Keistimewaan Suku Kajang

0
45
- Advertisement -

Kolom. Ibrahim Ambong

Anggota DPR-RI 1997-1999 dan 1999-2004. Duta Besar RI 2006-2010 di Santiago, Chile

Pada tahun 1997 saya menyempatkan diri masuk ke kawasan Suku Kajang, Bulukumba. Ketika itu dalam rangka kampanye Golkar dan saya sempat bertemu kepala adatnya. Namanya pun sudah lupa.

Rumahnya, rumah panggung, seperti umumnya di Sulawesi Selatan. Hanya saja rumahnya tampak lebih simpel dan sederhana. Bentuk rumah pun hampir serupa. Termasuk kiblat rumah juga sama.

Ketertataan rumah di dalam kawasan juga sudah terjaga sejak dahulu kala.

Pemimpin adat atau kepala suku di dalam kawasan disebut Amma Toa. Dipilihnya dengan proses adat yang sudah tersiapkan sejak muda. Tidaklah ucuk-ucuk siapa saja yang berhak dicalonkan. Sehingga pemimpin yang terpilih betul- betul terjaga. Pilihan terbaik, nyaris tanpa cacat.

Demikian pula rumah pemimpinnya, sama dengan rumah masyarakat lainnya.
Di mana menjadi kearifan bahwa rumah kepala suku tidak boleh lebih baik dari rumah rakyatnya, begitu aturannya.

Yang unik dari Suku Kajang adalah pakaiannya harus serba hitam. Hitam adalah kamase-mase atau simbol kesederhanaan. Tidak boleh warna lain. Jadi siapapun yang masuk dalam kawasan wajib memakai pakaian hitam.

Yang unik lagi, semua perlengkapan kebutuhan hidup diperoleh dari alam sekitar dan bukan dari pabrikan. Mulai kebutuhan pokok, termasuk produksi kain Tenun Adat Kajang yang juga dari alam kawasan Amma Toa.

Pemeliharaan Alam adalah keutamaan. Konsekuesinya alam terpelihara dengan baik. Pohon-pohon terpelihara. Tidak boleh menebang pohon sembarangan. Jika ada penebangan pohon juga harus mengikuti aturan, yaitu mengganti pohon dengan menanam pohon baru. Sehingga Alam tetap terjaga dengan baik.

Kawasan Adat juga jauh dari teknologi termasuk aliran listrik.

Memang ada keturunan suku ini sudah beradabtasi dengan penduduk luar. Merekalah yang dapat menjelaskan beberapa istilah asing bagi saya. Walaupun saya bisa berbahasa Makassar, namun ternyata Bahasa Konjo yang digunakan suku ini berbeda dengan bahasa Makassar.

Bahasa Konjo adalah kearifan lokal Suku Kajang, baik dalam kawasan maupun di luar kawasan, termasuk dipergunakan di sebagian wilayah Bulukumba terutama bagian Timur.

Bulukumba menggunakan dua bahasa yaitu Bahasa Konjo dan bahasa Bugis.

Begitulah pengalaman yang dapat saya peroleh. Saya tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Namun pengalaman yang sangat berharga adalah keterpeliharaan alam di sana. Dan juga pemimpin Suku Kajang mengajarkan kepada kita bahwa, pemimpin haruslah mengutamakan rakyat.

Pemimpin adalah pelayan rakyat. Dan di dalam kawasan pemimpin harus memastikan rakyat sudah terpenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya, barulah pemimpinnya bisa tertidur dengan nyenyak.

Apakah rakyat sudah sejahtera barulah kemudian pimpinannya.

Model pemeliharaan lingkungan dan kepemimpinan Suku Kajang menjadi sangat relevan bagi perbaikan bangsa kita dewasa ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here