Berbagai Kisah Haru Relawan Medis Covid-19. Jangan Lagi Nyinyir Pada Tenaga Kesehatan

0
1215
Para sukarelawan Covid-19 di Wisma Atlet Jakarta siap berperang melawan wabah. (Foto Tempo.co).
- Advertisement -

Mari saling mendukung dan memotivasi. Bukan saling memprovokasi. Yakinlah tenaga kesehatan tetap bekerja dengan penuh tanggung jawab. Jangan mudah percaya teori konspirasi”

PINISI.co.id- Menjadi sukarelawan Covid-19 buat tenaga medis adalah panggilan jiwa dan semata-mata mengabdi untuk kemanusiaan itu sendiri. Namun, tak sedikit warga mencibir kerja relawan medis yang sudah mengorbankan keluarga dan jiwa.     

Menyikapai hal itu, dr. Iswanto, memandu acara diskusi “Suka Duka Menjadi Relawan Medis”. Acara diskusi virtual ini terselenggara atas kolaborasi Literasi Sehat Indinesia (Lisan); Lembaga Konsultasi Pembangunan Kesehatan (LK2PK); Komunitas Litersi Gizi (Koalizi); Yayasan Gema Sadar Gizi; dan Departemen Kesehatan BPP KKSS, Senin, (15/6/20).

Ketua Departemen Kesehatan BPP KKSS dr. Zaenal Abidin selaku penyelenggara mengantar forum ini sebagai sedelah ilmu dan pengalaman, dengan meniru fungsi khutbah Jum’at bagi umat Islam. Yakni untuk memberi respon atas apa yang terjadi di tengah masyarakat satu pekan terakhir dan juga memberi prediksi serta antisipasi untuk satu pekan ke depan.

Adapun sukarelawan yang berbagi adalah dr. Abdul Azis, Sp.U, Ketua Satgas Covid-19 Wilayah Sulsel, dr. Muh. Fachrurrozy Basalamah, Relawan Medis RSCD Wisma Atlet) dan Koordinator Medis RSDC Wisma Atlet dr. Hartati B. Bangsa.

- Advertisement -

Menurut Hartati B. Bangsa,  kendala yang dihadapi menjadi sukarelawan adalah sulitnya mendapatkan surat izin dari orangtua. Banyak yang mengundurkan diri oleh hambatan keluarga.

Tati, begitu sapaannya, saat menjadi relawan pada 23 Maret 2020, kurang lebih 250 pasien mengantri untuk diberikan layanan. Hari kedua sebanyak 300 pasien. “Yang paling berat adalah menguatkan mental pasien sementara mental kami sendiri down.”

Saat itu, jumlah tenaga medis masih sedikit, terbagi dalam 5 tim. Setiap tim berjumlah 5-6 orang. Boleh dikata Tati adalah sukarelawan dokter sipil pertama yang bergabung bersama personil TNI dan Polri di RSDC Wisma Atlet Jakarta.

“Kami menggunakan APD bukan hanya delapan jam tapi sempat 16 jam karena kondisi pasien tidak berhenti berdatangan dan harus melayani bila ada rujukan,” katanya.

Tak pelak, berat badannya turun hingga 8 kilogram dalam 10 hari. “Bagaimana tidak, saat itu 1 dokter bisa menangani 5–10 lantai. Yang setiap lantai terisi hampir  50–60 pasien,” kenangnya.

Ia gelisah dan ketakutan, akan tetapi tetap semangat bekerja dalam perasaan campur aduk. “Saya menerima hampir 200 panggilan telepon perhari dari keluarga, teman dan kerabat yang ikut mengkhawatirkan keadaan saya. Terutama ibu,” cerita Tati dalam nada tercekat.

Terkait asumsi soal panggilan “pahlawan” bagi relawan, Tati bilang relawan adalah jalan panjang pengabdian. “Bagi saya ini adalah panggilan jiwa. Dengan atau tidak disematkan sebagai “pahlawan” jalan ini akan tetap kami tempuh dan lakoni. Bagi kami yang berjuang di garis akhir masa pandemi ini, keluar dari redzone ( area terisolir dengan high risk transmision) dalam keadaan hidup atau tidak terinfeksi Covid-19 saja kami sudah cukup bersyukur,” jelasnya.

Untuk jadi relawan Covid-19, menurut Tati, jaminan kesehatan ataupun kecelakaan saja tak terpikirkan apalagi soal insentif. Tati tidak pernah berpikir soal itu, karena memang belum ada kebijakan apa–apa saat tim relawan medis.

“Kami hanya saling menyemangati dan saling menjaga satu sama lain bahwa ini adalah perjuangan kita bersama. Pesan yang selalu saya sampaikan tolong teman–teman pakai APD lengkap dan dekontaminasi ketat,” ujarnya mengingatkan.

Sebaliknya, Ketua Satgas Covid-19 Wilayah Sulseldr. Abdul Azis, Sp.U, mengakui bahwa tidak ada istilah duka kalau menjadi relawan. Yang ada rasa suka. Azis beralasan bahwa kita bergerak dalam keikhlasan dan ia  meyakini perniagaan untuk akhirat.

Adapun pengalaman dr. Muh. Fachrurrozy Basalamah, yang menjadi sukarelawan medis di RSCD Wisma Atlet Jakarta, merupakan pengalaman amat berbeda dari sebelumnya seperti jadi relawan banjir, tsunami, gempa bumi dan bencana-bencana lainnya. “Sekarang kami melawan bencana tak terlihat bahkan akhir dari bencana ini, kitapun tidak ada yang tahu, sehingga hal tersebut membuat para relawan Covid-19 harus bekerja ekstra,” ungkap Ozy, panggilan karib Muh. Fachrurrozy Basalamah.

Ozy menjelaskan, bencana Covid-19 menjadi hal yang berharga bagi dirinya karena dengan harapan, bisa membantu masyarakat yang terpapar.

Dari awal wabah, sebagai direktur Bakornas LKMI HMI, telah bekerjasama dengan organisasi-organisasi kemahasiswaan, kesehatan, seperti KAHMI, KNPI dan beberapa OKP Cipayung langsung terjun untuk berbagi masker, hand senitizer, sembako, dan paket makanan kepada warga masyarakat yang terdampak. Sampai saat ini kegiatan tersebut masih berjalan berupa kampanye serta memberikan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat.

“Kami juga bekerjasama sama dengan PB HMI, mengadakan rapid test gratis kepada para tenaga medis di sekretariat PB HMI pada pertengahan April lalu,” katanya dan kemudian memilih RSDC Wisma Atlet untuk menjadi relawan medis di situ.

Awalnya menjadi relawan di RSCD ada rasa takut tersebab akan menghadapi pasien yang positif. Tapi, Ozy kukuh dan sudah menjadikan pilihannya sebagai tekad.

“Semula orang tua keberatan, tapi saya berusaha menjelaskan dan alhamdulillah seiring berjalannya waktu mereka sudah menerima karena ini tanggungg jawab kami sebagai dokter yang telah disumpah sebagai dokter. Ada tanggung jawab besar yang menjadikan seorang dokter ataupun tenaga medis lainnya berani berada di garda terdepan atas dasar kemanusiaan. Orang tua juga menyampaikan bahwa jangan pernah menyusahkan orang tua, karena seorang dokter harus siap kapan saja untuk menolong sesama,” tuturnya.

Dengan niat baik dan tulus, Ozy yakin Allah selalu berada di sampingnya dan sebagai dokter relawan adalah amanah.

Ternyata di RSDC, Ozy merasa hepi bertemu sesama dokter, perawat, apoteker, petugas lab, dan tenaga medis lainnya semua berkumpul dari berbagai daerah, suku, dari berbagai almamater saling membantu, bekerjasama, bahu membahu, saling menyemangati. Inilah yang membuat dirinya terkesan dan juga membuat  ia semakin bersemangat membantu masyarakat melawan Covid-19.

Hal menarik selama menjadi relawan, antara lain ketika memakai APD 8 jam, dan mengenakan dua masker, membuat udara yang dihirup sangat terbatas dengan aba-aba siap perang. 

Tantangannya, selama menjaga delapan jam, Ozy harus menahan BAK dan BAB. Bahkan selama delapan jam ia tidak boleh makan dan minum, tapi sebagai seorang muslim masih bisa, ya, karena sudah terbiasa berpuasa.

Dan di RSDC Ozy terbagi menjadi lima tim jaga dan  Ozy berada di tim dua. Setiap tim delapan jam waktu jaganya.

Alhamdulillah Ozy bersyukur lantaran sudah banyak pasien yang negatif dan sembuh.

Belum lagi fasilitas terjamin sehingga Ozy tetap semangat membantu. Banyak relawan tim medis di sini betah menjadi relawan tim medis di RSDC dan terus memperpanjang menjadi relawan tim medis.

“Motivasi saya bertahan sampai sekarang demi membantu pasien sampai sembuh.  Selagi berjaga saya sangat senang berdialog, bercerita, dan menyemangati setiap pasien dengan jarak 4-5 meter.  Saya semakin bersemangat dan sangat senang ketika melihat pasien sembuh dan keluar dari Wisma Atlet,” ucapnya terharu.

Selama menjadi relawan, Ozy pernah mengalami drop karena memang kondisi nya menurun drastis. Mungkin karena kurang istirahat, namun tidak membuat ia mundur sedikit pun.

Ozy membagi tip, bahwa mari kita tetap saling berpikir positif dan berharap agar masyarakat tetap santai, dan jangan mudah terprovokasi dengan hoax apalagi di luar sana sudah banyak terprovokasi dengan teori konspirasi.

“Intinya mari kita berjuang bersama-sama, mari kita saling dukung. Tolong jangan berpikir negatif sebab sudah banyak dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya yang terinfeksi (positif). Bahkan sudah banyak yang meninggal. Sangat disayangkan masih banyak masyarakat yang berpikiran negatif, yang mengganggap dokter mendapat keuntungan, astaghfirullahalladzim. Ini para tenaga medis berjuang bahkan sampai ada yang meninggal masa tetap dianggap mendapat keuntungan,” terangnya.

Pernah, Ozy follow up seorang pasien, karena bertanya mengenai konspirasi ini. Singkat cerita, saya hanya menyampaikan untuk mendengar hal-hal yang positif dan berbasis data, jangan mudah terprovokasi.

Menurut Ozy, dalam menangani pandemi harus ada kerja sama antara pemerintah, masyarakat dan tenaga kesehatan. Bila salah satu komponen ini abai, maka pandemi ini akan semakin berkepanjangan.

Pesan bijak Ozy, “mari kita saling mendukung dan memotivasi. Bukan saling menuding dan memprovokasi. Yakinlah tenaga kesehatan akan tetap bekerja dengan penuh tanggung jawab atas nama kemanusiaan sesuai dengan sumpah profesi masing-masing.”  [ Lip ]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here