Sompa: Mas Kawin/Mahar dalam Pernikahan Bugis Makassar

0
10000
- Advertisement -

Catatan Andi Wahida Tuan Guru Sulaiman

Apa makna dari Sompa/Mas Kawin atau Mahar dalam pernikahan di masyarakat Bugis Makassar. Adakah hubungannya status sosial dengan nominal Sompa.

Diperlukan pemahaman mengenai makna perikatan perkawinan.

PERKAWINAN bagi masyarakat Bugis Makassar merupakan media utama untuk menunjukkan posisi/ status sosialnya dalam masyarakat.

Sompa / Mas kawin ( bahasa Bugis ) di sebut juga sebagai Mahar yang berbeda dengan Uang Panai atau Duit Menre yang dikenal sebagai duit/uang belanja.

- Advertisement -

Sompa / Sunreng atau Mahar dalam masyarakat Bugis dikenal secara bertingkat sesuai strata sosial dari sang gadis antara lain :

  1. Sompa bocco
  2. Sompa ana’ bocco
  3. Sompa kati
  4. Sompa ana’mattola
  5. Sompa ana rajeng
  6. Sompa cera’sawi
  7. Sompa tau deceng dan
  8. Sompa tau sama. (Latoa satu lukisan analitis terhadap antropologi politik orang Bugis, Prof Dr Mattulada).

Sompa merupakan pemberian uang ataupun barang dari mempelai laki laki, untuk sahnya sebuah pernikahan yang secara resmi diucapkan pada waktu akad nikah/ijab kabul berlangsung.

Di Wajo dikenal beberapa jenis Sompa, sesuai strata sosial, antara lain :

Sompa Boccoe atau Sompa Puncak 14 kati doi lama, perhitungan akhir abad 19. 1 kati = 88 real + 8 orang + 8 doi lama.
( setiap 1 kati 1 orang budak yang bernilai 40 real dan seekor kerbau yang bernilai 25 real ).

  1. Sompa Anak Boccoe 7 kati doi lama.
  2. Sompa Kati 88 real + 8 Orang + Doi lama.
  3. Sompa anak Rajeng 2 kati doi lama.
  4. Sompa Cerak Sawi 1 kati doi lama.
  5. Sompa Tau Deceng 1/2 Doi lama.
  6. Sompa To Samak 1/4 Doi Lama.

Sompa lebih diutamakan, sementara uang panai bisa disesuaikan dengan kesepakatan kedua belah pihak.

Sompa ada ketentuan jumlah sesuai adat istiadat masing masing daerah dan tercatat di buku nikah dan bukan uang panaik atau bukan uang belanja.

Sompa berbicara uang atau benda real, untuk kalangan bangsawan tinggi 88 real, untuk bangsawan menengah 44 real dan untuk kalangan masyarakat biasa atau to sama 28 real.

Sompa atau sunreng berbeda dui menre (uang belanja) sehingga pada saat ijab kabul yang disebut adalah mahar atau sompa.

Dilafalkan dan Dipersaksikan

IJAB KABUL dalam bahasa Bugis ” Utarimai Allebinengenna … SOMPANA .. dan bila bahasa Indonesia kita laki laki mengatakan ” Saya terima nikahnya … dengan Mahar …”

Dalam ijab kabul harus disebutkan sompa atau mahar sementara dui menre atau uang belanja tidak disebutkan.

Uang belanja atau panai habis dibelanjakan tapi Mahar atau Sompa disimpan atau di pakai apabila dalam bentuk benda ( berupa Sertifikat tanah atau PBB ).

Saat ini Sompa sudah dalam bentuk seperangkat perhiasan emas namun sebagian pula masih dalam bentuk uang dengan nilai tertentu ( jadi sudah dalam bentuk uang rupiah bukan lagi dalam sebutan uang real ).

Beberapa daerah selain perhiasan emas kadang ada juga tambahan berupa sawah atau kebun. Tentu semuanya telah disepakati saat Mappettu Ada sesuai kesepakatan kedua belah pihak sepakat untuk menerima lamaran.

Sekarang orang Bugis ( BOSOWA ) tidaklah sama besaran Sompa yang diberikan, tidak seperti dulu ditetapkan.

Dulu di Soppeng, Sompa yang Paling rendah ( to Samaaa) mulai 11 ringgit, senilai Rp. 22,33,44,77, dan 88 ringgit, kemudian ke Sompa KATI…dari 1 Kati sampai 7 Kati naik lagi menjadi RELLA dari 1 RELLA hingga 3 Rella itu jenis Sompa di Soppeng, tergantung tingkatan kasta dan strata jenis tingkatan sompa.

Sompa biasanya orang dulu berbicara real, untuk kalangan bangsawan tinggi 88 real untuk bangsawan menengah 44 real dan untuk kalangan masyarakat biasa atau to sama 28 real.

Masalah Sompa tentunya juga membicarakan tentang status darah dan ada beberapa macam bentuknya tergantung strata sosial seperti di atas.

Terkadang dalam hal adat budaya seorang bangsawanan ada yang ngotot karena mengikuti adat dan budaya, seandainya adat tidak ada jelas budaya tidak adapula.

Agama saja khususnya agama Islam menetapkan Mahar berupa uang atau benda dengan nilai sesuai kampuan dan itu salah satu syarat syahnya perkawinan.

Saat ini sudah ada pergeseran nilai, dari Anak Arung /bangsawan ke Anak Tau Sogi/ kaya. Lebih Bergensi Mabebe Tau Sogi dari pada Mabbene Arung. Sebuah paradigma baru karena pikirnya adalah adalah untuk apa Arung kalau miskin.

Mahar itu adalah ” harga atau nilai seorang wanita yang akan dinikahi” dan Sompa haram hukumnya dipakai atau dibelanjakan oleh orang lain kecuali si empunya mahar itu.

Sering juga wanita yang dilamar, ditinggalkan oleh sang lelaki yang melamarnya karena mematok nilai di atas rata – rata, sehingga pihak laki laki merasa direndahkan martabatnya, merasa Ri Pangelli Darah.

Karena dia membandingkan Kesanggupan laki laki sebelumnya (Tosama) dengan mahar tinggi. Terkadang Arung mematok harga tinggi juga karena bentuk penolakan secara halus.

Untuk era sekarang sepertinya soal mahar sudah tidak terlalu mengacu kepada kebiasaan adat di masa lalu, namun lebih kepada kondisi saat terkini.

Contoh kecilnya adalah dimasa lalu untuk strata tertentu Sompanya juga mengikutkan ata ( hamba ) sebagai bagian dari sebuah Sompa. Aapakah di era sekarang ini masih bisa diterapkan ata (hamba) sebagai salah satu bagian dari sebuah Sompa khususnya untuk Sompa bocco ( wanita yang memegang kekuasaan kerajaan ) atau Sompa kati ( untuk putri putri raja bawahan )

Tentu saja hal seperti itu sudah tidak bisa dilakukan sehingga Sompa tersebut sudah menyesuaikan kondisi era sekarang termasuk sudah tidak lagi menggunakan real namun sudah dalam bentuk rupiah dan ada juga dalam bentuk emas atau sawah / kebun.

Saat ini Sompa dapat dibicarakan kedua belah pihak sehingga dicapai kesepakatan sebagai titik temu tidak lagi seperti dulu. Apalagi bila keluarga dekat.

Karena itulah Sompa bukanlah momok bagi lelaki untuk menikah, tetapi menjadi salah satu motivasi pemicu dan penyemangat agar giat mencari nafkah agar dapat menyunting perempuan idamannya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here