Lapanrita Dg Rau, Guru Mengaji dan Pejuang yang Dikenang Muridnya

0
660
Murid-murid Lapanrita Daeng Rau.
- Advertisement -

PINISI.co.id-Nama Lapanrita Dg Rau, terus menjadi jejak di Dusun Borongkanang Desa Bontolangkasa Selatan, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang menjadi kisah di mata masyarakat.

Hal ini disampaikan Hamzah Dg Tompo (71), yang juga warga asli Bontolangkasa, mengenang masa lalu seorang guru mengaji yang penuh fenomenal.

Menurut  Hamzah, nama Lapanrita Dg. Rau cukup kental dalam penyebaran agama Islam. “Saya ini adalah salah satu santri Lapanrita Dg Rau, yang melihat langsung kami diajar mengaji,” katanya sambil mengenang masa lalu.

Hamzah menuturkan bahwa tahun 1960 melihat sosok guru yang sangat baik, bahwa dia sering dibelikan baju celana hingga buku sekolah untuk melanjutkan pendidikan.

“Lapanrita seorang pedagang, dan saya selalu menemani beliau menjual barang di pasar dengan cara berjalan kaki, bahkan pada saat menjelang lebaran saya dibelikan perlengkapan sekolah hingga baju baru menjelang lebaran,” katanya, Sabtu (8/8/2020).

- Advertisement -

Jejak ini menjadi sejarah silam di tengah masyarakat, apalagi sosok Lapanrita berasal dari Sengkang hijrah ke tanah Bontolangkasa. Sejak dulu nama Lapanrita yang juga tokoh agama, veteran pejuang, hingga sosok yang sangat bersahaja masih tersimpan rapat di hati para santri hingga masyarakat.

“Pertama kali Lapanrita Dg Rau, tinggal di samping rumah saya dan membuat sebuah tempat untuk berjualan dan tinggal bersama istrinya,” cetus H. Zainal Daeng Sila yang juga warga Borongkanang Desa Bontolangkasa.

Dg Sila juga salah satu santri Lapanrita Dg Rau, menilai sosok gurunya ini sangat bersahaja bahkan mengajarkan para muridnya agar taat kepada orang tua.

“Sebelum mengaji kami harus mengangkat air dan menyapu dan membersihkan halaman tempat kami mengaji di bawah kolong rumah Lapanrita. Ini menjadi kebiasaan,” tuturnya saat memperaktekan saat mengambil air.

Cara mengaji yang diajarkan Lapanrita pun tidak seperti saat ini kerena, konsep mengaji saat ini penuh hapalan.

“Kami mengaji cara ma’lagu sehingga mudah dipahami dan diingat sampai saat ini, belum lagi kami juga mengingat apa yang diajarkan hingga saat ini,” imbuhnya.

Santri yang diajar Lapanrita mencapai 50 orang, dan murid yang diajar biasa mencapai dua tahun untuk bisa lulus mengaji, hingga diwajibkan membawa kelapa dan gula merah sebagai wujud kesyukuran. (Ar/tim/mitrasulawesi.id)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here