PINISI.co.id- Dalam rangka membangun pelayanan publik yang inovatif dan adaptif terhadap tantangan lingkungan, Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri menggelar Forum Diskusi Aktual (FDA) dengan tema “Waste to Energy: Studi Kasus Pelayanan Pengelolaan Sampah sebagai Energi Alternatif”, pada Selasa, 29 Juli 2025, pukul 09.00–12.30 WIB.
Kegiatan dilaksanakan secara hybrid dari Ruang Command Center BSKDN Kemendagri, dan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube BSKDN, guna menjangkau peserta dari seluruh Indonesia.
Forum ini dibuka secara resmi oleh Kepala BSKDN, Dr. Yusharto Huntoyungo, M.Pd., dan dilanjutkan dengan laporan penyelenggara oleh Kepala Pusat Strategi Kebijakan Kewilayahan, Kependudukan, dan Pelayanan Publik, TR Fahsul Falah, S.Sos., M.Si.
Dalam laporannya, TR Fahsul Falah menyampaikan bahwa forum ini bertujuan sebagai ruang berbagi pengetahuan antardaerah mengenai pengelolaan sampah menjadi energi alternatif, serta memperkuat arah kebijakan pelayanan publik berbasis praktik terbaik daerah.
Peserta forum berasal dari berbagai kalangan strategis, termasuk perwakilan Bappeda, Balitbangda/BRIDA provinsi dan kabupaten/kota, serta pejabat struktural dan fungsional di lingkungan BSKDN Kemendagri.
Forum menghadirkan narasumber lintas sektor, yaitu:
Dr. H. Apep Fajar Kurniawan – Staf Ahli Menteri Dalam Negeri;
Prof. Minoru Fuji – National Institute for Environmental Studies (NIES), Jepang;
Dr. Augustina Situmorang – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN);
Ahmad Safrudin – Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB);
serta kepala daerah yang aktif mendorong solusi pengelolaan sampah: Bupati Aceh Selatan, Bupati Konawe Kepulauan, dan Wakil Wali Kota Pekalongan.
Diskusi dipandu oleh moderator Drs. Gatot Tri Laksono, M.Si., yang mengarahkan dialog seputar tantangan dan solusi konkret dari daerah dalam mewujudkan pelayanan publik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Forum ini menyoroti berbagai kondisi pengelolaan sampah dari sejumlah daerah di Indonesia, di antaranya:
Kabupaten Situbondo menghadapi kendala geografis sepanjang 155 km dengan distribusi fasilitas pengangkutan sampah yang tidak merata. Wilayah barat dan timur mengalami penumpukan karena terbatasnya jumlah TPA dan armada. Pemda setempat mulai membangun TPA baru serta mendorong kerja bakti komunitas dan edukasi berbasis agama.
Kota Pekalongan mengalami tekanan akibat penutupan TPA Degayu oleh KLHK. Pemerintah menetapkan status darurat pengelolaan sampah dan membentuk satgas lintas instansi. Pekalongan memproduksi 162 ton sampah per hari dan tengah menyiapkan tiga TPST baru, serta membuka peluang pengembangan teknologi waste-to-energy.
Kabupaten Konawe Kepulauan menghadapi persoalan struktural, seperti minimnya kelembagaan, data persampahan, dan partisipasi masyarakat. Dengan hanya sekitar 1.500 ASN, pengelolaan sampah belum memiliki sistem dasar seperti TPA atau TPST. Ini menunjukkan pentingnya dukungan pusat dalam membangun kapasitas dasar di daerah tertinggal.
Kabupaten Aceh Selatan mencatat produksi sampah 95 ton per hari, namun cakupan layanan baru 36,54%. Infrastruktur terbatas dan sanksi administratif terhadap pengelolaan TPA menjadi tantangan. Pemda mulai membudayakan pemilahan sampah dari rumah dan membentuk bank sampah desa sebagai pendekatan berbasis komunitas.
Dalam forum ini, BSKDN memperkenalkan pendekatan teknologi Life Cycle Carbon Neutral (LCCN) sebagai solusi pengelolaan sampah modern. Teknologi ini mengubah sampah menjadi uap bertekanan tinggi tanpa menghasilkan emisi karbon, dengan efisiensi energi hingga 90 persen, lebih tinggi dibanding PLTSa atau RDF.
LCCN dapat menghasilkan energi panas dan e-methanol, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar industri dan bahan baku plastik netral karbon. Teknologi ini juga aman untuk dibangun di tengah permukiman dan mampu mengelola sampah dalam skala besar secara efisien dan berbiaya kompetitif.
Namun, penerapan LCCN tidak bersifat seragam. Menurut TR Fahsul Falah, pendekatan ini hanya cocok untuk daerah dengan pasokan sampah minimal 1.000 ton per hari, dekat dengan kawasan industri, dan memiliki sektor swasta yang siap menyerap energi.
“LCCN bukan satu-satunya solusi. Yang lebih penting adalah pendekatan pengelolaan sampah yang menyatu dengan pelayanan publik dan kontekstual terhadap kondisi lokal,” jelasnya.
BSKDN mendorong model kolaboratif antara pemerintah daerah dan sektor swasta. Dalam skema kerja sama tersebut:
Pemerintah daerah bertugas menyiapkan lahan dan perizinan. KPBB dan mitra lainnya menyediakan teknologi serta investor yang relevan.
Dengan pendekatan ini, BSKDN berharap pelayanan publik yang adaptif terhadap isu lingkungan dapat dibangun dari level lokal hingga nasional.
Melalui Forum Diskusi Aktual ini, BSKDN memperkuat perannya sebagai penggerak strategi kebijakan dalam negeri, yang tidak hanya fokus pada efektivitas birokrasi, tetapi juga pada keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
FDA menjadi sarana strategis untuk menggali praktik baik pengelolaan sampah dari daerah, dan mendorong inovasi pelayanan publik.
“Pelayanan publik yang kuat membutuhkan fondasi kebijakan yang inovatif dan responsif terhadap isu lingkungan,” pungkas TR Fahsul Falah.
Forum ini menjadi momentum penting dalam menegaskan bahwa negara hadir dengan solusi konkret terhadap tantangan lingkungan melalui pelayanan publik yang cerdas, inklusif, dan berkelanjutan. (Syam)