Sebuah Resensi : Peracik Bumbu, yang Akhirnya Membuat Buku

0
517
- Advertisement -

Judul: Saya Bukan Sampah Penulis: Ahmad Daeng Tonang, Editor: Bachtiar Adnan Kusuma, Penerbit: Yapensi 2021

Kegagalan itu sepaket dengan kesuksesan. Tidak mungkin ada orang yang merasakan manisnya sukses, tanpa pernah mengecap pahitnya kegagalan. Sesukses apapun dia, pasti ada episode gagal dalam hidupnya.

Hanya saja tidak perlu kita melalui semua jenis kegagalan baru bisa sukses. Pelajari dari mereka yang telah sukses, kegagalan apa saja yang pernah dirasakannya. Setelah itu berusaha untuk belajar dan tidak melakukan hal yang sama.

Buku ini adalah teman duduk yang tepat, bagi mereka yang ingin sukses dan meminimalkan kegagalan. Buku “Saya Bukan Sampah” mencoba merekam perjalanan dari seorang pengusaha Coto Makassar, Ahmad Daeng Tonang. Pengusaha kuliner yang terkenal dengan mereknya; Coto Daeng.

Siapa sangka kalau brand Coto Daeng, yang mengemuka di Makassar itu, berawal dari jatuh bangunnya Daeng Tonang dalam merintis usaha. Buku ini merekam dengan jelas fase kehidupan Daeng Tonang saat berada pada titik terendah hidupnya. Frustasi luar biasa karena usaha yang bangkrut bertubi-tubi. Pergi menjelajah beberapa wilayah nusantara untuk mengadu nasib. Sayang keberuntugan belum memihak padanya.

- Advertisement -

Dengan usaha kerasnya, alih-alih menjadi pengusaha sukses, yang terjadi dia justru semakin terpuruk. Dunia seperti mengatainya ”Sampah” lantaran selalu menunai kegagalan. Begitu frustasinya, hingga pernah satu waktu Daeng Tonang berpikir lebih baik mati saja.

Beruntung ada hidayah yang datang menyapa. Dia mendapatkan titik kebangkitan sesaat setelah pulang merantau. Dia seperti ditunjukkan, di mana sebenarnya renjana dirinya. Usaha apa yang cocok untuknya. Bisnis kuliner, inilah jawaban terhadap pengembaraannya selama ini.

Saya Bukan Sampah, tidak hanya berisi pengalaman hidup yang mengaduk-aduk perasaan. Ada juga bagian yang memberikan inspirasi bisnis. Berisi strategi apa yang semestinya diambil oleh seorang pengusaha muda, terutama pengusaha kuliner. Sampai dengan buah pikir Daeng Tonang yang dialamatkan kepada pemerintah. Tentang harapan agar dukungan pemerintah dimaksimalkan untuk bisnis kuliner, terutama yang mengangkat brand lokal.

Yang menarik, pada beberapa bagian di buku ini selain membahas tentang strategi Daeng Tonang membangun bisnisnya, juga dirangkaikan dengan teori ilmiah yang mendukungnya. Daeng Tonang adalah pengusaha yang suka membaca. Kegemaran membacanya ini membuat dia bisa mengaitkan beberapa teori alam semesta dengan pengembangan bisnis. Misalnya, kita diberi satu masukan menarik saat Daeng Tonang membahas relasi antara teori Big Bang dengan pengembangan bisnis. Ringkasnya bisnis itu harus mengalami ledakan, seperti big bang. Ledakan dahsyat yang akhirnya menghasilkan partikel-partikel kecil dan terus berkembang.

Sepertinya dengan semangat Big Bang itu akhirnya Daeng Tonang sekarang bisa punya sembilang gerai kuliner yang menyajikan Coto Makassar. Di buku ini juga bisa terbaca, begitu kuatnya semangat Daeng Tonang untuk berbagi.
“Semangat berbagi, harus dibarengi dengan keikhlasan. Berbagi akan tidak berarti kalau ikhlas tidak menyertai. Ibarat tangan kanan yang berbagi, usahakan tangan kiri tidak mengetahui. Begitu filosofinya. Ketika berbagi saya tidak merasa perlu mempertanyakan apakah santunan dana yang saya berikan kepada staf benar-benar disalurkan atau tidak. Saya tidak pernah mau tahu urusan itu. Yang jelas saya sudah berbagi, niatnya karena Allah, selesai.” Tulis Daeng Tonang dalam bukunya.

Terakhir, buku ini bisa menjadi bacaan penyemangat untuk para pelaku industri kuliner yang mengangkat brand lokal. Terasa sekali dalam tulisannya, semangat Daeng Tonang untuk mengangkat Coto Makassar menjadi mereka nasional, bahkan internasional. Dia ingin pengaruh Coto Makassar kelak sepert pizza asal Italia. Karena baginya Coto Makassar tak sekadar kuliner, tapi banyak hal yang bisa diambil dibalik kelezatan rasanya.

“Teruslah mengepul asap coto yang menyeruakkan aroma wangi, penggoda selera. Karena di balik kepulan-kepulan asap ada banyak harap. Di balik asap-asap itu ada mimpi yang membumbung. Karena bisnis tak sekadar untung rugi. Tapi bisnis soal mimpi-mimpi yang menembus sampai akhirat.” Tutup Daeng Tonang pada bagian epilog buku Saya Bukan Sampah. (Van)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here