Jumrana Salikki Apresiasi Menteri PPPA RI I Gusti Ayu Bintang, Buka Ruang Diskusi Bagi yang Kontra RUUP KS

0
716
- Advertisement -

PINISI.co,id-Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (PPPA RI) I Gusti Ayu Bintang mengajak dan membuka ruang diskusi bagi elemen masyarakat yang kontra terhadap RUUP KS. Ini dalam rangka membangun komunikasi terhadap hal-hal yang dianggap kurang memadai di RUU ini. 

“Ayo Ibu Jumrana, kami tunggu untuk kita duduk sama-sama,” begitu ajakan Menteri I Gusti Ayu Bintang yang tampil komunikatif di forum diskusi online tentang Solusi Terhadap Pro Kontra RUUP KS di Tengah Maraknya Kekerasan Seksual yang dilaksanakan KOHATI PB HMI via Zoom (3/8/2020).

Ajakan menteri yang juga sudah disampaikan oleh timnya Ratna, setelah mendengarkan paparan Jumrana kenapa kontra dengan RUUP KS. Jumrana menjelaskan, sejatinya dalam membuat payung hukum termasuk untuk perlindungan perempuan harus betul-betul yang mampu melindungi perempuan. Payungnya tidak boleh bolong-bolong sehingga akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari.

“Bahwa kami kontra bukan dalam rangka membangun kebencian tapi bagaimana mengkritisi sesuatu yang kami anggap tidak memadai untuk melindungi perempuan dan keluarga-keluarga Indonesia di masa depan.  Hari bukan kita bicara untuk kebutuhan sendiri, tapi bagaimana anak-anak kita, kelangsungan hidup generasi bangsa Indonesia ke depan yang tentunya akan menghadapi letupan-letupan sosial lebih kompleks di masa datang,” papar Jumrana.

Menurut Jumrana, ketika sebuah rancangan  UU disahkan, maka akan mengikat seluruh warga negara, tidak ada pengecualian di dalamnya. Baik yang pro maupun yang kontra harus menerima dan menaatinya. 

- Advertisement -

Malah, kata Jumrana, bukan hanya perempuan yang dilindungi dan diproteksi, tapi juga laki-laki. “Begitu dahsyatnya pengaruh gawai dan gaya hidup hari ini.  Tanpa disadari, pengaruh itu sudah masuk dalam rumah. Saya pernah mengikuti kajian tentang pengaruh gawai, sungguh mengerikan. Justeru anak  laki-laki kita dengan mudah jadi intaian predator. Menjaga anak laki- ternyata harus ekstra lebih. Dengan HP di tangan, siapa yang kuasa menghadapi masalah seperti ini. Sama halnya covid ini. Tidak ada yang punya kekuatan melawannya,” jelas Wakil Ketua Umum KKSS ini.

Tentang pijakan RUUP KS, sejatinya, lanjut Jumrana,  sumber pembentukan  hukum di Indonesia adalah hukum agama, hukum adat, hukum barat-warisan Hindia Belanda yang tidak bertentangan dengan Pancasila.

“Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara. Dan setiap peraturan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, antara lain, nilai ketuhanan Yang Maha Esa. Pada konsideran menimbang tidak ada nilai agama atau Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Demikian pula konsideran mengingatnya, tidak memuat pasal 29 UUD 45- Negara hukum yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” terang Jumrana.

Jumrana juga menyinggung Ketentuan  umum pasal 1 tentang definisi kekerasan seksual yang terlalu panjang narasinya. Dan dari kata, kalimatnya bisa multi tafsir.

Belum lagi yang lain Pidana Pemaksaan Perkawinan pasal 116, menurut Jumrana bertentangan dengan nilai-nilai kearifan lokal-budaya bangsa Indonesia.

“Kami suku Bugis Makassar adalah orang tua, keluarga besar dan adat yang akan menyelesaikan jika ada anak yang kena musibah hamil di luar nikah misalnya, terlepas apakah suka sama suka, diperkosa atau hal lain faktor eks, maka peran orang tua,  keluarga besar, tokoh adat dan masyarakat akan ikut andil membantu menyelesaikan kasus, menyelamatkan kelangsungan hidup anak tersebut. Nah kalau ini dimasukkan akan seperti apa anak-anak kita ke depan. Anak keberatan dinikahkan misalnya, Peran orang  tua dihilangkan, peran keluarga besar dan masyarakat adat juga akan hilang. Sementara nilai-nilai kearifan lokal kami sebagai orang Bugis Makassar masih dijunjung tinggi. Antara lain bagaimana meninggikan perempuan,” urainya panjang lebar.

Jadi, simpul Jumrana, jangan sampai membuat peraturan/payung hukum yang jauh dari akar budaya bangsa Indonesia. Indonesia dari Sabang sampai Merauke, boleh beda suku dan budaya, tapi sesungguhnya budaya itulah yang mengikat kita hingga kini.

Selain Jumrana, tampil sebagai pembicara antara lain: Menteri PPPA didampingi timnya Ratna, Anggota DPR RI Diah Roro Esti, Komnas Perempuan Bahrul Fuad, dan Siti Fatimah Siagian. [PK]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here