Roh Kehidupan Politik

0
785
- Advertisement -

Kolom Arfendi Arif

Roh atau psikologi kehidupan politik adalah gambaran tentang jiwa, pikiran dan suasana yang berlangsung dalam kehidupan berpolitik,  bernegara dan berbangsa. Roh itu bisa merasakan ketenangan dan ketentraman, tetapi juga bisa merasa resah, gelisah, tidak nyaman dan tenang.

Roh kehidupan politik yang tenang didukung oleh individu, masyarakat, dan mereka-mereka yang berkiprah sebagai politisi, aparat pemerintah, profesional yang punya cita-cita mewujudkan kebaikan untuk bersama. Mereka  melihat dunia politik dan kehidupan bernegara dan  berbangsa adalah sebuah pengabdian untuk rakyat bagi  mewujudkan kesejahteraan bersama.

Roh kehidupan politik yang resah dan gelisah adalah suasana yang penuh konflik dan ketegangan. Individu yang ada dalam masyarakat maupun mereka yang menjabat di pemerintahan, yang bergerak sebagai politisi, bisnisman, cendekiawan, pendidik maupun agamawan dan lainnya, terjebak dalam kehidupan mencari kepuasan, baik dalam bentuk materi, jabatan, kekuasaan, dan kehidupan hedoninstik lahiriah maupun bersifat seksuil.

Roh kehidupan politik yang resah menciptakan kehidupan yang galau dan merisaukan. Hukum yang berlaku adalah  hukum kekuatan yang menjadikan seorang bertahan dan bisa menikmati kehidupan, sedangkan yang lemah dalam posisi terpinggirkan, bahkan bisa terzalimi dan tertindas. Dalam roh  kehidupan politik yang resah manusia bersikap tanpa pendirian, memiliki wajah ganda, bisa berubah-rubah atau hipokrit. Kehidupan penuh dengan suasana yang melahirkan perilaku kecurangan, ketidakjujuran, korupsi, sogok menyogok, semua demi mendapatkan dan menumpuk kekayaan maupun kekuasaan.

- Advertisement -

Roh kehidupan politik yang tenang dan nyaman dambaan setiap orang dan masyarakat.  Hanya dalam situasi yang seperti ini setiap orang bisa merasakan terbebas dari rasa takut, merasakan keadilan, diperlakukan sama di mata hukum. Namun, tidak mudah menciptakan orde yang ideal tersebut. Sejarah, rasanya lebih banyak diwarnai oleh manusia dengan banyak kepentingan dan keserakahan.

Kini dalam dunia politik kita dan kehidupan sosial terjadi kekisruhan, bagaikan benang kusut yang sulit diurai. Di tingkat elit sepertinya terjadi benturan pendapat dan perbedaan persepsi. Satu pihak di belahan pemerintah dan penguasa dan para pendukungnya menganggap apa yang sedang dikerjakan dan kebijakan yang dilakukan sebagai langkah yang benar dan tepat. Sedangkan di pihak lain, sekelompok masyarakat melakukan kritisi bahwa kebijakan yang dilaksanakan tidak menguntungkan rakyat dan orang banyak. Akibatnya, terjadilah pro-kontra, silang pendapat yang masing-masing bersikukuh dengan kebenaran yang diyakininya. Dua duanya mempertahankan pendiriannya dengan mati-matian.

Perbedaan pendapat di tingkat elit merembes ke masyarakat bawah, muncul.para pendukung yang berseteru dengan gigih. Dengan kemajuan teknologi komunikasi dan hadirnya medsos, konflik makin keras, saling tuding dan tuduh, caci maki tidak terhindari.  Ini kemudian melahirkan para buzzer, layaknya para perajurit yang saling serang. Akhirnya, masyarakat menjadi  terbelah, elit intelektual demikian pula, termasuk bahkan media, punya kecenderungan berpihak.

Inilah yang saat ini mewarnai roh kehidupan politik, kehidupan bernegara, kehidupan berbangsa dan bermasyarakat kita. Keutuhan dan persatuan bangsa kita  sedang tercabik dan goyah. Bahwa hal ini  akan sangat berbahaya ke depannya, tidak banyak yang menyadari, padahal dua ancaman serius juga sedang kita hadapi, dan belum ada tanda-tanda bisa kita atasi, yaitu ancaman covid 19 dan keterpurukan ekonomi yang sekarang membebani kehidupan masyarakat Indonesia.

Adakah jalan keluar dari situasi yang runyam ini? Pertanyaannnya harus dikembalikan kepada akar masalah, kepada dasar persoalan, yaitu manusianya. Sistem memang bisa dibuat dengan baik, tapi bila manusianya memiliki mental yang rusak,  maka sistem akan tetap disiasati untuk dikelabuhi.

Manusia sekarang begitu berani memperturutkan egonya, merasa diri sendiri, kelompok, partai dan pikirannya yang paling benar. Manusia saat ini mengejar pangkat, kedudukan, harta dan kekuasaan sebagai tujuan utama dalam hidup. Jika ada yang menghalangi atau menggoyahkan apa yang telah dimilikinya akan dilawan dengan segala cara. Tidak peduli kalau itu bertentangan dengan kemanusiaan atau melawan hukum. Manusia beranggapan bahwa dalam demokrasi pertanggungjawaban hanya diberikan kepada manusia, dan itu tidak masalah kalau disalahgunakan. Karena itulah dalam pemerintahan demokrasi bila terjadi ketidakadilan dan  belum tercapainya kesejahteraan, dianggap hal.yang biasa dan tidak berdosa.

Dalam hal ini roh kehidupan politik yang perlu dikembangkan adalah tidak semata bertanggungjawab  pada manusia, namun juga merasa bertanggungjawab kepada Allah. Bahwa, sesungguhnya kekuasaan itu juga milik Allah yang dipinjamkan kepada manusia. Sebab itu, menjalankan kekuasaan itu harus sesuai dengan amanah yang diberikan-Nya.Tidak boleh berlawanan dengan norma-norma dan ketentuan Allah. Dan, kekuasaan itu akan dipertanggungjawabkan kepada Allah. Jika digunakan menyimpang dari ketentuan-Nya akan mendapatkan siksa yang sangat berat.

Arfendi Arif, peminat masalah sosial-politik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here