali menggunakan ketentuan lama yang membolehkan seseorang yang memilki minimal ijasah SMA dapat mencalonkan diri sebagai Presiden.  

Megawati maju sebagai capres namun kalah dengan SBY. 

Hal yang mirip dengan aturan MK terkait norma kesehatan yang subtansinya mencegah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) maju sebagai calon Presiden yang langsung dibuatkan tes kesehatan di mana sebelumnya tidak pernah ada. 

Dalam putusannya MK menolak permohonan judicial review terhadap pasal 6 hurud d dan s Undang-Undang No. 23/2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. 

MK juga menolak permohonan fatwa yang diajukan kubu DPP Partai Kebangkitan Bangsa. Dalam putusannya, MK menilai pembatasan seseorang untuk maju menjadi presiden lewat persyaratan tertentu bukan diskriminatif.

Langkah hukum yang ditempuh kubu Gus Dur baik lewat MK, Mahkamah Agung, rencana somasi terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maupun petisi tidak lepas dari persyaratan calon presiden yang dianggap akan menjegal Gus Dur. Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang sudah memberi mandat kepada IDI untuk melakukan pemeriksaan atas kesehatan jasmani dan rohani setiap calon presiden.

Belajar dari tiga kasus di atas, sejatinya MK dibentuk untuk menjamin tidak ada lagi produk hukum yang keluar dari batasan konstitusi. Sehingga hak-hak konstitusional warga negara terjamin dan konstitusi itu sendiri terjaga konstitusionalitasnya. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here