Ketua Satgas Covid-19 Sulsel dr. Abdul Azis: Perlu Edukasi Lebih Intensif ke Warga dalam Penanganan Pandemi

0
1214
Ketua Satgas Covid-19 Sulawesi Selatan dr. Abdul Azis. (Foto Tribunnews.com).
- Advertisement -

PINISI.co.id- Masih ada sebagian warga masyarakat yang kurang memahami peran tenaga medis dalam penanganan Covid-19, khususnya di daerah Sulawesi Selatan. Bahkan tidak sedikit warga yang menolak dites cepat bahkan mengambil paksa jenazah yang terinfenksi virus korona baru. Hal itu, tidak lepas dari pola komunikasi dan kebijakan pemerintah yang kerap tidak konsisten terkait penanganan pandemi yang belum dapat diprediksi akhir masa wabah.  

Hal ini mengemuka dalam diskusi virtual “Suka Duka Menjadi Relawan Medis”, yang dihelat Literasi Sehat Indinesia (Lisan) bersama Lembaga Konsultasi Pembangunan Kesehatan (LK2PK), Komunitas Litersi Gizi (Koalizi), Yayasan Gema Sadar Gizi dan Departemen Kesehatan BPP KKSS, pada Senin (15/6/20).

Ketua Satgas Covid-19 Wilayah Sulsel dr. Abdul Azis, Sp.U, mengakui bahwa berbagai kendala bagi sukarelawan di antaranya kebijakan pemerintah kerap simpang siur sehingga dokter dan tenaga kesehatan menjadi korban dari kebijakan pemerintah yang menganggarkan biaya perawatan terhadap pasien Covid-19.

“Ini tidak dijelaskan dengan rinci, padahal di Makassar dana besar digunakan untuk membangun fasilitas kesehatan di rumah sakit pemerintah untuk penanganan Covid-19. Untuk tenanga kesehatan, sampai sekarang satu sen pun saya belum pernah lihat,” tanya Abdul heran.

Menanggapi pengambilan paksa jenazah, Azis mengatakan, masyarakat kurang memahami sehingga perlu dilakukan edukasi kepada mereka. “Sebaiknya melibatkan tokoh masyarakat, pemuka agama untuk bersama-sama mengedukasi warga,” saran Azis.

- Advertisement -

Terkait ketidakpercayaan segelintir orang terhadap tenaga kesehatan, Azis menyarankan untuk kita menunjukkan apa kerja kita, apa capaian yang telah kita lakukan, dan target apa yang akan kita lakukan sehingga menjadi bahan edukasi kepada masyarakat agar kita tetap dapat dipercaya oleh masyarakat.

Azis menyontohkan, selagi ia melihat ada orang sedang berkerumun, ia mampir seraya menyapa dan menemani bercakap-cakap sekalian mengedukasinya agar tetap mengikuti protokol kesehatan. Jadi perlu edukasi yang lebih intensif agar masyarakat mendapatkan pemahaman yang lebih baik.

Intinya, kata Azis, kehadiran pemerintah seharusnya ada untuk menenangkan masyarakat. Sehingga tidak menjadikan profesi tenaga kesehatan menjadi reaktif. “Media center sangat penting untuk dibuat dan menjadi sumber informasi, entah tentang target, capaian dan kinerja yang telah dilakukan oleh pemerintah sehingga masyarakat merasa terlibat menangani Covid-19.

Akan halnya tudingan terhadap tenaga kesehatan melakukan konspirasi dengan WHO, Azis menanggapi bahwa tenaga kesehatan juga terlalu reaktif, sehingga menjadikan provokasi menjadi lebih besar. Seharusnya, kata Azis, tenaga kesehatan tidak perlu terlalu reaktif. “Kalau kita reaktif, apalagi masyarakat pasti jauh lebih reaktif. Jadi kita harus melihat lebih jernih dan mengklarifikasi. Sebagai profesi medis, kita harus introspeksi diri.

Sebagai program untuk mememerangi penularan Covid-19, saat ini Satgas Covid-19 IDI Sulawesi Selatan membuat alur rumah sakit sesuai standar kementerian kesehatan dan WHO, sehingga masyarakat tidak tertular pandemi. “Untuk agenda atau program berikutnya kami akan membuat video dan flyer untuk mengedukasi masyarakat secara masif tentang Covid-19 serta apa sebenarnya yang disebut new normal life dan permasalahan kesehatan apa yang kemungkinan muncul pada penerapannya. [ Man ]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here