Petta Besse Idalatikka Bernama Asli Petta Besse Zaenab

0
485
- Advertisement -

Catatan Andi Wahida Tuan Guru Sulaiman

Dahulu di pusat kerajaan Wajo di Tosora sekarang Desa Tosora, Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan sekitar abad ke-18 sekitar tahun 1898 saat Kerajaan Wajo menghadapi NICA dan sekutunya saat La Passamula mengundurkan dari tahun 1897. Setelah itu pecah perang dahsyat di Tosora dan dikenang hingga kini Rumpa’na Tosora oleh turunan Puang La Bacoafi.

Di situ dikenal seorang putri yang sangat cantik bernama Petta Besse Idalatikka atau Petta Besse Zaenab yang ikut bergabung pada perang tersebut.

Petta Besse Idalatikka nama aslinya Petta Besse Zaenab, merupakan istri Arungnge La Muhammadong.

Di berbagai cerita yang berkembang Petta Besse Zaenab ikut juga berperang melawan penjajah dan sekutunya, membantu suaminya Arungnge La Muhammadong.

Para putri bangsawan di masa itu kebanyakan menenun dan disaat perang alat tenun walida dijadikan senjata dalam medan perang disamping membawa kawali, keduanya sebagai senjata andalan yang disertakan sambil menunggang kuda.

- Advertisement -

Dengan membawa walida dan kawali, perempuan – perempuan bangsawan Bugis yang ikut terjun ke medan peperangan akan menjelma menjadi singa betina dan tak jarang menjadi ujung tombak di sayap – sayap inti Akkarungeng lili di Kerajaan Wajo.

Pada masa terjadi perang di Tosora Petta Besse Zaenab dan suaminya ditempatkan di Benteng TanaE di Lece -leceng sebagai pertahanan terdepan.

Silsilah Petta Besse Idalatikka atau Petta Besse Zaenab.

Petta Besse Idalatikka / Petta Besse Zaenab menikah dengan Arungnge La Muhammadong lahir Besse Putiri. Besse Putiri menikah dengan As Sayyid Usman / Yahya lahir As Sayyid Umar / As Sayyid Ahmad. As Sayyid Umar / As Sayyid Ahmad menikah 4x mempunyai 11 putra putri.

Jadi Petta Besse Idalatikka ini juga salah satu pejuang wanita yang ikut mengangkat senjata melawan NICA / Belanda dan sekutunya sampai titik darah penghabisan. Tosora menjadi lautan api tak berbekas, semua dibakar, mayat bergelimpangan dari Benteng terdepan Lece -lecengnge hingga Wajo- Wajo.

Wajo waktu itu dikelilingi oleh paya-paya. Dengan menunggang kuda beliau Petta Besse Idalatikka / Petta Besse Zaenab memimpin pasukannya. Dia meninggal diatas Benteng akhirnya menjadi tempat bersemayamnya sebagai penghormatan terakhirnya (lihat foto makam di muka).

Hanya itu cerita rakyat yang turun temurun yang saya dengar dari orang tua. Makam itu kemudian dikeramatkan lebih-lebih karena nisannya dari Kayu dan tidak pernah lapuk, apalagi dikisahkan bahwa dulu tumbuh sebuah pohon yang ditengahnya ada lobang dan air selalu menetes, oleh masyarakat di Tosora menganggapnya air mujarab dan siapa yang membasuhkan mukanya ia niscaya awet muda.

Dulu ada istri bupati yang pernah mencobanya tapi saya rahasiakan. Alkisah makam itu dikunjungi oleh banyak orang.

Terkenal dan dijadikan orang tempat meminta berkah alias massio-ssio , karena masyarakat Tosora tidak suka dan dianggap syirik. Kenapa tidak meminta kepada pada Tuhan? Akhirnya pohon tersebut ditebang, dan apa hetangan yang terjadi ?

Dengan sendirinya Nisan Petta Besse Idalatikka lambat laun mengering, ternyata air yang berasal dari pohon tersebut yang menyebabkan nisan kayu tersebut selalu basah. Nisan kayu itu terukir indah. Sayangnya tidak terurus, sudah lapuk bahkan sudah berserakan. Menjadi cagar budaya tetapi tidak terpelihara.

Petta Besse Idalatikka ini menurut cerita sangat cantik, keturunannya juga cantik-cantik. Hanya itu yang dituturkan oleh keluarga dan ayahanda H. Sulaiman / La Mappabengnga yang juga merupakan sepupu dua kali As Sayyid Umar, selanjutnya pada idi silessureng siapa tau engka ceritana akki lontara nataroe Puang Neneta apa idi nanre maneng api.

Salama Tapada Salama
Sidoarjo, 13 Agustus 2015 Pukul 12.10.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here