Ahli Epidemiologi Unhas Prof. Ridwan: Terlalu Dini Masuk Kehidupan New Normal

0
1153
- Advertisement -

Transisi dari PSBB ke tatanan baru tidak maksimal lantaran minimnya pemahaman masyarakat terkait model pemerintah dalam penanganan Covid19

PINISI.co.id- Pelonggaran PSBB yang dibarengi dengan kehidupan new normal, atau tatanan baru ditanggapi seragam oleh para pakar epidemiologi di Indonesia, termasuk dari Universitas Hasanuddin. Pakar sepakat akan pentingnya kehati-hatian dan rujukannya harus pada prasyarat yang disarankan WHO.

Hal ini tergambar dalam diskusi virtual pada Kamis (28/5/20), kerjasama antara Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (Koalizi), Literasi Sehat Indonesia (Lisan) dan Departemen Kesehatan BPP Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan. 

Pakar epidemiologi Unhas, Prof. Dr.  Ridwan Amirudin, S.K.M, M.Kes, menjelaskan PSBB sebenarnya cukup efektif untuk menahan laju kasus Covid-19. Namun analisis titik lemah PSBB disebabkan oleh konsistensi pengambil kebijakan, penafsiran penegakan kebijakan dan tekanan psikologis masyarakat.

“Kebijakan yang dikeluarkan antarlembaga pemerintah tidak berada pada koridor pemerintahan yang solid. Kadang antara kebijakan kesehatan dan transportasi sering berbeda. Penegakan kebijakan PSBB sering ditafsirkan berbeda antara penyelanggara. Dan masyarakat mengalami tekanan psikologis tanpa solusi tepat, terutama kelompok marginal,” ungkap Ketua Umum Perhimpunan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia ini.

- Advertisement -

Menurut Ridwan, hirarki intervensi yang diutamakan adalah keamanan dan kesehatan masyarakat baru masuk pada masalah ekonomi dan reputasi. Sementara masalah kesehatan masyarakat kita belum tuntas kita sudah masuk pada sektor ekonomi. Negara-negara lain menyelesaikan masalah keamanan dan kesehatan masyarakat dulu baru masuk pada masalah ekonomi, dan setelah itu reputasi.

Sebaliknya, intervensi tingkat komunitas, menurut Ridwan, perlu mendorong kepatuhan dalam mengikuti apa yang direkomendasikan oleh ahli dan meningkatkan kolaborasi. “Hindari membandingkan antar Anda dan orang lain, wilayah Anda dengan wilayah orang lain, karena karakteristik dan budaya yang berbeda, hindari menyebarkan konten palsu dan negatif, dan hindari perilaku mengeluh dan menyalahkan orang lain,” sarannya.

Sementara masyarakat harus diberdayakan untuk memastikan layanan dan bantuan terhadap komunitas pendidikan, kelompok rentan, mendukung kesehatan pekerja, penemuan kasus, pelacakan kontak dan kerjasama dengan dukungan dari setiap bagian masyarakat yang terkena dampak.

“Tingkat rumah tangga, harus melakukan fungsi pendidikan personal hygiene yang tepat kepada anak, update informasi dari sumber yang tepat, membuat protokol tingkat rumah tangga dan membatasi perjalanan. Dan direkomendasikan untuk saling mendukung dan memnitoring lingkungan sekitar,” jelasnya.

Lebih jauh Ridwan menjelaskan, new normal life bisa diterapkan jika syarat-syarat menuju tatanan baru sudah terpenuhi. Seperti Jepang melakukan new normal setelah enam pekan periode landai kurvanya, sementara di Indonesia kurvanya masih mau menuju titik puncak, belum sampai pada pelandaian kurva. “Jadi terlalu cepat, terlalu dini jika kita masuk pada kehidupan new normal,” tegas Ridwan.

Merujuk pada data WHO, Ridwan mengingatkan bahwa syarat menuju  tatanan baru adalah terbukti bahwa tansmisi Covid-19 telah dikendalikan, kesehatan masyarakat dan kapasitas sistem kesehatan mampu untuk mengidentifikasi, mengisolasi, menguji, melacak kontak dan mengkarantina, mengurangi risiko wabah dan pengaturan ketat terhadap tempat yang memiliki kerentanan tinggi, terutama di rumah orang lanjut usia, fasilitas kesehatan mental, dan pemukiman padat. Pencegahan ditempat kerja ditetapkan seperti jarak fisik, fasilitas mencuci tangan, etiket penerapan pernapasan. Risiko penyebaran imported case dapat dikendalikan, dan masyarakat ikut berperan dan terlibat dalam transmisi.

“Dengan demikian, jika suatu negara ingin menerapkan new normal maka harus memiliki bukti bahwa penularan Covid-19 di wilayahnya bisa dikendalikan. Sistem kesehatan yang ada dari rumah sakit hingga peralatan medis sudah mampu melakukan identifikasi, isolasi, pengujian, pelacakan kontak hingga melakukan karantina orang yang terinfeksi. Risiko wabah harus ditekan untuk untuk wilayah dengan kerentanan yang tinggi,” tutur Ridwan.

Tren Covid19 di Sulawesi Selatan

Adapun Dr. dr. Andi Alfian Zainuddin, — dosen Departemen Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Unhas memaparkan bagaimana Gugus tugas Covid-19 Sulsel bekerja. Diuraikan, bagaimana Gugus Tugas melakukan pemetaan kasus Covid-19, memberikan usulan penanganan kasus Covid-19 berbasis bukti, melakukan langkah-langkah dukungan bagi fasilitas kesehatan dalam merawat pasien Covid-19, melakukan langkah-langkah promotive dan preventif terhadap penyebaran kasus Covid-19.

Anggota Gugus Tugas Covid-19 Unhas ini mengatakan, dengan melihat peningkatan jumlah dan sebaran kasus terkonfirmasi positif di Sulsel pada 30 Maret 2020, sebanyak 27 pasien positif mengalami kenaikan drastis sampai dengan 9 Mei 2020, yaitu sebanyak 710 pasien positif di kota Makassar dan sekitarnya.

“Meningkatnya angka kasus ini disebabkan oleh beberapa faktor, dan data sampai tanggal 28 Mei 2020, Sulsel mengalami ledakan yang cukup besar sampai menempati peringkat ke empat nasional. Dari hasil pemantauan tersebut, lahirlah usulan untuk melakukan intervensi pencegahan yang bertujuan untuk pengawasan sumber infeksi, menahan rute infeksi, dan mencegah infeksi baru.

Menurut Alfian, tren Covid-19 di Sulsel belum menunjukkan penurunan angka maka dibutuhkan proyeksi kebijakan, yaitu dengan adanya political will dan political act pemerintahan dan aparat serta keterpaduan geraknya. Selain itu edukasi masif ke masyarakat, pendampingan oleh relawan, penegakan aturan melalui aparat keamanan.

Kedepannya, lanjut Alfian, new normal menjadikan kita menciptakan hal-hal baru dan gaya hidup lebih sehat. Perlunya pemerintah memperhatikan dan membuat “protokoler khusus bagi anak sekolah” yang sebentar lagi akan masuk tahun ajaran baru. Perlu pemahaman khusus yang dimulai dari keluarga tentang menyiapkan masker, hand sanitizer dan perlengkapan pribadi lainnya jika memang harus mengikuti proses belajar mengajar secara tatap muka langsung.

Menanggapi jumlah kasus yang ada di Sulsel, khusus di Makassar, menurut Alfian, kita tidak bisa menentukan data real jumlah kasus berdasarkan awal terjadinya, namun data yang ada berhasilkan data lab, jadi semakin banyak yang di swab semakin banyak kasus dan tidak melihat awal terjadinyalagi. “Para epidemiolog telah berpendapat bahwa kita memang belum memiliki kurva epdidemi sesungguhnya,” terangnya.

Sejauh ini,di Sulsel sudah disiapkan tiga laboratorium, dengan kapasitas 600 – 700 sehari, Makassar dan Gowa melakukan PSBB memberikan pola adaptasi baru yang harus diterapkan. “Kita tidak memperhatikan kasus sembuh kemudian terinfeksi kembali, artinya kedepannya kita akan tetap berhadapan dengan Covid-19 dan menjadi bagian hidup kita dan tidak bisa memprediksi kapan berakhirnya dimasa depan sehingga new normal akan selalu ada, masyarakat harus belajar bagaimana normalitas yang ada nantinya.

Tekait Pemberhentian PSBB di Kota Makassar, Alfian menekankan, kita tidak pernah fokus memberikan edukasi ke masyarakat terkait PHBS, lebih banyak fokus ke proses PSBB dimana ada sanksi bagi pelanggar misalnya toko yang tetap buka akan dicabut izinnya namun disisi lain edukasi cuci tangan yang baik juga tidak ada.

Penyelenggara diskusi, dr. Zaenal Abidin, S.H., M.H., yang juga Ketua Departemen Kesehatan BPP KKSS, mengatakan, persoalan wabah yang dihadapi akan semakin kompleks, rumit, dan buruk, mengingat vaksinnya belum ditemukan. [Lip]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here