Adisurya Abdy, Dia…Aku & Cintaku, Kubaktikan untuk Rakyat dan Negeriku

1
782
- Advertisement -

Karya besar lahir dari perenungan pemikiran besar

Kolom Fiam Mustamin

Menyongsong Fajar Masa Depan Bangsa.

Judul novel itu, begitu inspiratif dalam arti kesetiaan cinta yang diraih dengan perjuangan.

Tangis bayi yang melengking keras memecah keheningan menjelang fajar. Suara bayi itu adalah kelahiran Kusno yang dikenal dengan Soekarno, putra pasangan Raden Sukeni Sastrodihardjo dari Jawa dan Ida Ayu Nyoman Rai putri bangsawan dari Bali.

- Advertisement -

Kelahiran Kusno disambut oleh ayahnya yang sebelah tangannya menggendong putrinya Sukarmini, dibantu oleh seorang kelaki tua tetangganya sebagai dukun beranak.

Di keheningan fajar itu bertepatan dengan angka serba enam: pukul enam, tanggal enam dan bulan enam di sebuah rumah gubuk yang sederhana beralas dipan dan tikar.

Putra yang lahir di wajtu fajar itu ditakdirkan kelak menjadi pemimpin pergerakan yang berjuang untuk memerdekakan negerinya menjadi bangsa yang berdaulat merdeka … terbebas dari belenggu penjajahan asing yang menyengsarakan beratus tahun.

Terbawa Alur Cerita

RISIKO dari perjuangan pergerakan itulah yang menjadi benang merah novel ini, ditulis dengan gaya bahasa bertutur filmis/tergambar apa yang dibaca.

Dituliskan dengan bentuk pembabakan sebuah secene skenaio yang menggambarkan lokasi, waktu, pelaku dan situasi kejadian.

Novel ini tertulis dalam 26 scene 186 halaman dengan beberapa scene penting antaranya Opening Scene Gunung Agung /Desa Kelahiran.

Alam Tempat Bermain, Kehadiran Inggit dan Utari, Singa Podium hingga Tertangkap dan Dipenjarakan di Banceuy, Bandung menunggu sidang pembelaan dengan menggugat. Sampai di situ novel bagian pertama edisi film.

Sepenggal kutipan di bawah ini menggambarkan keluasan Adi dalam menerakan cerita.

“… Saya datang kehadapan Bapak Ibu dengan segala hormat dan taksim, saya sebagai laki-laki biasa.

Karena saya sudah mengenal Ida Ayu Nyoman Rai dengan baik dan kemudian jatuh hati karenanya.

Kalaukah diperkenankan, saya ingin meminang putri Bapak dan Ibu dengan merelakan Ida Ayu sebagai jodoh saya.

Kamu adalah orang Jawa yang beragama Islam, sedangkan kami, orang Bali yang beragana Hindu. Kami tidak akan mengizinkan anak kami untuk kau sunting.

Kami tidak ingin kehilangan putri kami, Idayu.

Ibu … saya memilih Sukemi Sastrodihardjo karena kemauan saya sendiri, saya mencintainya dengan kebulatan tekad saya memilihnya menjadi suami saya.

ALAM adalah tempatku bermain, karena itu aku tak punya mainan yang harus dibeli.

Aku bersyukur bisa mengenyam pendidikan rendah pribumi hingga mengantarkankumenjadi seorang insinyur.

Pada saatnya aku lebih memilih rakyat dan tanah negeriku yang telah dihinakan dan telah diserap kekayaannya buminya untuk menghidupi negeri orang yang nun jauh di sana.

Perjuangan bukan untuk menang dan kalah, karena perjuangan itu hakikatnya adalah penegasan Apa dan Siapa diri Kita. …. tekad dalam suara batinku… “

Narasi itu adalah testimoni di kulit belakang/cover buku novel itu.

Hingga saat ini, Adi telah merampungkan 7 buku karya novel berlatar belakang sejarah dan perjuangan bangsa.

Sebuah pencapaian puncak-puncak karya yang penuh tantangan untuk menaklukkan berbagai hambatan keterbatasan yang bisa dijinakkan menjadi ruang ekspresi yang membahagiakan demi menyongsong fajar masa depan bangsa.

Siapa Adi?

SEJATINYA ia seorang Sineas/Film Maker/penulis skenario dan sutradara.

Puluhan film untuk layar lebar bioskop dan sinetron telah dihasilkan sejak tahun 1980, antara lain: Roman Picisan, Hallo Sayang, Setitik Embun, Macan Kampus, Perang Mulut, Cintaku Tidak Untuk Dipermainkan.

Sejak tahun 2011 Adi menulis novel: Senyum Anak Desa, Aceh Kerajaan Yang Tak Terlupakan, DIA, Kisah Sahibullah dan Cut Nyak Dhien, Teuku Umar, Perang di Jalan Allah, Pertempuran
Ambarawa, Catatan Vandrie Kadet dan Dia, Aku dan Cintamu Part One.

Selain itu, Adi juga dikenal sebagai tokoh organisatoris di lembaga profesi yakni Artis Film, Produser Film, Karyawan Film, Penjurian Film Nasional, Asean Dan Asia Pasifik. Serta di lembaga pembinaan film pemerintah.

Obsesi Membuat Film Berkelas

SUATU kesempatan saya tanya, apa obsesinya membuat film.

Film berkelas yang dimaksud itu adalah film yang dapat ditonton semua lapisan masyarakat dengan misi pesan-pesan nilai edukasi pencerdasan dan kultural bermartabat.

Legolego Ciliwung 23 Februari 2022

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here