Memaknai HUT KKSS 12 November 1976 dan Pengorbanan 40.000 Jiwa 11 Desember 1946

0
772
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

DUA peristiwa penting bersejarah ini dalam memori kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan, bukan hanya sekadar menjadi peringatan ritual serimonial.

Apa arti dari itu dan bagaimana kita nemaknainya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mereka para leluhur kita itu lahir dan berkorban memberikan pengabdiannya kepada bumi pertiwi untuk kita anak cucu-cucunya.

Mereka berkorban untuk kita hidup meneruskan amanah perjuangan.

- Advertisement -

Memberikan pengabdian apa yang dimilikinya untuk bersama membangun kemaslahatan bagi rakyat, bangsa dan negara.

Paguyuban Sosial Budaya Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) pada 12 November 2021 berusia 45 tahun.

Sebuah paguyuban kekerabatan yang terikat secara emosional dan kultural dengan nilai-nilai budaya adat : pangadereng/ pangadakkang (perilaku terpuji yang saling menghormati dan memuliakan).

Peradaban ini yang perlu terus menerus dirawat dan diimplementasikan dalam kehidupan di era digital saat ini.

Dengan pemahaman inilah para Tetua pendahulu kita mewariskan pendirian organisasi KKSS lebih setengah abad lalu yang pendirinya tinggal H. Asrul Asis Taba.

Saat ini, KKSS telah berkembang begitu pesat berada di seluruh wilayah Nusantara dan beberapa kota di luar negeri, di Asia, Australia, Eropa, Amerika, Afrika dan Eropa.

Menjadi paguyuban kemasyarakatan yang modern berkontribusi aktif dalam pemerintahan dan pembangunan di daerah domisilinya.

Di mana jangkar di buang di situ perahu berlabuh yang disebutkan dalam lontarak papaseng ; Tegai Lepu ri Lejja Yonrai Paranru Sengereng …dan di situlah pula kehidupan dibangun.

Disebut pula oleh urang Minang, etnis perantau bahwa Di Mana Bumi Dipijak Di Situ Langit Dijunjung.

Pengorbanan 40.000 Jiwa Rakyat

KITA perlu memahaminya makna dari peringatan pengorbanan rakyat di Sulawesi Selatan yang begitu patriotik dalan mempertahankan arti Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Mereka dibantai karena kesetiaannya yang kukuh merahasiakan keberadaan para pejuang kemerdekaan bangsa, toddo puli temmalara/kesetiaan pada keyakinan tak tergoyahkan sekalipun jiwa menjadi taruhannya.

Kata pengorbanan ini dikemukakan oleh Ahmad Nurhani, pendiri KKSS untuk mempertegas bahwa kematian dengan korban jiwa rakyat adalah sebuah prinsip wujud Pesse/Pacce dari kesetiaan rakyat yang tak berdaya menghadapi kekuatan militer bersenjata R. Westerling, pasukan bayaran Belanda.

Untuk mendapatkan gambaran patriotisme dari para pejuang ini, sebaiknya menghadirkan Andi Tenrisau Sapada, cucu pejuang Andi Makkasau yang berbasis di Parepare dan sekitarnya.

Aspar Paturusi dan Doktor Najamuddin Lawing putra kandung yang ayahnya menjadi korban keganasan biadab itu.

Lalu apa kompensasi dari semua itu.

Sekurang kurangnya ada dalam bentuk kesetaraan pembangunan fisik kesejahteraan dan sumber daya manusia unggul yang terseleksi dalam posisi kepemimpinan nasional.

Gubuk Pojok Sukatani Bekasi, 10 November 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here