Karya Emas Seorang Putra Bugis

0
313
- Advertisement -

Kolom Muhammad Sadar

Pekan Nasional (Penas) Tani XVI di Bumi Minangkabau telah berlalu, seribu cerita, kesan, dan memori tercipta. Sepekan Bumi Minangkabau laksana pelangi warna-warni mengokohkan kebhinnekaan bangsa. Semakin sadar kalau begitu indah dan kaya negeri ini. Tidak salah kalau penyanyi lagendaris Koes Plus terinspirasi menulis lagu berjudul “Kolam Susu” yang cuplikan liriknya, ‘Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.

Dari lebih 3.000 peserta Penas Tani XVI seluruh Indonesia, bisa jadi saya salah satunya termasuk paling beruntung. Bukan karena mendapat penghargaan dari pemerintah, tetapi hanya saya dan Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman yang mendapat souvenir buku yang berjudul, Generasi Emas (Pemikir Besar Minangkabau).

Lebih beruntungnya lagi, karena buku tersebut diserahkan langsung oleh penulisnya sendiri Ruslan Ismail Mage, seorang akademisi, inspirator dan penggerak. Lebih mengejutkannya lagi karena sang penulis buku adalah putra asli Bugis, kelahiran kampung Allimbangeng Desa Cabenge Kecamatan Lilirilau Kabupaten Soppeng. Buku eksklusif ini adalah hasil pengembaraan literasi sejarahnya terhadap kebesaran tokoh-tokoh bangsa asal Minangkabau yang mendesain kemerdekaan Indonesia.

Karya emas seorang putra Bugis ini membuka wawasan sejarah pembacanya, betapa besar kontribusi para tokoh bangsa asal Minangkabau seperti Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Muhammad Natsir, Muhammad Yamin, Agus Salim, dalam mendesain Indonesia merdeka. Buku ini menyajikan data dan fakta tidak terbantahkan kontribusi dan peran para tokoh bangsa dari Ranah Minang sungguh luar biasa.

- Advertisement -

Para tokoh tersebut memiliki talenta dan multi disiplin ilmu seperti representasi ulama oleh kaum paderi dan ulama modern, tokoh pemikir, politisi, pergerakan, diplomat, penulis, akademisi, sastrawan dan keahlian lainnya. Puluhan tokoh besar bangsa dalam buku tersebut memiliki peran nyata dalam merekonstruksi dan mendesain bangunan yang bernama Indonesia sebelun dan sesudah kemerdekaan.

Saya sempat berkunjung di monumen sang Proklamator Mohammad Hatta di Bukittinggi disela-sela event Penas Tani. Sungguh saya sangat terharu membaca relief gambaran perjalanan hidup beliau sejak kecil hingga di makamkan di Tanah Kusir. Saya pernah membaca tulisan terkait kesederhanaan beliau yang ingin memiliki sebuah sepatu merek bally tapi beliau tidak mampu membelinya, hingga akhirnya iklan sepatu bally di koran tersebut beliau gunting dan disimpannya.

Sesungguhnya hidup sederhana inilah warisan termahal beliau kepada kita generasi bangsa bahwa, “Setinggi apa pun jabatan dan seberapa banyak kekayaan, tetaplah hidup sederhana”. Semuanya tersaji dalam buku ini. Jadi tidak salah kalau pembaca mengatakan buku ini adalah sebuah karya emas dari seorang Ruslan Ismail Mage.

Penulis, Pegawai Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Barru

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here