Hallo Bung Nadiem!!

0
639

Kolom Mursalin

Surat terbuka ini sengaja saya tulis. Tujuan khususnya tentu untuk Bung Menteri. Selaku pembantunya Bapak Presiden Republik Indonesia, yang mengurusi masalah pendidikan di negeri ini. Bagaimana sumber daya manusia Indonesia kedepan, Bung lah yang sangat berperan dalam mendesainnya. Karena tulisan surat ini terbuka juga, maka pastilah akan dibaca khalayak.

Oh iya. Mohon maaf sebelumnya. Ketimbang memanggil Pak Menteri, ijinkan Saya dalam tulisan ini menyapa dengan sapaan Bung. Biar terasa lebih akrab. Ya. Dan lagi pula Menteri Pendidikan kita ini memang relatif sangat muda-untuk ukuran Menteri yang cukup bergengsi ini.

Terus terang Bung. Jauh sebelum Bung dipanggil ke Istana oleh Pak Jokowi untuk urusan kabinet, Saya termasuk yang cukup menaruh perhatian terhadap sepak terjang Bung Nadiem dalam belantika bisnis tanah air. Betapa tidak. Judul jualannya sepintas terkesan sederhana: ojek. Tapi ternyata begitu booming dengan valuasi perusahaan mencapai triliunan rupiah dalam sekejap. Sungguh luar biasa tentunya-untuk ukuran usia Bung yang relatif muda dan bukan seorang pewaris tahta kerjaan bisnis maupun kekuasaan.

“Bung tentu bukan orang yang biasa. Pasti punya visi dan brilian.” “Pas lah sudah Pak Presiden memilih sosok anak muda berbakat ini untuk urusan pendidikan di Indonesia.” “Melalui kementerian yang dipimpinnya, anak bangsa setidanya ditempa menyerupai Bung Nadiem nantinya.” Begitu gumam Saya dalam hati. Agak subjektif dan berlebihan memang “hope” Saya tersebut.

Maka nya, begitu ada kesan penolakan terhadap Bung Nadiem di lingkungan dunia pendidikan tanah air, bahkan termasuk oleh sejumlah profesor, terus terang Saya yang dulu merespon mereka dengan mencibir. “Paling kepo. Baper. Tidak melihat perkembangan zaman yang pesat. Dunia global sudah berubah Prof..!!” “Paradigma lama segera ditinggal deh. Era disruption. Tidak terikat pakem pekman.” He. Lagi lagi Saya bersubjektif ria dalam membela anak muda “brilian” ini.

Hari berlalu. Waktu pun berganti. Tak terasa sudah memasuki tahun kedua ini Bung menjabat. Lama menunggu gebrakan, akhirnya Saya jadi terusik. Menghadiri wisuda dengan celana jeans jelas suatu terobosan penampilan. Tapi sepertinya tak cukup bila saja Bung tidak menyertainya dengan agenda atau program konkrit pembangunan sumber daya manusia di negeri ini.

Bung memang hadir dimasa negeri ini dan masyarakat di semua belahan dunia sedang dilanda pandemi. Tapi ini justeru yang menjadi tantangan Bung. Untuk menunjukan kepiawaian. Bukan malah ikut gamang kayak “mereka mereka” itu.

Tapi, ya, lagi lagi Saya sepertinya belum mendengar dan melihat ada terobosan berarti. Selain bagi bagi paket pulsa yang populer tersebut digagas kementerian Anda. Malah untuk urusan masuk sekolah saja. Hal tatap muka belajar mengajar. Kacaunya minta ampyuun deh. Akibat tak ada “guidance” yang jelas, akhirnya masing masing menerapkan pola sendiri tentang tatap muka itu. Bung tidak percaya? Cek saja di daerah. Yaitu di kabupaten. Mereka tetap menggelar tatap muka belajar dengan versi masing  masing. Online susah kata nya. Lebih memungkinkan mengelar kelas dengan “pola” berprotokol kesehatan ala “nafsi nafsi”.

Setahun lebih sudah lho kita hidup dalam berpandemi. Saya tidak tahu persis, apakah di Kementerian Bung sudah menghasilkan formula pengajaran yang efektif dengan berdaring ria. Bagaimana dengan daerah yang miskin sinyal seluler. Jakarta tentu tidak bisa menjadi cerminanan. Karena masyarakat Indonesia justeru yang paling banyak tersebar di luar perkotaan, entahkan itu ibukota negera, ibukota propinsi dan ibukota kabupaten.

Selain hal ihwal belajar ditengah musim wabah atau pandemi saat ini, sebenarnya Bung, Saya sempat terpikir untuk menanti terobosan luar biasa dibidang pendidikannya Bung Menteri. Misalnya dalam jenjang waktu pendidikan, Bung memangkasnya 30 persen; SD dari enam tahun menjadi empat tahun, SMP dan SMA dari yang tiga tahun cukup menjadi masing masing dua tahun. Sehingga demikian, anggaplah usia masuk SD enam tahun, jadi dalam kuruan 8 tahun kemudian, diusia 14 tahun anak anak Indonesia sudah tamat SMA. Begitupun kuliah, dipadatkan paling lama 4 tahun. Sehingga demkian, diusia 18 tahun anak anak kita sudah siap bekerja. Bukan nya anak yang menunda masa produktif akibat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi seperti yang kita saksikan sekarang ini.

Atmosfer nya jelas tersedia saat ini. Era arus informasi yang pesat, sangat memungkinkan bagi peserta didik memacu diri dalam belajar. Tinggal sang guru yang harus mampu menyesuaikan. Sebab pengetahuan anak anak saat ini tak semata tergantung pada gurunya di sekolah saja. Mereka bisa mencari pengetahuan di internet yang sangat terbuka lebar.  Bahkan malah menjadi warning bagi guru. Karena anak didik akan memperoleh pembanding. Jika guru tak mengikuti perkembangan pengetahuan, tak mustahil, akan ditinggalkan oleh muridnya.

Memperpendek rentang waktu pendidikan tersebut tentu melalui kajian intensif. Contoh pendidikan di beberapa negara lain di belahan dunia ini bisa menjadi rujukan. Walaupun tak terjadi seketika, setidaknya Bung Menteri sudah merancang sebuah terobosan yang luar biasa dalam rangka memacu sumber daya manusia anak bangsa di negeri ini. Cepat produktif, berdaya saing dan tak tercerabut dari akar budaya bangsa dan negaranya. Malah semakin berpengetahuan, mereka semakin cinta bertanah air, kian ber Indonesia, dan memiliki keyakinan dan cita cita besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat. Bila perlu menjadi negeri adikuasa di planet bumi ini.

Oh iya. Sekali lagi maaf dari Saya Bung. Agak sedikit menggebu harapannya. Apalagi tersiar kabar wacana untuk meleburkan Kementerian urusan riset dan teknologi ke Kementerian Pendidikan. Tentu makin besar kapasitas Menteri Pendidikan kedepan. Tapi juga moga saja, Pak Presiden tetap mempercayakan kepada Bung Nadiem untuk menakhodainya sampai 2024 nanti. Maklum, kabarnya banyak yang sedang mengincar kursi Bung Nadiem. Waktu heboh angin reshuffle yang lalu saja, Bung sering disebut yang bakal terdepak. Tapi nyatanya tetap bertahan. Nah, moga kali ini kembali bertahan. Sehingga Bung Nadiem segera menunjukan jati diri-seperti melakukan terobosan dalam membesarkan gojek dulu, dan bukannya malah terkesan gamang. Sebab kalau sampai layu sebelum berkembang alias keburu diganti, maka lengkaplah sudah apa yang dicibirkan para profesor itu. Citra anak muda untuk memegang posisi strategis di jabatan tinggi negara sesungguhnya juga sedang dipertaruhkan dipundak Bung Nadiem.

Penulis adalah praktisi media dan bekerja di PonTV, Dewan Pakar KKSS Kalbar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here