Hamid Awaludin: Di Luar Negeri Mayor Kudeta Jenderal, di Indonesia Jenderal yang Kudeta Mayor

0
6093
Hamid Awaluddin PHd.
- Advertisement -

PINISI.co.id- Mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin secara berseloroh mengatakan bahwa di Indonesia memang unik dari aspek politik. Pasalnya, di negara-negara lain, biasanya kolonel atau mayor yang mengudeta jenderal, sebaliknya di negeri kita, justru jenderal yang mengudeta mayor.

Pernyataan Hamid terkait kisruh Partai Demokrat soal penunjukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025 dalam Kongres Luar Biasa yang digelar kubu kontra-Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), pekan lalu.

Dewan Pakar KKSS ini mengemukakan dalam analisa politiknya di Kompas, Senin, 8 Maret 2021, bahwa perpecahan internal Partai Demokrat kali ini memang sangat berbeda dengan perpecahan internal parpol yang lain, misalnya di Golkar, hanya memperhadapkan kader-kader internal sendiri, yaitu antara Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono. Demikian juga di partai PPP dan PKB.

Sementara di Partai Demokrat yang berhadapan adalah orang dalam versus orang luar: AHY versus Moeldoko. AHY adalah kader partai sementara Moeldoko bukan kader partai. Setelah KLB, Moeldoko menerima mandat sebagai ketua umum. Penegasan ini kian memperteguh tuduhan terhadap dirinya bahwa Moeldoko memang merancang pengambilalihan Partai Demokrat.

Anggapan ini semakin menguat lantaran Meldoko pernah ingin menjadi Ketua Umum Golkar dan sempat menghadap Jusuf Kalla untuk minta dukungan. Namun, Jusuf Kalla menutup pintu itu dengan alasan, jangan memasuki rumah orang. “Menjadi Ketua Umum Golkar harus mengabdi dulu selama beberapa tahun sebagai pengurus,” jawab Jusuf Kalla.

- Advertisement -

Terkait konflik ini, Hamid menyarankan agar permasalahan internal ini seharusnya diselesaikan lewat mahkamah partai sebagaimana perintah Undang-Undang Partai Politik. Ini adalah mekanisme baku yang menjadi keharusan konstitusional para politisi. Para perancang UU membuat mekanisme tersebut agar perpecahan partai bisa diselesaikan lebih awal melalui mekanisme internal.

“Biar kemandirian partai kian terjaga, dan tidak langsung melibatkan intervensi negara,” katanya.

Lebih penting lagi, Hamid berpendapat bahwa argumentasi yuridis pihak AHY masih sangat kuat karena mekanisme penyelenggaraan KLB yang memilih Moeldoko tidak terpenuhi sama sekali, antara lain terlewatinya mekanisme usulan dari majelis kehormatan partai. Begitu juga dengan usulan pengurus daerah dan cabang yang nihil.

Yang jelas, apapun keputusan Menteri Hukum dan HAM kelak, akan menjawab pertanyaan: Apakah Presiden Joko Widodo menyetujui atau tidak gerakan Moeldoko mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat dari tangan AHY yang lahir dari kongres normal dan telah disahkan pemerintah. (Lip)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here