Azis Rauf, Putra Soppeng Merantau Jauh ke Soviet

0
883
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

DI MASA sulit kehidupan ekonomi di tahun 1960 an itu, adanya pemberontakan gerembolan Darul Islam Tentara Islam Indonesia/DI TII, Kahar Muzakkar di daerah Sulawesi Selatan.

Anak remaja Daeng Azis Rauf menamatkan pendidikan di Sekolah Rakyat/SR di Cabbenge dan Sekolah Menengah Pertama/SMP negeri satu di kota Watansoppeng.

Lanjut ke pendidikan di Sekolah Menengah Atas/SMA negeri satu Makassar. Tamat di situ 1963 terpilih melanjutkan ke Institut Teknologi Bandung (ITB), Pendidikan Tinggi Utama, almamater Ir. Soekarno, proklamator Kemerdekaan Bangsa 17 Agustus 1945.

Bekal Sepeda Ke Bandung

- Advertisement -

APA bekal atau bokong, istilah Bugis merantau ke Jawa.

Tak terbanyangkan saat itu ada pikiran untuk membawa sepeda ke Bandung.

Naik kapal saja sulitnya bawa diri untuk tempat tidur di sela tumpukan barang muatan kapal. Tentu ada alasannya membawa sepeda yang kemudian baru terjawab sesampainya di Jakarta.

Sebelum ke tanah Jawa, Daeng Azis, anak kedua dari enam bersaudara datang pamit mohon nasehat dan doa restu ke orangtua.
.
Nasihat yang jadi bokongnya yaitu tidak menanam pohon jati, yang makna simboliknya tidak berburuk sangka kepada sesamanya, membudayakan sifat Pelleng/kemiri yang membudayakan kesetiakawanan sosial yang memberi manfaaat dan tolong menolong.

Kemudian selalu mengingat habitat Pering/bambu yang serba guna bagi peralatan kehidupan.

Leluhur secara umum menganjurkan kepada setiap perantau untuk menanam pohon kelapa dimanapun tempat yang dituju.

Menanam pohon kelapa ini nyata adanya kita temui di daerah rantau orang Bugis Makassar untuk kehidupannya.

Kenangan Bersama Bu Guru Djawasang Side

BAGI yang bersrekolah di SMP negeri satu antara tahun 1960 sd 1980 dan pastinya mengingat Ibu Guru Djawasang yang mengajarkan ilmu pasti/matematika. Saleh Baso yng Kepala Sekolah dari Selayar saat itu.

Semoga pengabdian beliau menjadi pahala kebaikan aamiin.

Daeng Azis meminta mondok di rumah ibu yang selalu mengenakan pakaian kebaya dan sarung panjang datang mengajar jalan kaki dari Ujung ke SMP bukit selatan kota sekitar satu kilometer.

Sepeda tadi yang dibawa bersama dengan peti besi tempat pakaian telah berfungsi dikendarai berkeliling kota Jakarta bersama temannya Bachtiar dari Mandar.

Di Bandung Jumpa Aktivis

DI ASRAMA Latimojong dan Sulawesi bertemu dengan Mahasiswa yang belajar di kota kembang Bandung.

Di kota lereng pegunungan itu hawanya
sejuk dan indah, karena itu Belanda menggelarinya dengan Bandung Van Java.

Dan kurang lebih sama dengan suasana tersebut Soppeng Van Celebes, terbangun villa Yuliana di puncak bukit yang menjadi ikon kota.

Di kota Bandung, ia mengenal dengan tokoh mahasiswa pergerakan Rahman Tolleng dan Tahir Djide pelatih Bulu Tangkis Indonesia.

Di Jakarta di asrama Anoa, jumpa dengan Muslimin MT Ketua Dewan Mahasiswa IKIP.

Dua tahun lebih di ITB mendapat beasiswa melanjutkan study ke Moscow dengan jurusan mesin umum.

Keberangkataannya ke Soviet bersamaan dengan pecahnya gerakan 30 September 1965 PKI.

Selesai studi di Moscow dengan gelar spesialis Mesin Turbin, lalu ke Belanda untuk pengalaman bekerja dan balik ke tanah air tahun 1973.

Selama di Moscow sering menemui Manai Sophian menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet.

Mengenal baik putra-putra Manai seperti Sophan Sophiaan, Chris dan Helmy/ seangkatan saya di Akademi
Sinematografi Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta 1975.

Mengabdi di Kementerian PU yang diperbantukan di BUMN sektor pembangunan infrastruktur 13 tahun hingga minta pensiunan dini.

Berwiraswasta sesuai dengan bidang keahliannya, bemukim dan berjodoh di Surabaya dengan tiga putra yang melanjutkan usahanya.

Legolego Ciliwung 20 Agustus 2022

.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here