Gotong Royong di Makassar, Ewako!

0
900
ahmad Al Ghozi Ramadhan.
- Advertisement -

Catatan Egy Massadiah

Telepon berdering di akhir pekan. Nama Doni Monardo muncul. 

Singkat kalimat, “Kirim Al Ghozi ke Makassar, bergabung dengan Dr Andani.” 

Begitulah instruksi pun langsung tertunaikan. Tengah malam Ahmad Al Ghozi Ramadhan yang sedang menikmati Mie Atjeh di kawasan Cikini bergegas menemukan tiket untuk terbang ke Makassar. Dan paginya, pukul 06.25 (26/7/2020) dia sudah sampai di Lanud Hasanuddin.

Di sana, sudah ada Dr Andani Eka Putra. Dia adalah Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat (Sumbar). 

- Advertisement -

Dr Andani bersama timnya telah menorehkan prestasi fantastis. Dengan peralatan dan fasilitas yang sederhana, dalam sehari mampu memeriksa hingga 2.600 spesimen. 

Laboratorium yang dipimpin Andani beroperasi mulai 20 Maret 2020 setelah mendapat ijin dari Kementerian Kesehatan. Sampai sekarang seluruh petugasnya hanya libur sehari saat Lebaran Idul Fitri.

Mereka yang berjumlah sebanyak 60 orang bekerja secara bergantian selama 24 jam. Targetnya setiap hari memeriksa ribuan spesimen. Berkat militansi yang fantastis itu pula, Kepala Satgas Covid-19, Letjen TNI Doni Monardo menggandengnya. 

Militansi Dr Andani dipastikan akan sangat bermanfaat untuk kerja besar menanggulangi pandemi Covid-19. Tak pelak, pekan lalu, Andani dibawa ke Surabaya. Di sana, ia berkontribusi atas kapasitas yang dimilikinya. Dari Surabaya, ia diminta Doni membantu Makassar, yang juga punya problem serius mengatasi penyebaran Covid-19.

Sedangkan Al Ghozi?

Dia adalah anak muda, jagoan IT. Dahlan Iskan menjulukinya “anak milenial nakal”. Kemampuannya teruji dan terbukti lewat karya aplikasi data yang diberinya nama fightcovid19.id.

Dalam sebuah catatannya yang viral, Dahlan Iskan menarasikan latar belakang Al Ghozi. Ayah Alghozi sendiri orang Bangka. Menetap di Bangka. Dulunya buka toko. Gagal. Sekarang kerja serabutan. Diantaranya supir. Sedang sang ibu menjadi pencuci pakaian.

Al Ghozi hanya SD di Bangka. “Saya dianggap nakal. Tamat SD dikirim ke Tasikmalaya. Diikutkan bibi,” ujar Al Ghozi.

Ia kembali ke Bangka untuk sekolah SMA –di SMAN 3 Pangkal Pinang. Setamat SMA Al Ghozi ke Bandung. Masuk Politeknik Padjadjaran. Jurusan Perhotelan. Di situ hanya setahun. Merasa hatinya tidak cocok. Passion-nya ternyata di dunia digital. Ia masuk D-3 STT Telkom (Telkom University) juga di Bandung. Ia pilih Jurusan Informatika.

“Saya kuliah sambil cari uang,” ujar Al Ghozi. Ia tidak sampai hati meminta kiriman uang dari ayahnya.

“Waktu semester 5 saya nge-Gojek,” katanya.

“Berarti saat itu sudah punya sepeda motor?” tanya mantan Menteri BUMN itu.

“Motornya teman. Ada perhitungannya,” katanya.

Selain itu Alghozi jualan donat. Ke asrama-asrama mahasiswa.

“Orang tua Anda tahu?”

“Tidak tahu. Ayah tahunya kuliah saya lancar,” katanya.

Tahun lalu Alghozi tamat D-3. Anak nakal ini pun sudah bisa membuat beberapa program komputer.  Karya anak muda berusia 22 tahun itu pertama kali diapresiasi Wakil Bupati Belitung, Bangka Belitung Isyak Meirobie. Setelah sukses digunakan di sana, ditawarkan kepada Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman.

Kemudian berlanjut ke Kepulauan Riau dan Surabaya. Sudah menunggu provinsi Kalimantan Selatan dan Sumatera Utara. Ghozi siap mengembangkannya ke provinsi lain. Millenial bertubuh subur ini hanya butuh waktu lima hari untuk menyelesaikan desain pertama aplikasi tersebut. Dia bekerja siang dan malam bersama teman-temannya.

“Niat saya awalnya cuma membantu penanggulangan Covid-19 ini. Saya sangat sedih saat pertama kali mengetahui ada dokter yang meninggal karena terpapar covid itu. Hal tersebut mendorong saya dan teman-teman membuat aplikasinya,” jelas Al Ghozi.

Al Ghozi malas berbicara urusan transaksional. Dia akan menolak mentah-mentah. Bisa dipastikan, jauh di lubuk hatinya hanya ada “merah-putih”. Dalam di dasar perasaannya, hanya ada “totalitas untuk negeri”. 

Penampilan Al Ghozi cuek. Kalau sudah bekerja, mirip-mirip orang autis. Sejak April lalu Al Ghozi termasuk anggota tim yang menginap di lantai 10 Graha BNPB. Sama dengan Letjen Doni, tiga bulan lebih tidak pulang pulang ke rumah.

Mengenali wajah Al Ghozi jika kebetulan bertandang ke Graha BNPB terbilang mudah. Pipinya chubby dan senyumnya mudah mengembang. Ia jauh dari bayangan lelaki berkacamata minus dengan tampang serius dan pelit senyum. 

Di Makassar, Al Ghozi bersinergi dengan Dr Andani meretas persoalan Covid-19. Aplikasi yang dibuatnya, akan memetakan setiap orang yang bergerak di suatu daerah. Semuanya data dikumpulkam dari petugas pemerintah yang menjaga di pintu masuk pelabuhan di darat, laut, dan udara. Kemudian diinput ke dalam sistem. Bla… bla… bla… pendeknya, kehadirannya di Makassar dipastikan sangat produktif.

Di Makassar, Andani dan Al Ghozi dikawal khusus pakar komunikasi Dr Aqua Dwipayana. Aqua memback-up dr Andani dan Ghozi dalam hal komunikasi. Kepada semua anggota Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sulsel Aqua mengingatkan agar selalu menjadi teladan. Anggota tim harus memulai dengan meniatkan kerja sebagai ibadah. Dengan begitu tanpa beban melakukan semua aktivitas terkait Covid-19.

“Kami mendapat tugas dari Ketua Satgas Covid-19 Nasional Bapak Letjen TNI Doni Monardo untuk membantu Pemerintah Provinsi Sulsel dalam menangani Covid-19. Makanya kami sengaja datang ke sini,” ujar mereka senada.

Ewako! 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here