PINISI.co.id- Apresiasi saya terhadap karya-karya film seni yang berkualitas layak untuk ditonton sebagai tuntunan.
Sejumlah karya seni film layar lebar dan sinetron yang direkomendasikan untuk ditonton dengan unsur-unsur antara lain tema ceritanya, penyutradaraannya, pemeranan pemainnya, setting dan properti serta kostum dan musik yang mendukung waktu yang menghidupkan cerita itu pada zamannya.
Kita perlu membiasakan diri untuk menonton film-film yang cukup telaten dan terukur penggarapannya sehingga bisa sebagai suguhan yang dinikmati sebagai sajian tontonan audio visual film.
Saya menonton khusus film Ati Raja bersama produser Arwan Tjahyadi, pemain utama Jenniefer, Zulkifli Gani Otto (Ketua Parfi Makassar) dan Syamsul Zakaria (Ketua KKSS DKI Jakarta) di bioskop Setiabudi Jakarta.
Film ini memberi kesan kesungguhan dari para pendukung kreatif penggarap tema dari judul lagu klasik populer tahun 40 ke layar lebar.
Film ini memberi pesan kultural dan sosial dari kehidupan subetnis Tionghoa Makassar di tahun 40-an di era pergolakan.
Film Ati Raja kita nikmati lagu-lagunya dan cerita filmnya yang tergarap secara terkonsepsi dengan persiapan waktu yang cukup. Tidak serampangan, apa adanya dan on the spot.
Semoga film-film yang akan dilahirkan kemudian di Sulawesi khususnya di Sulawesi Selatan tidak sekadar dijadikan lalar bekakang lokasi syuting, akan tetapi mengambil ruhnya sebagai landasan moral dan menjadikan film standar dari contoh Ati Raja dan film berkualitas lainnya.
Sekiañ lama saya baru dapat menyaksikan film sekualitas: Mutiara Dalam Lumpur Palu, Di Ujung Badik, Sanrego yang diproduksi tahun 1970 dan Tenggelamnya Kapal Vanderewic ( Zainuddin dari Makassar dan Hayati dari Minangkabau) produksi tahun 2000-an.
[Fiam Mustamin, pemerhati film]