Kepeloporan AS dan Hari Internasional Anti Islamaphobia

0
697
- Advertisement -

Kolom Hafid Abbas

Dalam wawancaranya dengan wartawan CNN, Fareed Zakaria, pada 25 Oktober 2015, Tony Blair, Mantan Perdana Menteri Inggris, dengan amat terbuka mengungkapkan penyesalan dan permohonan maafnya atas invasi AS bersama sekutunya di Iraq.

Blair menyatakan: “saya menyampaikan permohonan maaf atas fakta bahwa kami telah menerima laporan intelegen yang salah atas tuduhan bahwa Iraq telah menggunakan senjata kimia secara ekstensif untuk menyerang penduduknya sendiri dan menyerang pihak lain. Dugaan kami itu ternyata tidak benar. Saya juga mohon maaf atas berbagai kesalahan dalam perencanaan, dan terutama atas kesalahan perkiraan kami atas apa yang akan terjadi setelah menjatuhkan rezim Saddam Hussein.”

Hal yang sama, Presiden Barack Obama lewat wawancaranya dengan Fox News (10/4/2016) juga mengungkapkan penyesalan dan permohonan maafnya kepada rakyat Libya. Ia menyatakan bahwa: “AS amat menyesal dan sebagai Presiden, inilah kesalahan terbesar (worse mistake) yang telah saya lakukan dalam masa pemerintahan saya, menyerang Libya dan menggulingkan Presiden Muammar Khadafi tanpa perencanaan yang tepat pasca penyerangan itu. Akibatnya Libya benar-benar kheos dan secara berlanjut masuk ke dalam ancaman kekerasan para ekstrimis.”

Pengakuan lain yang juga telah menyentakkan kesadaran masyarakat internasional yakni ketika Donald Trump pada pidato kampanyenya di Florida, 11 Agustus 2016, menyampaikan bahwa Obama dan Hillary, keduanya adalah pendidri Islamic State of Iraq and Syria atau ISIS (The Guardian, 11/8/2016). Ini dilakukan untuk memecah belah dan mengadu domba dunia Islam.

- Advertisement -

Demikianlah beberapa realitas permainan Barat terhadap umat Islam. Dalam ulasan CNN, motif di balik realitas itu semua adalah kepentingan ekonomi. Iraq yang berpenduduk 33 juta (2016), namun menghasilkan 5,3 juta barel minyak setiap hari (2017) dan diperkirakan produksinya akan meningkat ke 8 juta barel sehari pada 2027 (Reuter, 10/8/2021). Sebelum invasi AS dan sekutunya ke Iraq, produksi minyaknya yang melimpah itu diatur sendiri oleh negaranya dengan tidak memperbolehkan ada kerjasama dengan perusahaan minyak AS dan Barat. Barulah setelah invasi, Presiden Bush menekan pemerintah Iraq untuk menyetujui pemberlakuan undang-undang yang memperbolehkan perusahaan minyak asing beroperasi di Iraq (CNN, 15/04/2013).

Bandingkan dengan keadaan Indonesia yang penduduknya berjumlah sekitar 272 juta jiwa, hanya menghasilkan sekitar 420 ribu barel per hari (Jakarta Globe, 11/12/2020).
Data ini, memperlihatkan secara jelas bahwa motif perang di Iraq, sesungguhnya, adalah untuk menguasai minyaknya.

Lembaran Baru Hubungan AS dengan Dunia Islam

Kepeloporan AS menjadi pionir memerangi Islamaphobia kelihatannya didasari atas kegagalannya mengivasi Afghanistan selama dua dekade dengan kerugian dan pengorbanan yang tidak ternilai. Pada 30 Agustus 2021, secara resmi AS mengakhiri invasinya di Afghanistan. Kegagalan dan pengorbanan yang sama juga dialami di Iraq.

Di sisi lain, dengan melihat ekspansi dan dominasi pengaruh ekonomi, sosial dan politik China sejak 1990-an di Afrika dan di berbagai negara di Asia, pengaruh AS di kawasan Indo-Pasifik terlihat meredup.
Dengan dinamika itu, AS telihat hendak membangun koalisi baru dengan dunia Islam.

Sungguh suatu kenyataan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, pada 14 Desember 2021, atas kepeloporan Ilhan Omar, Anggota DPR AS dari kubu Partai Demokrat telah berhasil menggolkan Undang-undang (UU) Anti Islamophobia (Combating International Islamophobia Act). UU ini telah disetujui DPR dan tinggal menunggu persetujuan Senat. Keberhasilan Omar adalah karena dukungan penuh dari semua jajaran Partai Demokrat, termasuk Presiden Biden.

Dengan UU Anti Islamaphobia, Kementerian Luar Negeri AS akan mengangkat Special Envoy (Duta Besar Khusus) untuk memantau dan memerangi segala bentuk Islamaphobia yang terjadi di seluruh dunia. UU ini mengamanatkan Kementerian Luar Negeri AS menyiapkan laporan setiap tahun ke Kongres mengenai rapor HAM dan kebebasan beragama di setiap negara dengan mengungkapkan data dan informasi tentang: (1) perlakuan kejam secara fisik dan penghinaan terhadap umat Islam, (2) kasus-kasus propaganda oleh media baik dari pemerintah atau bukan yang bertujuan untuk membenarkan dan mengobarkan kebencian atau penghasutan tindak kekerasan terhadap umat Islam; dan (3) langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah di setiap negara untuk mengatasi segala kasus seperti itu.
Dukungan atas kepeloporan AS untuk memerangi Islamaphobia, Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, juga telah menyampaikan kebijakannya untuk segera mengangkat Duta Besar Khusus untuk memerangi Islamaphobia. Trudeau menegaskan bahwa persoalan Islamophobia adalah fakta sehari-hari yang dihadapi oleh umat Islam di seluruh dunia (TRTWorld, 30/01/2022).

Kepeloporan AS menjadi pionir memerangi Islamaphobia kelihatannya didasari atas kegagalannya mengivasi Afghanistan selama dua dekade dengan kerugian dan pengorbanan yang tidak ternilai. Pada 30 Agustus 2021, secara resmi AS mengakhiri invasinya di Afghanistan. Kegagalan dan pengorbanan yang sama juga dialami di Iraq.

Di sisi lain, dengan melihat ekspansi dan dominasi pengaruh ekonomi, sosial dan politik China sejak 1990-an di Afrika dan di berbagai negara di Asia, pengaruh AS di kawasan Indo-Pasifik terlihat meredup.
Dengan dinamika itu, AS telihat hendak membangun koalisi baru dengan dunia Islam.

Atas prakarsa AS bersama dunia Islam (OKI) dan 140 negara, melalui sidang umumnya, PBB telah berhasil menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional Memerangi Islamaphobia secara aklamasi.

Penetapan 15 Maret dipilih untuk mengenang hari terjadinya satu tragedi penembakan berdarah pada jamaah di Masjid Christschurch, New Zealand, yang telah menewaskan 51 orang. Tragedi berdarah itu dilakukan dilakukan oleh mereka dengan dasar kebenciannya pada Islam.

Semoga di Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia dapat menjadi contoh dalam gerakan internasional melawan segala bentuk islamaphobia dengan sungguh-sungguh mematuhi asas-asas yang telah ditetapkan oleh PBB dengan mencangankan 15 Maret sebagai Hari Internasional Melawan Islamaphobia.

Jika AS sudah memiliki UU Anti Islamaphobia dan telah mengangkat Special Envoy (Duta Besar Khusus) untuk memantau dan memerangi segala bentuk Islamaphobia yang terjadi di seluruh dunia, dan di seluruh pelosok negerinya, Indonesia tentu dapat pula melakukan hal yang sama. Jika saja umat Islam terkesan masih dicurigai dengan segala macam tuduhan radikal, ekstrim, teroris, dan segala macam bentuk penghinaan lainnya, Indonesia dapat menjadi musuh bersama dari seluruh umat manusia.

Selamat Hari Internasional Anti Islamaphobia

Pamokale, Turki, 14 Maret 2014

Penulis, Komisioner dan Ketua Komnas HAM RI 2012-2017, Presiden Global Alliance of National Human Rights Institution (GANHRI) di Asia Tenggara 2014-2015.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here