PINISI.co.id- Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Ady Indra Pawennari mengingatkan Polres Lingga, tidak tebang pilih dalam proses penegakan hukum. Ia mendukung tindakan tegas terhadap siapapun yang melanggar hukum, tapi harus profesional dan transparan.
“Kita ingatkan agar Polres Lingga bekerja profesional, transparan dan tidak tebang pilih dalam penegakan hukum. Jangan karena pelapornya Kepala Desa, polisi langsung bertindak cepat melakukan penahanan. Tapi, sebaliknya masyarakat kecil yang melapor malah terkesan diabaikan,” ungkap Ady usai menerima pengaduan dari keluarga empat orang warga KKSS Lingga yang ditahan Polres Lingga di Paviliun Nusantara, Tanjungpinang, Sabtu (10/5/2025).
Keempat warga KKSS Lingga yang ditahan Polres Lingga tersebut, masing-masing, Sudirman, Hamsari, Hernandi dan Mansyur. Mereka ditahan atas dugaan tindak pidana pengancaman pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 336 ayat (1) KUH Pidana yang terjadi pada tanggal 16 April 2025 di Desa Tinjul, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Kepri.
Berdasarkan penuturan keluarga para tersangka, kata Ady, peristiwa ini bermula saat Hernandi anak dari tersangka Sudirman pergi melihat tanah yang dibeli ayahnya dari almarhum Cameng pada tahun 2020 di Desa Tinjul pada hari Jumat, 07 Februari 2025 sekitar pukul 16.30 WIB dengan membawa parang dan tali rapiah. Tujuannya, ingin memasang patok tanda batas tanah ayahnya agar tidak diserobot orang lain.
Belum sempat melakukan pemasangan patok, lanjut Ady, tiba-tiba Hernandi didatangi Amrin, Kepala Desa Tinjul, Ali dan satu orang lagi yang tak dikenalnya dengan membawa senjata tajam jenis samurai. Hernandi dihalangi memasang patok dan diusir meninggalkan lokasi disertai ancaman menggunakan samurai dengan alasan tanah tersebut sudah dihibahkan almarhum Cameng kepada Pemerintah Desa Tinjul.
Peristiwa pengancaman tadi, sudah dilaporkan Hernandi ke Polsek Singkep Barat berdasarkan laporan informasi Nomor : B/02/II/2025, tanggal 10 Februari 2025. Tapi, tidak ada tindak lanjut. Merasa laporannya tak digubris, Hernandi bersama ayah dan pamannya kembali ke lokasi tanahnya pada tanggal 16 April 2025. Tujuannya untuk melakukan pematokan tanda batas.
“Nah, di situ mereka kaget. Karena tanah yang dibelinya dari almarhum Cameng seluas 5 hektar sudah rata dan ditanami kelapa sawit. Ratusan pohon karet tua yang tumbuh di atas tanah itu, juga sudah habis digusur oleh orang yang diduga suruhan Amrin, Kepala Desa Tinjul. Terjadilah perdebatan dan bentak-bentaan antara kelompok Hernandi dengan Amrin. Kedua pihak sama-sama membawa senjata tajam,” jelas Ady.
Selanjutnya, seminggu kemudian, sambung Ady, tepatnya pada tanggal 23 April 2025, Amrin membuat laporan polisi di Polres Lingga dan diterima dengan laporan polisi Nomor : LP/B/6/IV/2025/SPKT/Polres Lingga/Polda Kepulauan Riau atas dugaan tindak pidana pengancaman pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 336 ayat (1) KUH Pidana.
“Disinilah kelihatan sekali tebang pilihnya. Laporan Hernandi di Polsek Singkep Barat diterima dengan laporan informasi, sedangkan laporan Amrin di Polres Lingga diterima dengan laporan polisi. Begitu juga dengan pasal yang diterapkan. Laporan Hernandi diproses dengan pasal 335, sedangkan laporan Amrin diproses dengan pasal 336. Padahal, peristiwanya sama,” beber Ady.
Menyikapi pengaduan dari keempat warga KKSS Lingga ini, Pria peraih anugerah Pahlawan Inovasi Teknologi Tahun 2015 tersebut, mengaku segera berkomunikasi dengan pengurus KKSS Kepri dan Lingga yang membidangi hukum untuk memberikan pendampingan.
“Pada prinsipnya, kami hormat pada penegakan hukum yang tanpa pandang bulu. Tapi, kami akan uji penegakan hukum yang tebang pilih, tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Ini kan jelas sekali perbedaan perlakuannya. Laporan Hernandi sudah 3 bulan, tapi belum ada tersangka. Sementara laporan Amrin hanya butuh waktu 2 minggu, terlapor langsung ditahan,” pungkasnya. (Man)