Beda Pilihan Jangan, Rusak Kerukunan

0
780
- Advertisement -

Kolom H. Muh. Sapril MS

Perjalanan politik nasional selama hampir satu dekade terakhir cukup memberikan pelajaran betapa pentingnya meramu persatuan. Dampak dari Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 silam, terjadi polarisasi politik di tingkat grass root yang sangat kental dan membelah masyarakat menjadi dua kubu.

Dalam kondisi masyarakat yang sudah terlanjur terbelah, butuh kekuatan besar untuk menyatukan mereka kembali. Benarlah kata-kata Theodore Bikel, bahwa “Tidak diragukan lagi, persatuan adalah sesuatu yang diinginkan, diperjuangkan, tetapi tidak dapat dikehendaki hanya dengan deklarasi.”

Karena itu, polarisasi politik di tengah masyarakat menjadi sebuah fenomena yang harus dicegah agar tidak tumbuh menjadi bibit perpecahan berkepanjangan di antara anak bangsa. Kontestasi politik juga harus dipahami sebagai sebuah langkah bersama menuju bangsa yang maju.

Ironisnya, pemilihan pemimpin di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, bahkan tingkat desa, kerap menjadi pemicu yang meretakkan hubungan kekeluargaan yang selama ini sudah berjalan harmonis. Luka emosional akibat pemilihan dapat terus menganga dan belum menemukan obat yang ampuh.
Agenda politik yang keras mengakibatkan konfrontasi antarkeluarga: suami dan istri, orang tua dan anak, kakak dan adik, antarsepupu, maupun antarkeluarga besar yang terhimpun dalam sebuah paguyuban kerukunan keluarga di perantauan.

- Advertisement -

Egoisme sektoral dan fanatisme dukungan terlalu kental sehingga norma-norma agama dan adat pun tak cukup kuat untuk mengendalikan syahwat politik menuju puncak kontestasi. Kekentalan cara berpolitik itulah yang kerap menggiring masyarakat tercerai-berai melampaui masa kontestasi tersebut.

Kasus ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat misalnya, pemilihan presiden antara Donald Trump dan Joe Biden banyak perpecahan yang ditimbulkan selama proses kampanye hingga pemilihan usai. Laporan Pew Research Center, menemukan bahwa hampir 80% pendukung Trump dan Biden tidak memiliki teman yang mendukung kandidat lainnya. Adapun studi oleh lembaga polling Gallup menemukan terjadinya rekor baru untuk polarisasi partai pada tahun ketiga Trump menjabat.

Seorang warga Amerika Serikat, Mayra Gomez, memberi tahu putranya yang berusia 21 tahun bahwa dia akan memilih Donald Trump dalam pemilihan presiden. Hal itu membuat putranya marah dan memutuskan hubungan darah mereka.

“Dia mengatakan saya bukan ibunya lagi karena memilih Trump,” keluh Gomez, 41. Percakapan terakhir mereka begitu pahit sehingga Gomez tidak yakin mereka dapat berdamai bahkan jika Trump kalah sekalipun.

Buruknya hubungan sosial akibat perbedaan politik itu tidak diharapkan terjadi, khususnya di Sulawesi Tenggara (Sultra), yang saat ini disebut-sebut tidak kurang dari 10 tokoh berpotensi menjadi calon gubernur pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sultra 2024.

Di provinsi ini juga ada belasan kabupaten yang akan menggelar pilkada. Jika kontestasi ini tidak dikelola sebagai pesta rakyat yang menggembirakan dan menyejukkan tentu akan membawa dampak negatif.

Menjelang Pilkada Serentak 2024, suhu politik di Sultra juga mulai memanas, baik level provinsi maupun level kabupaten/kota. Dalam lingkup yang lebih kecil, turbulensi politik ini ikut menimpa keluarga besar Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) di Sulawesi Tenggara.

Situasi ini justru dibarakan oleh sejumlah oknum Pengurus yang menyeret-nyeret Warga KKSS, entah sebagai tim sukses, maupun pemeran figuran dalam drama dukung-mendukung kandidat.
Keakraban yang bertahun-tahun dijalin dengan beragam kegiatan bakti sosial, acara kebudayaan, kulineran, pengajian, olahraga, kegiatan keagamaan, dan sebagainya. Sangat disayangkan jika luluh lantak akibat ambisi politik sesaat.

Sebagaimana warga pada umumnya yang memiliki hak politik, pengurus KKSS juga sama. Namun, tidak elok jika terlalu memaksakan pilihan politiknya terhadap orang lain, terlebih lagi jika terlibat debat kusir yang berujung pada ketegangan.
Seperti diketahui, tujuan berhimpun dalam sebuah organisasi paguyuban adalah untuk bersama saling sipakatau, sipakalebbi, bahu membahu mendorong kemajuan bersama di tanah rantau.
Falsafah hidup Bugis dan Makassar ini sarat dengan nilai adiluhung. Dengan itu, sejatinya tidak terjadi pengkotak-kotakan masyarakat hanya karena berbeda pilihan dalam politik. Kapal yang dinaungi ini bukan untuk dirusak oleh sebagian oknum yang memiliki egoisme pribadi.

Pulau impian yang hendak dituju bersama, tidak akan mungkin tercapai jika ada pihak yang mematahkan tiang kapal, menyobek layar, atau bahkan melubangi dek bawah kapal. Kekacauan akan terjadi jika pihak-pihak itu tetap memaksakan aktivitas bernuansa politik praktis di dalam organisasi kekeluargaan ini.

Padahal ada pesan dari orang tua lampau dalam bahasa Makassar: Abbulo sibatang paki antu / mareso tamattappu /
nanampa nia sannang ni pusakai / Yang artinya kurang lebih: Bambu sebatang kita semua. Bekerja tak putus-putus. Kemudian bahagia kan kita miliki. Rumah KKSS yang telah dibangun bersama ini ibarat sebatang bambu yang menghasilkan rangkaian kegiatan-kegiatan positif. Lalu dengan kegiatan itu menghasilkan sebuah harmoni kekeluargaan yang berbuah kemajuan dan kebahagiaan bersama.

Pappasang (pesan) ini selalu dikumandangkan dalam masyarakat Makassar baik di tanah Sulawesi maupun di luar Sulawesi. Dalam pertemuan-pertemuan tudang sipulung sebagai usaha saat melaksanakan sesuatu pekerjaan atau kewajiban bersama untuk kemudian dinikmati bersama. Ini juga sesuai kata Lailah Gifty Akita, “Ada keindahan dan kekuatan dalam kesatuan. Kita harus bersatu hati dan pikiran. Satu dunia, satu orang.”

Filosofi gotong royong yang mengakar ini bila dibarengi dengan kerja keras, kerja cerdas, kejujuran, kesolidan (team work), akan membuahkan hasil yang sungguh manis. Tantangan-tantangan yang ada akan dilalui dan diselesaikan dengan penuh cinta selayaknya membina hubungan rumah tangga yang sakinah.
Sebuah pepatah Bugis yang berbunyi: Melleki tapada melle; tapada mamminanga; tasiyallabuang. Artinya adalah marilah kita menjalin suatu hubungan yang lebih baik agar cita-cita yang diinginkan bisa menjadi kenyataan.

Hubungan yang baik adalah modal dan kunci utama dalam menciptakan sebuah kesuksesan, baik itu kesuksesan pribadi ataupun bersama. Bila hubungan mesra yang selama ini retak, maka yang rugi adalah pribadi dan semua yang berhimpun dalam paguyuban Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan di Sulawesi Tenggara.

Bila konflik politik tidak terkelola dengan baik, maka kapal KKSS bisa tenggelam dan merugikan bukan hanya pihak-pihak yang berkonflik saja, tetapi semua warga KKSS yang berada di dalam kapal tersebut. “Persatuan adalah kekuatan, perpecahan adalah kelemahan.” (Peribahasa Swahili). Teramat disayangkan, puluhan tahun para pendahulu KKSS telah membangun dan membina organisasi ini dengan baik, hancur oleh tindakan-tindakan oknum yang lebih mementingkan urusan pribadinya ketimbang urusan orang banyak. Luka yang memborok ini akan sulit diobati satu dua tahun. Mungkin dengan amputasi maka borok itu tidak dapat menjalar ke bagian tubuh yang lain. Apakah itu yang kita inginkan? Tentu saja tidak.

Sebagai warga Sulawesi Selatan yang telah berpuluh tahun mukim dan bekerja di Sulawesi Tenggara tercinta ini, saya merasakan betapa indah, aman, dan nyaman daerah ini. Di Bumi Anoa inilah saya menambatkan hati, memperbanyak kawan dan saudara. Terus merawat keberagaman, persatuan, kerukunan antarsuku dan agama, sembari tak henti bekerja dan berkarya nyata.

Saya bersyukur, pernah hadir dan berkesempatan menopang kemajuan daerah ini. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Begitulah semangat yang terus bergelora dalam jiwa.
Saya tak pernah berkomproni dengan lahirnya benih yang merusak kerukunan dan semangat persatuan antarwarga dan antarsuku. Karena itu, kita patut mewaspadai segala hal-hal yang dapat merusak rasa nyaman dan kerukunan itu, terutama di setiap musim pesta demokrasi politik.

Faktanya, hampir setiap ada pesta demokrasi, kita seakan dicerai-beraikan, hanya karena perbedaan pilihan politik. Ini pun terjadi dalam rumah kerukunan warga Sulsel. Ironisnya, pengurus KKSS sering tak mampu merawat semangat kerukunan itu setiap kali musim pemilukada tiba.

Ketum Asosiasi Pengusaha Batu (ASPENTU) Sultra & Ketua Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Kendari

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here