KERIPIK CUMLAUDE

0
1005
- Advertisement -

Kolom Ruslan Ismail Mage

Judul tulisan ini tidak ada kaitannya dengan merek dagang, atau brand pasar yang selama ini kita kenal, seperti keripik palembang, keripik singkong, keripik bawang, keripik kentang, keripik pisang, keripik tempe, dan beberapa jenis keripik lainnya yang menggugah rasa. Namun yang pasti keripik ini mampu membuat seorang gadis mematahkan konsep bahwa mengkonsumsi makanan bergizi (4 sehat 5 sempurna) berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan seseorang. Semakin rutin mengkonsumsi makanan bergizi semakin membuat kecerdasan meningkat.

Sebagaimana yang dilansir dari laman situs www.depkes.go.id  kecerdasan manusia sangat erat kaitannya dengan asupan gizi dan nutrisi. Sebaliknya semakin rendah asupan gizi menyebabkan penurunan kecerdasan seseorang.

Adalah seorang gadis  remaja yang lahir dari pasangan ayah bekerja sebagai buruh tani, dan ibu penjual gorengan yang membuka pikiran dan menyentuh jiwa kita. Sang gadis tangguh ini berdamai dengan keyataan yang hidup dalam serba keterbatasan ekonomi. Ia tidak pernah mengeluh kepada kehidupan yang tidak memberinya kenikmatan dan keyamanan hidup. Sejak lahir rupiah tidak bersahabat dengannya. Untuk melanjutkan hidup ia  membantu ibunya menjual gorengan di kampung.

Kondisi keterbatasan ekonomi orang tuanya tidak pernah mematikan api semangat jiwanya untuk mengarungi samudra ilmu pengetahuan. Kisah hidupmya ketika menjadi mahasiswa di UIN Bandung  benar-benar membuka pikiran dan menyentuh jiwa. Membuka pikiran, karena menyadarkan kita betapa kunci kesuksesan seorang anak tidak tergantung dari sarana dan prasarana yang disediakan orang tua, tetapi dari tekad dan konsistensi memupuk semangat kerja keras untuk memuliakan dan membahagiakan orang tua. Membuka pikiran kalau kecerdasan seorang anak tidak selamanya ditentukan oleh asupan gizi makanan yang dikonsumsi (susu, buah-buahan, sayuran, ikan, telur, daging) sebagaimana layaknya anak-anak orang kaya, tetapi ditentukan kesyukuran menikmati makanan apa adanya tanpa mengeluh.

- Advertisement -

Hari-harinya sebagai mahasiswa menyentuh jiwa. Bahkan saat menulis catatan ini, rasa empati membuat butiran-butiran kristal di sudut mata menggeliat ingin tumpah. Betapa kekurangan selalu membingkai hidupnya sebagai mahasiswa. Untuk membiayai kuliahnya ia bekerja mencuci piring di Rumah Makan. Setiap pulang kampung ke Garut melepas rindu kepada kedua orang tuanya, ia selalu diberi bekal beras dan “keripik” untuk di bawa ke kota sebagai sumber energi dalam menjalani rutinitas sebagai mahasiswa di (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.

Sampai titik ini penaku berhenti, seluruh pancaindraku bertasbih membayangkan kesehariannya lebih tiga tahun kuliah hanya makan nasi ditemani “keripik” yang dibekali ibu dari kampung. Makan buah dan minum susu sebelum berangkat kuliah adalah kemustahilan bagi dara berhijab ini. Ketika teman kosnya berbagi memberi sebungkus indomie, ia tidak langsung memasak semuanya, tapi indomie itu dibagi dua. Satu bagiannya dimasak, bagian satunya disimpan untuk makan berikutnya. Alasannya ia takut kalau makan nanti tidak ada teman nasinya. Subhanallah.

Tuhan tidak pernah tidur. Kesabarannya berdamai dengan ketidakmampuan ekonomi orang tuanya, keikhlasannya menjalani hidup sebagai mahasiswa yang hari-harinya makan nasi hanya ditemani keripik, dibayar langsung tunai oleh Allah SWT. Siti Rodiah, nama mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Bandung berhasil diyudisium cumlaude dengan IPK 3,71). Didampingi kedua orangtuanya, Siti dipanggil ke depan panggung untuk mendapatkan penghargaan dari Rektor UIN Prof. Dr. H. Mahmud, M.Si sebagai mahasiswa inspiratif, dan mendapat hadia netbook serta beasiswa lanjut kuliah 

S2. (Selamat kepada Siti Rodiah, keripik telah menjadi saksi kesuksesannya di yudisium cumlaude).

Penulis : Akademisi, inspirator dan penggerak, Founder Sipil Institute Jakarta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here