Melepas Penat di Hutan Mangrove Lantebung Makassar

0
3496

PINISI.co.id, Jakarta — Masih banyak yang belum tahu kalau di Makassar terdapat tempat wisata hutan bakau (mangrove). Selama ini memang yang paling ikonik di kota itu adalah pantai Losari, selain benteng Rotterdam, atau pelabuhan perahu Paotere.

Berwisata saat ini sudah merupakan kebutuhan. Bukan saja berlaku bagi kaum milineal, akan tetapi semua lapisan umur senang berwisata, apalagi jika banyak spot foto yang menarik di situ. Pengaruh telepon pintar yang memiliki kamera serba guna mendorong orang senang berswafoto.

Nah, di Kampung Lantebung, Kelurahan Bira, Tamalanrea, di sinilah hutan mangrove itu berada. Orang bebas melakukan swafoto dengan latar hutan mangrove yang menghijau, laut lepas, dan langit yang membiru. Udara pantai yang segar membuat pengunjung bisa menghirup oksigen gratis dan tubuh terasa  nyaman.

Tampilan kawasan hutan mangrove yang berada di sisi utara Kota Makassar itu juga jauh lebih indah dari sebelumnya, karena sudah dibangun jembatan setapak dari kayu di antara tanaman mangrove yang dicat warna warni.

Jembatan tersebut berfungsi sebagai dermaga — tempat perahu-perahu nelayan ditambatkan. Panjangnya sekitar 270 meter dari bibir pantai menuju laut. Sementara tanaman bakau baru memenuhi lahan dari bibir pantai ke arah lautan sejauh 150-170 meter. Jembatan setapat dari kayu ini dilengkapi dua pondokan kecil sebagai tempat istirahat. Satu di antara pondokan ini juga berfungsi sebagai pusat informasi.

Dulu saat tiba musim hujan, angin barat juga bertiup kencang sekali membuat ombak tinggi dan pasang hingga masuk ke permukiman warga. Air laut merendam rumah warga sampai satu meter tingginya. Belum lagi tiupan angin itu juga mengancam rumah-rumah warga yang dulu rata-rata rumah panggung. Tapi sekarang sudah aman karena air laut dan angin tertahan hutan mangrove.

Belasan tahun silam, magrove di sini hanya seluas 15 x 997 meter persegi. Itu terjadi karena dibabat sendiri oleh warga. Mereka menebang pohon-pohon mangrove atau bakau itu untuk dijual atau sekadar jadi kayu bakar. Alhasil serangan angin barat setiap tahun mengancam, bahkan pendapatan jadi menurun karena kepiting  rajungan yang juga menjadi sumber penghasilan ikut menurun lantaran mangrove yang jadi kandang mereka punah.

Kini kawasan mangrove dihijaukan kembali. Perlahan-lahan kesadaran warga mulai tumbuh, tidak lagi menebang kemudian melakukan penanaman kembali sejak tahun 2006 lalu. Kini luasan mangrove sudah capai 12 hektar dan kepiting-kepiting pun kembali berkembang dengan baik.

Meski kawasan mangrove luasan hutannya masih kecil dan belum ada jalan-jalan setapat kayu meliuk-liuk membelah himpitan tanaman mangrove, namun tidak mengurangi antusiasme pengunjung datang ke situ. 

Setiap orang dikenakan bayaran  Rp 2 ribu per orang. Kemudian sewa kapal untuk mengelilingi hutan dikenakan tarik Rp 30 ribu per trip maksimal 4 orang. Untuk sewa pondok atau gazebonya bagi kelompok yang gunakan untuk rapat atau semacamnya sebesar Rp 150 ribu. Disediakan juga fasilitas satu kali makan menu serba kepiting Rp 500 ribu untuk 10 orang.

Dan kini Lantebung perlahan-lahan mulai dilirik warga sebagai lokasi alternatif berwisata murah. (Lippo).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here