New York, Kota Dunia yang Tak Pernah Tidur

0
561
- Advertisement -

Catatan Ilham Bintang

Tiba di New York pukul 23.30 malam (waktu setempat) dari Pocono, disambut kemacetan lalu lintas. Ada apa, padahal ini tengah malam?

Perlu waktu extra untuk sampai di tujuan, di Manhattan, 44th street. ” Inilah New York yang never sleep,” ucap Ade Ilyas, diaspora asal Medan yang sudah lebih 30 tahun menetap di New York. Iya, kami semobil dengan Ade malam itu dari Pocono, rumah Ernasari Glickman diaspora Indonesia, juga asal Medan.

Seperti juga di Jakarta

Sebelum sampai di hotel kami menyaksikan terjadi beberapa kali cekcok mulut dan perang klakson antar pengendara mobil yang berebut jalan. Persis juga seperti di Jakarta.

- Advertisement -

“Shitt,” serapah JJ yang mengemudikan mobil sembari menginjak rem secara mendadak. Membuat mobil berguncang dan mengeluarkan bunyi akibat pengereman itu.

Kejadiannya dipicu pengemudi sedan di depannya yang tetiba memutar balik kendaraannya yang semula sudah berbelok ke kiri. Sekejap saja memicu riuh lengkingan bunyi klakson malam itu.

“Biasa ini, pulang kerja di hari weekend, merasa sudah bebas dari tekanan pekerjaan,” sambung Ade lagi. Kejadian tersebut syukurlah tidak berbuntut panjang Jumat (10/2) malam itu.

Sebentar. Kita cerita dulu mengenai Pocono, daerah pegunungan dengan pemandangan lereng bukit – bukitnya yang indah. Pegunungan Pocono berada di Pennsylvania. Sudah lama menjadi tujuan para wisatawan yang ingin bersantai.

Resor paling awal dibuka di sana pada awal 1900-an. Terkenal dengan teater dan ski—dan kini menawarkan resor mulai dari yang terjangkau hingga eksklusif.

Pocono sudah terkenal sebagai tempat berlibur sejak tahun 1920-an.
Di kawasan ini bertebaran villa-villa pribadi dengan ukuran luas. Pocono berjarak 1,5 jam naik mobil dari New York. Karena di daerah pegunungan salju pun cepat turun di sini. Dinginnya minta ampun, ditambah embusan angin yang kencang membuat badan terasa menggigil. Tapi JJ sempat main Snowboard di sana.

Ernasari dan suaminya, Glickman, programmer komputer, sedang membangun rumah baru di atas tanah seluas 5000 m2. Villa tiga lantai, sekitar 8 ruangan, termasuk empat kamar tidur. Glickman dan Ernasari menahan kami menginap di rumah barunya malam itu. Namun, kami sudah dua malam meninggalkan New York, anak menantu sudah menunggu. Padahal, suami istri bahagia itu sudah sempat menghibur kami dengan memainkan grand piano menyanyikan lagu-lagu klasik “My Way” dan ” Let It Be Me” dari The Bee Gees.

Dibangun dengan Tenaga Sendiri

Ruang kerja Glickman terletak di basement yang sementara menjadi akses masuk rumahnya. Banyak layar komputer di ruangan itu serta alat alat kerjanya masih bertebaran, belum ditata.

“Masih berfungsi sebagai bunker, ” kata Glickman sambil tertawa kecil.

Saat ini rumah atau villa itu dalam tahap finishing. Yang menarik, pembangunan detil – detilnya dikerjakan berdua oleh Ernasari dan Glickman. Dengan begitu, alasannya, hasilnya semua detailnya bisa teliti.

Ernasari memperlihatkan plafon dan dinding rumahnya yang dicat dengan tenaga dia sendiri. Memang rapi. Menurut ceritanya, mereka memang selalu begitu. Selalu membeli rumah tua lalu direnovasi. Rumahnya di Baltimore dimana kami menginap dua malam (9-10 Februari), juga asalnya dari rumah tua yang dia bangun kembali, dan ditukangi oleh mereka berdua.

Ernasari datang ke Amerika tahun 1991, ikut suami, Bobby, blasteran Indonesia – Filipina. Namun, baru setahun tinggal di New York, Bobby meninggal di usia muda, 30 tahun, karena kanker. Meninggalkan Ernasari dan dua anak, Jonathan dan Jasen yang masih kecil- kecil.

“Waktu itu hidup seperti menghadapi kiamat. Saya ditinggal suami dengan dua anak di kota yang baru saja kami datang,” kenang Ernasari.

Dua tahun kemudian, dia menikah dengan Joshua Glickman. Dari perkawinan itu mereka mendapatkan seorang anak bernama Denny (23 tahun). Karena semua anak-anaknya telah hidup mandiri, membuat mereka leluasa dan punya waktu banyak untuk diisi dengan berbagai aktivitas.

22 Juta Penduduk

Kembali ke New York kota yang dijuluki tidak pernah tidur. Seperti itu yang digambarkan dalam lirik lagu “New York, New York ” yang sangat terkenal lewat suara merdu Frank Sinatra.

“… Saya ingin menjadi bagian dari itu…
New York, New York
Sepatu gelandangan ini
Mereka rindu untuk tersesat
Tepat di jantungnya
New York, New York
Saya ingin bangun di kota
yang tidak pernah tidur
Terserah kamu
New York, New York
New York, New York
Saya ingin bangun di kota
Itu tidak tidur… “

Wikipedia menulis, New York City adalah kota terpadat di Amerika Serikat. Juga pusat wilayah metropolitan New York yang merupakan salah satu wilayah metropolitan terpadat di dunia. Sebagai kota global terdepan, New York memberi pengaruh besar terhadap perdagangan, keuangan, media, budaya, seni, mode, riset, penelitian dan hiburan dunia. Markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB) juga berada di kota ini. Menjadikan New York sebagai pusat hubungan internasional yang penting.

New York terletak di pelabuhan alami besar di pantai Atlantik Amerika Serikat Timur Laut. Kota ini terdiri dari lima wilayah : The Bronx, Brooklyn, Manhattan, Queens, dan Staten Island. Jumlah penduduknya terbesar di Amerika Serikat, sekitar 19.1 juta jiwa memadati wilayah seluas 6.720 mil persegi (17.400 km2). Kalau Wilayah Statistik Gabungan yang mencakup wilayah metropolitan New York raya berisi 22.2 juta jiwa pada perhitungan sensus 2009.

New York awalnya didirikan sebagai sebuah pos dagang komersial oleh Belanda pada tahun 1624. Permukiman ini dinamai “Amsterdam Baru” hingga 1664 ketika koloni ini sudah beralih di bawah kekuasaan Inggris. New York berperan sebagai ibu kota Amerika Serikat pada tahun 1785 hingga 1790. Banyak ikon New York yang dikenal seluruh dunia. Seperti Patung Liberty yang menyambut jutaan imigran ketika mereka datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke 20.

Lalu Times Square yang dijuluki sebagai “The Crossroads of the World” (Perlintasan Dunia). Paling banyak dikunjungi turis dan warga New York sendiri. Barusan saja kami ke sana ambil foto. Sangat meriah dengan pelbagai atraksi pengunjung.
Tidak sah Anda ke New York jika tak ke Times Square. Times Square adalah nama persimpangan jalan utama di Manhattan, New York City. Persimpangan tempat bertemunya jalan Broadway dan Seventh Avenue, dan mencakup kawasan antara West 42nd hingga West 47th Street.

Kawasan di sekeliling Times Square yang disebut Theatre District mencakup blok-blok dari timur ke barat antara Sixth Avenue dan Eighth Avenue, serta antara West 40th dan West 53rd Street dari utara ke selatan. Kawasan ini merupakan bagian sebelah barat dari distrik bisnis dan perdagangan yang disebut Midtown Manhattan.

Sedangkan Teater Broadway yang penuh cahaya, salah satu perlintasan pejalan kaki tersibuk di dunia, dan sebuah pusat industri hiburan besar dunia. Dilengkapi Wall Street di Lower Manhattan, New York City bersaing dengan London sebagai ibu kota keuangan dunia yang merupakan rumah bagi Bursa Saham New York, bursa saham terbesar di dunia menurut kapitalisasi pasar perusahaan yang terdaftar di sana.

Pecinan asli di Manhattan menarik banyak wisatawan ke pinggiran jalan dan pertokoannya yang sibuk. Sekolah dan universitas kelas dunia seperti Universitas Columbia dan Universitas New York juga terdapat di New York City.

Di New York diaspora kita banyak.
Terutama di Queens. Beberapa masjid di sana dibangun oleh komunitas Indonesia, seperti Masjid Al Hikmah dan Masjid Amir Mumin, milik Amir Samaila pengusaha konstruksi asal Sulawesi Selatan.

JJ (Joerce Junior) adalah putra sulung pasangan Joerce Ilyas asal Sumatera Barat dan Heryani Ilyas yang akrab disapa Ade Ilyas, asal Sumatera Utara. Joerce Ilyas dan Ade migran di New York 35 tahun lalu. Ade dan JJ inilah yang berbaik hati menemani kami kemana – mana selama di Amerika.

Kami sudah seperti keluarga. Sepuluh tahun lalu ketika berkunjung ke New York, keluarga Ilyas ini juga yang mengantar kami selama di New York. Saya menaruh hormat pada keluarga Ilyas dan para diaspora lainnya. Mereka telah menunjukkan kecintaan kepada kehidupan, dan atas nama itu mereka bertarung “merebutnya” sampai jauh ke Amerika Serikat yang kehidupannya sangat keras. Setelah mendrop kami di hotel, JJ dan Ade pamit kembali ke rumahnya di Queens tengah malam itu. Good night fighter. Selamat tidur pejuang.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here