K-TONG: Pensiunan Gaul Perlente Gaes / The Men for All Session

0
184
- Advertisement -

Kolom: Fiam Mustamin

Kita boleh pensiun dari jabatan dan bertambah usia, tapi jangan sampai kehilangan gaya dan semangat hidup.

Lalu, apa yang terjadi jika para purnawirawan, pensiunan PNS, ABK, dan penyanyi berkumpul dalam satu acara? Sudah pasti, kita akan menyanyi dan berdansa bersama! Itulah momen indah dan menyenangkan—momentum kebersamaan yang tak tergantikan.

Leluhur Kita Pelaut

Orang mengenal nenek moyang orang Bugis dan Mandar sebagai pelaut ulung.
Sebagai pelaut, kehidupan mereka menyatu dengan pelayaran, menjelajah wilayah Nusantara dan bahkan lintas benua.

- Advertisement -

Pada pertengahan bulan Mei 2025, tepatnya tanggal 17 hingga 19, saya melakukan pelayaran menggunakan kapal laut Pelni KM Labobar. Rute pelayaran ini menghubungkan Makassar, Surabaya, dan Jakarta, dengan singgah di Bau-Bau, Buton, dan Ambon.

Perjalanan laut ini biasanya ditempuh dalam waktu empat hari, dengan kapal berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang serta barang di lima pelabuhan.

Arus penumpang begitu padat, terutama saat musim liburan, seperti Lebaran dan Natal-Tahun Baru.

Rekreasi Bahari

Bepergian dengan kapal laut memiliki sensasi tersendiri. Kita bisa menikmati panorama laut biru, gugusan pulau-pulau, langit cerah, bulan purnama di malam hari, hingga latar pegunungan di sepanjang garis pantai.

Di dalam kapal tersedia berbagai fasilitas: tempat tidur susun, kamar mandi, makan tiga kali sehari (pagi, siang, dan sore), sarana ibadah bagi Muslim dan Kristiani, bioskop mini, serta tiga kafe yang berada di dek tujuh dan dua di sisi kiri-kanan dek teratas.

Di kafe-kafe itulah penumpang merasakan sensasi pelayaran di ruang terbuka. Mereka mengekspresikan kegembiraan dengan bernyanyi dan berdansa bersama pasangan.
Sementara sebagian lainnya lebih memilih merenung, membayangkan impian, atau mencari inspirasi dalam keheningan tanpa gangguan.

Sesungguhnya, setiap orang memerlukan ruang kontemplasi, terutama mereka yang mengemban amanah sebagai pemimpin publik. Momen ini penting untuk refleksi sebelum mengambil keputusan strategis.

Lelaki Gaul Itu

Dari deretan meja kafe, saya melihat sosok yang tampil beda. Saya mendekatinya untuk berkenalan. Dengan atribut khasnya, ia mengembangkan imajinasi, bertanya tentang siapa saya sebenarnya.

Ia memperkenalkan diri sebagai Roby Wattimena, alumnus Fakultas Hukum Unhas, penyanyi tulen lagu-lagu Barat dan Ambon. Ia mengenakan rompi loreng dan kacamata. Sosok yang supel dan ramah, mudah menyapa siapa saja.

Satu lagi adalah Andi Nazi, mengenakan kaus bertuliskan Manusia Merdeka, berjiwa pemberani, namun tetap menjunjung tinggi adab. Ia adalah pensiunan pejabat BPN Agraria.

Saya pun membalas sapaan mereka, memperkenalkan diri sebagai Burung Elang Hitam Pengintai, simbol dari narasi tentang perusak alam semesta dan kehidupan makhluk.

Roby turun di Surabaya, menghadiri acara komunitas para lelaki gaul yang telah menunggunya. Esoknya, ia melanjutkan perjalanan ke Jakarta, tempat domisilinya.

Di sana, bersama komunitas besar “De Kilang Laki-laki Pamulang Laskar Tifa Nafiri,” ia terus bergerak menciptakan karya kreatif. Aktivitas-aktivitas mereka kerap dibagikan lewat nyanyian lagu-lagu Barat dan pop yang ia kuasai.

Saya merasa akrab dengannya karena gaya improvisasinya mengingatkan saya pada sahabat saya, Broery Marantika.

Inspirasi Konser Nusantara

Dari perjumpaan itu, saya terinspirasi untuk menggagas sebuah konser bertajuk Simfoni Nusantara Satu Hati, yang menampilkan instrumen musik lokal-etnik dari berbagai daerah: Tapanuli, Minangkabau, Riau, Kutai, Manado, Makassar, Toraja, Bali, Maluku, dan Timor.

Karena kita boleh pensiun dari jabatan dan bertambah usia. Namun, semangat dan gaya hidup harus tetap menyala—hingga akhir hayat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here