Kisah Haru, Ony Jafar Hafsah Selamat dari Cengkeraman Covid-19

1
2110
Ony Jafar Hafsah.
- Advertisement -

PINISI.co.d- Pandemi semesta Covid-19 sudah menelan 12.734 korban jiwa dan sampai Selasa 20 Oktober 2020, sudah 368.842 orang yang positif. Sejumlah warga KKSS di berbagai daerah terinfeksi virus korona jenis baru ini, bahkan ada yang meninggal.    

Alhamdulilah, banyak pula warga KKSS yang sembuh dari Covod-19. Salah satunya Ony Jafar Hafsah, istri Ketua Dewan Pakar KKSS Dr.Ir H. Jafar Hafsah.

Berikut ini Ony Jafar mengisahkan perjuangannya melawan virus mematikan ini. Ony menganggap ini sebagai ujian Allah yang bisa  dilewatinya dengan selamat.

Begini kisahnya:

Bermula saya dijangkiti demam pada Selasa  malam, 8 September hingga Rabu dan Kamis. Hari Minggu siang saya sudah sempat main tenis.

- Advertisement -

Siang hari itu juga, Mirdal, suami almarhumah ananda Ika mengirim kan saya swab cepat semacam rapid. Di situ saya kelihatan reaktif. Keesokan harinya, Senin 14 September, suami menyarankan untuk  melakukan Swab PCR mandiri, sebanyak 15 orang, termasuk suami, anak-anak, cucu dan beberapa asisten.

Hanya sehari, hasilnya keluar. Dan  alamak, saya kaget tak percaya,  saya dinyatakan  positif Covid-19. Hati saya tak keruan, disertai pikiran berkecamuk. Saya serta merta mengucapkan istigfar.   

Adapun putra saya, Farahnugraha M Jafar, disapa Aco, negatif, termasuk suami saya Pak Jafar Hafsah. 

Di hari  itu saya memang agak diare dan itulah salah satu tanda-tanda gejala ringan Covid-19. Sementara Aco digolongkan OTG (orang tanpa gejala). Heran, Aco kelihatan sehat-sehat saja dan tidak ada yang dirasakan. Dengan buru-buru kami mencari rumah sakit dan dapatnya di RSUI Depok. Kebetulan di sini masih ada kamar, sementara rumah sakit yang lain penuh.

Saya langsung masuk UGD, lalu memenuhi prosedur layanan seperti rontgen (toraks), periksa jantung, darah. Sejurus kemudian dokter menyarankan agar saya  harus dirawat, sebaliknya putra saya disarankan ISOMAN. Saya memohon agar kami berdua di RSUI saja dan syukurlah permintaan kami diterima. 

Mungkin karena faktor psikis kontan tekanan darah saya meninggi. Sementara diare saya juga belum sembuh benar.

Selama dua hari saya diinfus. Alhamdulillah, saya tidak memiliki gejala lain, cuma terkadang agak cemas dan dihantui pikiran yang tak tahu rimbanya. Karena itu, saya terus menyebut nama Allah dan memohon pengampunan dan pertolonganNya.

Didera rasa khawatir berlebihan tensi darah saya belum normal.

Pada hari ketiga, diare berhenti, infus sudah dilepas. Badan sudah lebih nyaman. Namun, di rumah sakit punya aturan: setiap hari suster datang tiga kali. Perawat menghampiri saya dengan pakaian laiknya astronot, mengenakan APD lengkap. Saya tidak bisa membedakan yang datang lelaki atau perempuan. Baru setelah berbicara, ketahuan ia pria atau wanita. Pelayanan mereka umumnya baik dan ramah.

Pertama-tama suster mengukur  tekanan darah, saturasi oksigen  dengan berbagai pertanyaan:

“Apakah Ibu sesak?”  

“Kadang merasa sesak,” jawabku.

“Coba  tarik napas,” pinta suster.

“Rasanya baik-baik saja.”

Tapi, tidak bisa disangkal bahwa saya diliputi kecemasan. Sehingga imun tidak stabil.

Pada hari kelima, Aco di-Swab dan hasilnya negatif. Aco sudah harus pulang. Sementara saya di sini sendiri, dan tekanan darah mulai naik lagi. Parahnya, asam lambung saya juga kambuh.

Saya tidak bisa tidur. Malam terasa panjang. Saya lantas berdoa seraya menyebut nama-Nya.  Sulit menghindari stres. Saya merasa bahwa Covid-19 mungkin telah berkembang dalam tubuh saya. Imun tidak naik-naik. Saya pasrah saja, tapi ini manusiawi, sebab masih saja sesekali perasaan diintai maut.

Hiburan satu-satunya, saya masih dapat berkomunikasi dengan keluarga lewat WA.

Banyak sekali WA berdatangan, dari anak-anak, suami yang selalu video call, ustadz saya dan para sahabat-sahabat. Mereka semua mendoakan. Saya merasa mendapat amunisi dan penuh semangat. Akhirnya saya benar-benar pasrah belaka.

Maka dzikir dan mengaji senantiasa saya daraskan. Terus mengingat Allah bahwa ini qadarullah, mendengarkan murotal, bahwa segala sesuatu Allah pasti sudah tentukan. Saya merasa dilindungi, dan Allah sepertinya berada di dekatku dengan pertolongan-Nya.

Rasa cemasku raib begitu saja, terganti dengan rasa plong. Apalagi saya selalu mendapat dukungan, terutama dari suami dan anak-anak yang selalu memberi semangat dan lantunan doa.  

“Pasien Covid-19 itu hanya 10% yang tidak bisa bertahan. Jadi kuncinya semangat,” saya bergumam.

Akhirnya mulai hari ke 8, saya sama sekali tidak merasakan  keluhan yang berat, tensi sudah mulai normal, asam lambung masih sesekali mencelat.

Pun berbagai macam obat yang harus diminum, berikut vitamin C, anti oksidan, membuatku lebih bergairah. Saya tersenyum sumringah.

Tak terasa sudah hari ke 13, dan tidak ada keluhan lagi. Alhamdulillah saya dibolehkan dokter pulang, dan menyarankan saya pada 14 hari betul harus ISOMAN (isolasi mandiri di rumah) dan saya patuhi.

Di rumah saya tetap mematuhi protokol kesehatan dengan ketat.  Menjaga jarak dengan semua penghui rumah. Jalanan ke pekarangan khusus disiapkan, makan juga sudah ada jalur penyajian, dan steril. Wajib disiplin memakai masker, walaupun sudah merasa sehat tetap patuh pada aturan.

Begitu juga cucian khusus mesin sendiri, tidak dicampur. Pokoknya di rumah  nyaman isolasi mandiri, tidak terkungkung, dan bisa olah raga ringan berjemur, dan efektif menaikkan imun.

Saya sebetulnya sudah merasa sehat, tapi imun saya turun lagi setelah mendengar kabar bahwa ibu saya menderita sakit, dan akhirnya dipanggil Sang Pencipta. Sungguh cobaan dari Allah buat saya, bahwa Allah  menguji saya tentu tidak melebihi kemampuan saya, dan untuk menaikkan  derajat saya di sisi-Nya. Aamiin ya Rabbal Aalamiin.

Ya Allah saya pasrah. Tidak ada daya upaya kami, semua ini terjadi atas izin-Mu, dan saya tahu ibunda saya orang baik, orang solehah. Banyak sekali pelajaran yang diberikan kepada kami, bagaimana beliau sangat suka membantu orang yang sangat membutuhkan, bagaimana Bunda selalu menyiapkan Jumat berkah.

Terakhir saya di Makassar, Bunda tidak lepas dengan puasa sunah, shalat malam dan mengaji. Itu semua memberikan pelajaran kepada kami anak-anaknya dan bagaimana Ibunda saya selalu mengirim oleh-oleh kepada anak-anak cucunya.

Insya Allah Budan saya Hj. Saleha binti Sume diampuni dosanya, diterima amal-amalnya dan ditempatkan di tempat yang terbaik di sisi Allah. Walaupun tidak melihat jasadnya, tapi lewat Zoom, seakan-akan kami bersama didetik-detik akhir hayatnya.

Inilah kebesaran Allah, bahwa kami ini hanya manusia tidak dapat berbuat sesuatu, walaupun fasilitas ada, kalau Allah tidak mengizinkan. Saya ikhlas tapi sebagai manusia sedih pasti, dan ini berpengaruh kepada imun saya, kembali turun. Di saat saya harus semangat…dan SEMANGAT.

Menurut dokter dan WHO, setelah 14 hari sejak dinyatakan Covid-19, dan tidak ada keluhan, walaupun positif, untuk menularkan sudah lemah, walaupun harus  tetap waspada dan yang paling berpotensi menularkan itu adalah di 1-7 hari, kadang tanpa gejala.

Alhamdulillah Wasyukurillah, semua bisa saya lewati dan akhirnya setelah kurang lebih 14 hari isolasi mandiri di rumah, saya Swab setelah mengikuti saran dokter dan saya dinyatakan negatif.

Sujud syukur kepada Allah saya lakukan bersama suami  tercinta, yang tidak lepas memberikan semangat kepada saya lewat video call, anak-anak dan mantu saya, cucu saya, dan keluarga besar saya, semua selalu memberikan semangat minimal tiga kali sehari. Mereka tidak lupa memasakkan makanan favorit saya.

Itulah Covid-19, penyakit yang diturunkan Allah, penyakit  agak aneh yang harusnya kalau sakit harusnya disayang, dipijit-pijit, ditengok, dan dihibur. Penyakit yang membikin kita sendiri terkurung dalam kamar.

Kita bisa ambil pelajaran bahwa di dunia saja bisa seperti ini di akhirat nanti nafsi-nafsi untuk mempertanggungjawabkan semua apa yang kita kerja di dunia. Suami saya selalu mengatakan bahwa kita sudah dilatih, mungkin pada akhirnya siapa yang duluan dipanggil Allah, kita akan sendiri dan ini sudah dilatih oleh Covid-19.

Jadi ini latihan menurut suami, tentu banyak lagi hikmah yang bisa dipetik dari pandemi ini.

Saya tidak sebutkan dimana saya tertular, tapi yang pasti ini Klaster Keluarga. Diduga sewaktu salah satu kakak saya meninggal dunia karena kanker, dan kita berkumpul,  mungkin di situ saya terdampak, mungkin ada OTG, kita tidak tahu siapa. Yang pasti ada beberapa keluarga saya yang terkena Covid-19. Dan alhamdulillah semua gejala ringan dan semua sudah membaik.

Terima kasih saya tak terhingga kepada tim medis (dokter, perawat, seluruh managemen RSUI, juga kepada keluarga besar, suami, anak, cucu, sahabat, tetangga, yang sudah memberikan support baik doa, moril dan material.

Saran saya tetap patuhi protokol Covid, pakai masker, cuci tangan, jaga jarak, buat aturan di rumah buat yang habis keluar wajib cuci tangan, ganti baju, kalau perlu mandi baru bergabung.

Dan  berdoa Insya Allah, Tuhan akan menolong kita, dan menjauhkan dari pandemi semesta ini.

Yang jelas, saya banyak menghirup minyak kayu putih, kumur betadin, dan semprot hidung dengan NHCL, juga berkumur air garam, serta menghirup air 3x lewat hidung selagi bangun tidur. Atau sebelum berwudhu, ini dari ustadz saya (kebiasaan yang dilakukan Rasulullah)

Sekiranya ada yang positif jangan panik, segera minta pertolongan dokter, atau hubungi puskesmas terdekat (Satgas Covi-19 terdekat). 

Juga terima kasih kepada pemerintah, betul-betul kalau terkena covid dan RS rujukan pemerintah tidak membayar alias gratis, walaupun kamar yang ditinggali adalah VVIP.

Saya yakin tidak ada daun yang jatuh semua sudah ditentukan oleh Allah SWT. (Lip)

1 COMMENT

  1. Masya Allah. Subhanallah. Alhamdulillah. Semoga ujian ini meningkatkan derajat Hj. Ony dan keluarga dihadapan Allah Azza wa Jalla. Allahumma Aamiin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here