Di Perumahan Guru Sela Pohon Kelapa Aku Membaca The Voice of America

0
645
December 16, 1962 A CONVERSTION WITH THE PRESIDENT President John F. Kennedy. #26338_c_24 Copyright CBS Broadcasting, Inc., All Rights Reserved, Credit: CBS Photo Archive

Kolom Fiam Mustamin

DI KELAS tiga Sekolah Dasar, waktu itu namanya Sekolah Rakyat (SR) tahun 1960-an saya di desa Leworeng, enam kilometer dari desa Tajuncu, pinggir jalan raya provinsi.

Apa yang terkesan …?

Desa ini baru aman dari gangguan pengacauan gerembolan Kahar Muzakkar.

Ada beberapa hal yang membatin tak terlupakan; pertama, dengan kepindahan bersekolah dan tinggal di perumahan guru yang dibuat dari serba bambu didirikan di sela-sela pohon kelapa pinggir jalan atas swadaya masyarakat.

Rumah itu berada di sekitar
perkampungan penduduk dekat dengan aliran sungai dan lahan persawahan.

Penghuni rumah itu adalah kepala sekolah La Upe dan istetinya Isahari dan saya mengikutinya masih dalam hubungan keluarga. Terikut guru-guru bantuan dari Palopo dan Sidirap.

Kesan kedua, sekolah yang dibangun juga dari bahan serba bambu beratas rumput alang-alang berada di sekitar
bantaran sungai yang ditumbuhi rumpun bambu dan pohon mangga

Bila musim mangga banyak buah yang berjatuhan ke sungai atau sentuhan kelelawar di waktu malam.

Di waktu luar sekolah kami anak-anak menyelam berlomba mengambil buah mangga tu.

Berkala di waktu waktu tertentu warga menabur semacam tuah racun dari akar akar pohon yang membuat ikan-ikan itu mabuk mengapung dan kami tinggal menyeropnya memasukkan ke ember.

Makkaja Tappareng (panen ikan di danau).

HAMPIR setiap musim kemarau danau tempe yang terkenal banyak ikannya diadakan panen raya ikan/makjaja tappareng.

Panen raya ini diumumkan terbuka yang didatangi oleh warga antar desa terutama oleh warga desa yang punya konsesi kontrak sejumlah areal di danau itu.

Danau tempe itu adalah muara sungai yang membelah kampung tidak jauh jaraknya sekitar 30 menit berjalan kaki dan semua itu menjadi rekreasi menangkap ikan.

Peristiwa lain yang selalu ingin diulangi yaitu bersawah. Para guru-guru sekolah itu dibekali sepetak lahan persawahan untuk diolah sendiri.

Saya kecil bersama anak-anak sebaya dari subuh-subuh menghela sapi dari kandang ke lahan yang akan dibajak sawahnya.

Serunya bila musim hujan dan menghela sapi melalui pekuburan. Sebagai anak anak terobsesi dengan cerita-cerita serem tentang kuburan.

Tak ada jalan lain harus melewati kuburan dengan membungkus diri dengan sarung supaya tidak melihat cerita cerita horor misterius itu.

Bila hewan sudah di lahan persawahan kami anak-anak berteduh di gubuk – gubuk sawah menunggu pagi.

Suasana itu sungguh mencekam dan mengharukan berbaring menatap langit … dari sisi sana sini terdengar bunyi suara suara binatang malam bercampur dengan bunyi seruling dan kecapi senduh yang dimainkan oleh anak anak gembala itu.

Sesaat lagi fajar berganti matahari pagi … berduyung duyung berjalan diatas pematang sawah … perempuan menjunjung bekal sarapan pagi dan kita sarapan bersama di gubuk sawah.

Subhanallah .. mungkinkah suasana ini terulang lagi.

Di malam hari, dengan lampu minyak tanah (pajjenangan namanya) saya suka membuka buka majalah Voice of America (VOA) itu dan mengamati foto fotonya.

Dari majalah itu saya mengenal nama besar Presiden JF Kennedy, kota Washington DC, ibukota Amerika, New Yor, kota yang begitu ramai dan patung liberty yang berdiri tegak seolah menyapa dengan : Welcome to America.

Peristiwa membuka majalah itu, naluriah keinginan tau anak.

Dan hal itu menghidupkan dalam memori imajinasi dan penerawangan khayalan meskipun saya hanya anak desa yang serba terbatas.

Beranda Inspirasi Ciliwung 5 Desember 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here