Kepemimpinan Macca na Malempu dan Warani na Magetteng, Sebuah Inspirasi

0
1832
- Advertisement -

Kolom Dr. Muhammad Fahmi, ST, MSi

Istilah Macca na Malempu dan Warani na Magetteng penulis dapatkan Ketika hadir dalam acara Tasyakkuran 78 tahun Indonesia Merdeka yang berlangsung di aula serba guna Taman wisata Pasir Putih Sawangan Depok (milik Puang Syukur Sakka/ salah satu pengurus BPP KKSS) beberpa waktu lalu.

Acara tersebut, dihadiri langsung oleh Walikota Depok KH. Dr. Mohamad Idris, MA beserta Bunda Eli Farida, Ketua Umum BPP KKSS, H. Muchlis Patahna, SH, MKn, Ketua KKSS Kota Depok, Dr. Ridwan, Camat Sawangan Anwar Nasihin, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, para pengurus dan anggota KKSS yang bermukim di kota Depok.

Dalam sambutannya, Ketua Umum BPP KKSS Muchlis Patahna menyampaikan istilah yang begitu menginspirasi terkait sifat kepemimpinan masyarakat Bugis yaitu Macca na Malempu (cerdas dan jujur) dan Warani na Magetteng (berani dan tegas). Menurutnya, di masyarakat Bugis, cerdas atau pintar dikenal dengan istilah macca. Macca merupakan salah satu nilai dari siri’ na pesse yang penting. “Bahkan, macca merupakan salah satu syarat untuk menjadi seorang pemimpin. Untuk berperilaku, macca selalu disandingkan dengan lempu (macca na malempu), dimana lempu berarti jujur. Sehingga dalam bertindak, kecerdasan harus dibarengi dengan kejujuran,” urai Muchlis yang berprofesi sebagai notaris di Jakarta.

Muchlis menambahkan sifat kepemimpinan selanjutnya adalah Warani na Magetteng adalah dua sifat yang benar-benar harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar dapat menjalankan pemerintahan secara berwibawa. Sikap warani artinya berani, artinya tidak takut dengan siapapun kecuali terhadap Dewata Seuwae. Hanya Allah SWT yang ditakutinya. Yang lain tidak.

- Advertisement -

Warani lanjut Muchlis, mestilah diikuti dengan sikap getteng, sikap tegas, teguh dan konsisten. Warani menyiratkan kemandirian. Kemandirian untuk bertindak dan tidak dibawah bayang-bayang orang lain. Sifat warani berarti memiliki keyakinan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Memiliki karakter yang membedakannya dengan orang lain.

Memiliki keteguhan melaksanakan apa yang menurutnya baik. Apa yang menurut pengetahuannya yang terbaik akan dengan berani dilaksanakannya tanpa takut konsekuensinya. Tentu dengan pengetahuan yang luas akan menuntunnya memperoleh solusi terbaik. “Solusi yang mungkin pahit tetapi adalah yang terbaik dan ia berani mengambil langkah itu,” tegas Muchlis yang juga sebagai founder Pondok Pesantren Modern Darul Mukhlisin, Bandung, Jabar

Menanggapi apa yang disampaikan Ketum BPP KKSS tersebut, Wali Kota Depok Dr. KH. Mohamad Idris, MA sangat mengapresiasi filosofi sifat kepemimpinan masyarakat Bugis tersebut. Karena itu merupakan potensi ragam budaya yang dapat memperkaya khazanah intelektual kepemimpinan negeri ini.

“Sebenarnya apa yang disampaikan tersebut, merupakan implementasi yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dengan sifat kepemimpinan yang begitu populer kita kenal yaitu, Fathonah, Siddiq, Amanah dan Tabligh,” jelas Idris yang juga alumni Pondok pesantren Darussalam Gontor.

Rasulullah Muhammad SAW lanjut Idris, adalah contoh role model pemimpin yang ideal dan terbukti berhasil dalam kepemimpinannya. Dalam waktu kurang lebih 23 tahun, beliau berhasil merubah wajah Jazirah Arab yang amoral menuju masyarakat yang beradab dan berkemajuan.

Keberhasilan tersebut tidak lepas dari pribadi dan etos kerja Rasulullah. Beliau memiliki empat sifat yang melekat dalam dirinya yang dapat kita teladani dan implementasikan dalam kepemimpinan maupun karir. “Dalam catatan sejarah, sosok Nabi Muhammad SAW berperan tidak hanya sebagai pemimpin dalam satu hal saja. Perannya juga sebagai pemimpin yang dalam segi kehidupan politik, ekonomi, militer, maupun dakwah,” urai Idris yang meraih gelar doktor di Fakultas Syari’ah jurusan Tsaqofah Islamiyyah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Arab Saudi.

Dari referensi/literatur orangtua penulis yang juga merupakan salah satu masyarakat Bugis Karaeng Andi Nasiruddin Baso, menyampaikan bahwa kalimat “macca na malempu, warani na magetteng” merujuk kepada kompetensi seorang masyarkat Bugis yang sempurna. Olehnya itu, yang memiliki ke-empat sifat itulah yang layak diangkat menjadi pemimpin, atau leader.

Menurut Karaeng Baso, kepintaran (macca) haruslah dibarengi dengan kejujuran (lempu) oleh karena bunyi kalimatnya “macca na malempu” yang artinya pintar disertai kejujuran, bukan “macca, lempu” yang artinya “pintar, jujur”. “Inilah salah satu makna besarnya bahwa pemimpin itu bukan pintar saja tetapi juga harus disertai kejujuran, sebab kalo tidak ia bisa pintar dalam suatu urusan, tetapi jujurnya nanti.

Dalam kondisi ini pemimpin akan cenderung “majekkong” (curang), seorang yang mengaplikasikan kejujurannya untuk mempintari/mengakali orang,” ujar Karaeng Baso yang bermukim di Kabupaten Bulukumba Sulsel.

Sementara kata “warani na magetteng” dalam perspektifnya, kata warani digandengkan dengan getteng. maknanya adalah pemimpin itu harus berani mengambil tindakan yang menurut segala macam pertimbangan adalah membaikkan. Keberaniannya itu bukan temporer tetapi selalu dan terus menerus dipertahankan. Konsistensi pemimpin dalam menjalankan keberanian, dan tidak tergantung apa kemauan sesaat rakyatnya. Berani dan tetap dijalur kebenaran itulah intinya. Bukan berani sesaat kemudian mengabaikannya ketika kondisi berubah.

Ibarat benang, tambah Karaeng Baso, jika digetteng akan membentuk garis lurus. Ia tetap dijalan lurus. Tetap dijalan yang telah dipilihnya. Tidak berbalik atau menyimpang. Apa yang dengan berani diputuskannya akan dijalaninya dengan konsisten. Tidak terpengaruh dengan godaan. Dengan siapaun yang bakal melemahkannya.

Karena ia telah mengambil keputusan yang menurut pengetahuan luasnya adalah yang terbaik dan telah disampaikan dengan sejujur-jujurnya kepada siapapun yang mungkin terdampak keputusan itu tanpa kecuali. Meskipun ia akan ditolak dan akan cemooh. Tetapi dengan berani telah diputuskannya dan dengan konsisten akan dijalaninya.

Pada akhirnya filosofi sifat kepemimpinan dari masyarakat Bugis yaitu “Macca na Malempu” dan “Warani na Magetteng” dapat menjadi inspirasi dan referensi berharga bagi bangsa dan para pemimpinnya. Selain itu, keempat sifat tersebut terintegrasi dengan filosofi sifat kepemimpinan Rasulullah saw yaitu, Fathonah, Siddiq, Amanah dan Tabliq yang hingga kapanpun memberikan pengaruh. Pengaruhnya bukan hanya di Arab bahkan seluruh dunia, walaupun telah wafat. Seorang Michael Hart, seorang astrofisikawan Yahudi-Amerika menempatkan beliau sebagai peringkat pertama dari 100 orang paling berpengaruh di dunia dalam bukunya.

Penulis Buku Cita-Citaku Jadi Presiden

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here