Ahmad Tonang: “Saya Bukan Sampah”

0
1008
- Advertisement -

PINISI.co.id- Founder Daeng Group, Haji Ahmad Tonang, membentangkan kisah hidupnya dalam sebuah Buku Inspiratif bertajuk “ Saya Bukan Sampah” segera terbit, ditulis Tokoh Literasi Sulsel yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Penulis Profesional Indonesia Pusat, Bachtiar Adnan Kusuma (BAK).

Founder Daeng Group ini, memulai usaha sejak di masa SMP Jongaya, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar. Merintis usaha sembako dengan membuka dua toko miliknya di pasar Daya dan pasar Pabaeng-Baeng, boleh dibilang unik dan menarik. Sebab di usia empat belas tahun, Ahmad Tonang memutuskan diri memilih usaha sendiri darpada bergantung pada kedua orang tuanya yang juga dikenal pedagang sembako di Pasar Pabaeng-Baeng. Di masa inilah, Ahmad beriteraksi langsung dengan bisnis sembako, menyebabkan dirinya tidak punya waktu banyak bermain seperti teman-teman lainnya. Ia lebih banyak memanfaatkan waktunya mencari uang daripada bermain.

Mula-mula Ahmad membuka usaha warung coto, namun berkali-kali mengalami bangkrut. Bangkrut dari usaha coto, membuat Ahmad nyaris tidak percaya diri lagi. Apalagi ia disebut oleh orang-orang sekelilingnya sebagai sampah. “Semua orang menyebut saya sampah, kecuali ibu saya” Alasannya, karena semua usaha yang saya lakoni gagal, mengalami kebangkrutan dan mereka memberi julukan saya adalah sampah” kenang Ahmad kepada BAK, Rabu (19/8) di Makassar.

Di usia 27 tahun, Ahmad memilih hijrah ke berbagai daerah, di antaranya Timor Leste, Atambua, Kalimantan, Jakarta dan Surabaya. Berkali-kali membuka usaha, Ahmad selalu gagal dan memilih kembali ke kota Makassar. Ahmad yang membuka toko di pasar Daya atas modal dari ibunya dan memilih kembali ke pasar Pabaeng-Baeng untuk menenangkan diri.

“Saya bersyukur karena selama masa menenangkan diri atas kebangkrutan yang saya alami, saya mendalami tarekat Khalwatiah dan bergabung di Jamaah Tabliq”. Ahmad juga mulai membaca buku-buku tokoh dan kisah suksesnya. Dan Ahmad bersyukur karena dalam situasi yang serba sulit dan tidak menentu, ia kemudian menegaskan dirinya. “Saya Bukan Sampah”, kenang Ahmad.

- Advertisement -

Cerita Ahmad adalah sebuah penegasan cara mudah mencapai tujuan yang bermakna dengan memberdayakan diri secara maksimal” Change Limiting Beliefs”. Caranya, di tengah kegagalan yang dialami akibat bangkrut dari usaha, Ahmad memilih membaca buku-buku inspiratif sekaligus belajar tarekat. Sebab Ahmad memahami betul bahwa hukum kepercayaan menyebutkan bahwa apapun yang Anda percayai dengan sungguh-sungguh dan melibatkan emosi, akan menjadi kenyataan. Ahmad yakin betul bahwa banyak orang sering merasa yakin dan kemudian membuat alasan mengapa ia belum sukses atau gagal. Dengan melihat konteks kegagalan yang lebih utuh, bukan parsial, membuat dirinya yakin bisa bangkit dari keterpurukan.

Sekembali merantau dari Jakarta, Ahmad memeroleh ilmu yaitu ilmu tentang Metro. Artinya bahwa kota Jakarta sebagai kota metropolitan tidak pernah berhenti beraktivitas selama 24 jam. Disinilah Ahmad merintis Coto Maros Begadang 24 jam di Kota Makassar. Pengagum teori Big Bang yang sejurus dengan pernyataan Albert Eisntein, menyebutkan bahwa masalah perubahan yang dihadapi bukanlah mengadopsi hal-hal baru, melainkan sulitnya membuang kebiasaan-kebiasaan lama.

Karena itu, Ahmad kukuh, bahwa manusia adalah makhluk dinamis yang senantiasa berubah. Dan inilah yang dilakukan Ahmad Tonang melalui bendera usaha bernama Daeng Group sebuah gurita bisnis kuliner dengan memberdayakan orang-orang yang dipekerjakannya. Ahmad Tonang, Mutiara dari Selatan. (Van)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here