Menanti Rebound Industri Maritim Indonesia Timur

0
921

Kolom Dr. Winardi, M.Si

Beberapa hari yang lalu saya mengikuti Webtalk semacam webinar yang saat ini lagi digandrungi hampir semua kalangan di masa pandemi Covid-19. Webtalk tersebut membahas  topik “Quo Vadis Sumber Daya Maritim Indonesia Timur di  Era Covid-19”.

Webtalk tersebut mendaulat pembicara hebat dari akademisi, birokrat, dan legislator DPR RI. Topik webtalk tersebut membuat saya bertanya, ada apa dengan sumber daya maritim Indonesia Timur. Terlepas dari pertanyaan tersebut, saya merasa bersyukur  karena ada banyak gagasan, konsep, ide, saran, terobosan konstruktif yang digaungkan di forum via daring tersebut demi mengoptimalkan potensi sumber daya maritim Indonesia Bagian Timur.

Sumber daya maritim kita sangat besar mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan yang wilayahnya didominasi oleh laut (77%) atau 6,4 juta km2 adalah luas laut dan memiliki panjang pantai terpanjang kedua setelah Kanada yaitu 108.000 km. Berbicara potensi sumber daya maritim, Indonesia Bagian Timur memiliki potensi yang lebih besar dibanding Indonesia Bagian Barat. Namun miris bila dilihat distribusi perekonomian Indonesia Bagian Barat (Sumatera dan Jawa) berkontribusi 80,15% berbanding 19,85% (Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua). Potret ini pertanda nyata bahwa ada yang kurang tepat dalam tata kelola sumber daya di Indonesia Timur, tidak terkecuali sumber daya maritim.

Sumber daya maritim tidak hanya berbicara soal potensi ikan dan laut, tapi cakupannya jauh lebih luas melebihi luasnya laut itu sendiri. Di samping aktivitas penangkapan dan budidaya perikanan, aktivitas yang dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar bisa didorong baik dari aspek industri maritim, jasa logistik kepelabuhanan, jasa pelayaran maupun dari aktivitas pariwisata.

Industri berbasis maritim antara lain industri pengolahan hasil laut, industri perkapalan, industri komponen kapal dan perawatan kapal.  Jasa logistik meliputi aktivitas mendukung aktivitas ekspor-impor, bongkar muat dan jasa angkutan kapal. Aktivitas di sektor pariwisata bahari juga potensial dikembangkan seperti wisata pantai dan wisata bawah laut.

Potensi sumber daya maritim tersebut, hanya sekitar 8 persen yang baru dimanfaatkan (Kontan, 8 Nopember 2019). Apabila potensi tersebut bisa dioptimalkan dengan tata kelola yang baik, bisa dibayangkan betapa besarnya konstribusi sektor maritim kita terhadap pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat. Pada suatu Webinar, Rokhmin Dahuri menggambarkan estimasi nilai ekonomi dari sektor ekonomi maritim Indonesia yaitu sekitar USD 1.338 Milyar/tahun. Bila dirupiahkan dengan kurs Rp. 14.000/dollar sekitar Rp. 18.732 Trilliun, sungguh ini nilai yang amat sangat besar.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana strategi dan arah kebijakan pengembangan potensi sumber daya maritim khususnya terkait dengan industri maritim agar potensinya dapat dioptimalkan sebesar-besarnya untuk rakyat? Ada banyak strategi yang dapat ditempuh seperti yang dituangkan dalam RPJMN 2020-2024 terkait strategi peningkatan pengelolaan kemaritiman, perikanan dan kelautan.

Namun, kenapa di sektor martim sangat jarang diwacanakan pembangunan kawasan industri perikanan terpadu. Padahal kita punya potensi sumber daya maritim yang luar biasa, punya setidaknya 538 Pelabuhan Perikanan yang tersebar Indonesia, tetapi kurang diperhatikan bagaimana menciptakan nilai tambah yang berpuluh-puluh kali lipat dari hasil perikanan dan laut tersebut. Belum lagi dipikirkan dimana lokasi yang tepat untuk mengolah hasil perikanan dan laut tersebut untuk skala industri menengah besar.

Jangan sampai sumber daya maritim Indonesia Timur terus dikirim dan diolah di wilayah lain bahkan di Luar Negeri, tapi setelah diolah menjadi barang setengah jadi dan barang jadi kembali ke Indonesia Timur. Ini yang perlu menjadi perhatian serius agar nilai tambah dan multiplier efek dari pemanfaatan sumber daya maritim Indonesia Timur dapat dinikmati sebagian besar oleh masyarakat Indonesia Timur sendiri.

Berdasarkan kondisi tersebut, penyediaan lokasi pusat pemusatan kegiatan industri maritim di setiap kabupaten/kota di Indonesia Timur yang memiliki wilayah pesisir menjadi penting untuk diupayakan. Lokasi tersebut dapat berupa kawasan industri yang dikelola secara professional baik oleh BUMN/BUMD, swasta maupun koperasi. Kawasan industri tersebut harus terintegrasi dan terpadu artinya di dalamnya terdapat industri pengolahan hasil laut, industri perkapalan, sarana produksi, perumahan nelayan dan pembudidaya, lembaga-lembaga ekonomi, dan pelabuhan serta infrastruktur pendukung lainnya.

Model pengembangan kawasan industri perikanan terpadu tersebut merupakan model kolaborasi dan partisipatif yang melibatkan berbagai aktor ekonomi maritim. Model ini boleh dikatakan sedikit berbeda dengan model pengembangan kawasan industri lainnya dimana harus ada dulu industri pendorong (anchor tenant) yang memulai kemudian akan menarik industri-industri lainnya.

Pembangunan kawasan industri perikanan terpadu perlu segera diwujudkan mulai dari penyiapan regulasi, pemilihan lokasi, perencanaan, penyiapan lahan, pembangunan, penyiapan SDM dan promosi investasi. Kegiatan tersebut dapat dikoordinasikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing dengan melibatkan partisipasi dari pelaku usaha dan masyarakat.

Perlu komitmen masing-masing stakeholder tersebut pada tingkat frekuensi yang sama agar mimpi bersama mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia menjadi kenyataan. Apalagi pada masa pandemi Covid-19 saat ini, perlu segera dilakukan upaya-upaya kongkrit untuk merebut rantai pasok industri maritim dunia yang sedang vakum. Ini saatnya momentum yang tepat untuk me-rebound ekonomi maritim dengan memberdayakan potensi maritim demi mewujudkan penyebaran dan pemerataan ekonomi Indonesia. Semoga industri maritim Indonesia makin jaya.

Penulis adalah  ASN Kementerian Perindustrian RI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here