Dahsyatnya Sumpah Pena

0
983
- Advertisement -

Kolom Ruslan Ismail Mage

Saat menulis ini, tinggal seminggu menjelang datangnya bulan Ramadan yang sangat istimewa bagi umat Islam. Di antara salah satu keistimewaannya bahwa pada bulan Ramadan diturunkan permulaan ayat-ayat Al-Qur’an, yakni surah Al-Alaq ayat 1-5 yang berisi perintah “membaca”. Mengapa? karena tanpa bisa membaca seorang hamba tidak akan bisa memahami apa pun yang sedang dan akan dikerjakannya.

Kata perintah “bacalah” merupakan firman pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw pada malam 27 Ramadan 611 Masehi, ketika Rasulullah saw sedang tafakur di Gua Hira dekat Makkah. Diceritakan bahwa Nabi Muhammad saw menjawab lima kali, “Aku tidak bisa membaca.” Namun, Malaikat Jibril bersikeras bahwa dia harus membaca.

Apa yang harus aku baca?” Tanya Rasulullah. “Bacalah!” demikian jawaban Malaikat Jibril. “Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq [96]: 1-5).

Perintah pertama “membaca” ini kalau dicermati dan dimaknai lebih dalam nampaknya tidak berdiri tunggal. Perintah ini diikuti “dengan perantaraan kalam.” Penggunaan “kalam” atau pena, alat yang membuat kita mengetahui “apa yang tidak kita ketahui sebelumnya,” mengisyaratkan perintah membaca tidak terpisahkan dari menulis. Karena itu, membaca dan menulis merupakan bagian penting dalam membangun peradaban sejak jaman nabi. Inilah satu jalan yang mengantarkan manusia pada kegemilangan dan kesempurnaan.

- Advertisement -

Saking pentingnya menulis dalam Islam, sampai lahir sumpah pena. Sebagaimana kita ketahui pena sebagai alat tulis telah digunakan oleh Allah Swt untuk bersumpah di dalam Al-Qur’an. Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Qalam ayat 1. “Nun, wal-qalami wamaa yasthuruun (Nun, demi pena dan apa yang dituliskannya)”.

Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A., Ph.D. dalam tulisannya menyebut bahwa ” Wal qalam” adalah sumpah pertama Tuhan dalam Al-Qur’an yang turun tidak lama setelah lima ayat pertama, “Iqra’ bismi rabbikal- ladzii khalaq. Khalaqal-insaana min ‘alaq. Iqra’ warabbukal-akram. Alladzii ‘allama bil-qalam. ‘Allamal-insaana maa lam ya’lam.

Hal ini menandakan betapa pena dan tulisan memiliki keutamaan di hadapan Allah Swt. Ada beberapa sufi dan para ulama menafsirkan sumpah pena ini. Aziz Al-Din Nasafi (Wafat 695 H/1295 M), seorang sufi dari Bani Kubrawi menjelaskan bahwa “nun” adalah “bak tinta”. Sedangkan “qalam” adalah “pena” yang merupakan substansi pertama. Nun sebagai bak tinta adalah tempat menyimpan tinta, merupakan kelengkapan pena untuk menulis.

Senapas dengan itu, Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al-Asyqar dari Universitas Islam Madina menafsirkan sebagai bentuk mengagungkan aktivitas menulis yang merupakan salah satu alat mendapatkan ilmu pengetahuan. Begitu pula Syaikh Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhali, Pakar fikih dari negeri Suriah menafsirkan sumpah ini adalah bagian dari pemuliaan, dan pengagungan dan penghormatan bagi pena sebagai alat tulis.

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A., Ph.D. lebih jauh menjelaskan, pena atau kalam merupakan ciptaan Allah Swt yang pertama dari tiada menjadi ada melalui “kun fayakun.” Dalam sebuah hadis yang sering muncul dalam kitab-kitab tasawuf, pena ini diperintah dengan kata-kata, “Tulislah pada lingkaran pertama ini, yaitu lembaran Tuhan.” Pena lalu menjawab, “Wahai Tuhan, apa yang harus aku tulis?” Perintah berikutnya muncul, “Tulislah segala sesuatu yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi hingga hari kebangkitan.” Pena menulis semuanya. Sesudah itu pena menjadi kering. “Tuhan telah selesai dengan penciptaan, persediaan, dan ketentuan-ketentuan yang pasti.”

Subhanallah, ya Allah, sungguh dahsyat sumpah pena-Mu. Sungguh mulia tugas penulis-penulis terdahulu, penulis sekarang, penulis yang akan datang, yang istiqomah (ketaatan di atas jalan lurus dalam menjalankan ibadah) untuk menyebarkan agama melalui tulisannya. Ya Allah, kalau Engkau sudah bersumpah demi pena, tidak ada alasan lagi bagi hamba untuk tidak terus menulis sebagai jalan dakwah kepada sesama.

Penulis : Akademisi, Inspirator dan penggerak, founder Sipil Institute Jakarta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here