Ady Indra Pawennari, Ketua KKSS Kepri Gagal di Kampung, Sukses Besar di Perantauan

0
878
- Advertisement -

 

PINISI.co.id- Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Untung maupun malang sering datang tiba-tiba dan tanpa disangka-sangka. Tak ada seorang pun manusia yang menghendaki kemalangan. Begitu juga dengan keberuntungan. Tak ada seorang manusia pun yang mampu menolaknya. Karena, semua itu adalah rahasia Allah yang sudah tertulis di lauhul mahfudz.

Begitulah gambaran perjalanan hidup Ady Indra Pawennari (51) yang lahir di sebuah perkampungan kecil di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) hingga berada di perantauan, tepatnya di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Ady, sapaan akrab Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Provinsi Kepri periode 2024 -2029 ini, merupakan salah satu pengusaha asal Sulsel yang mulai diperhitungkan kiprahnya di pentas nasional.

Ia terpilih secara aklamasi sebagai Ketua BPW KKSS Kepri setelah Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) KKSS Kota Batam, Masrur Amin menyatakan walk out karena menganggap Surat Keputusan (SK) Badan Pengurus Pusat (BPP) KKSS yang memperpanjang SK BPW KKSS Kepri melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.

Bersama istri.
- Advertisement -

Ketua Umum BPP KKSS, Muchlis Patahna didampingi Ketua Dewan Penasehat, Aksa Mahmud, Sekretaris Jenderal, Abdul Karim, Bendahara Umum, Sri Asri Wulandari dan Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi, Muslimin Mawi yang hadir pada acara Muswil IV KKSS Kepri, membantah anggapan tersebut.

“Soal legalitas perpanjangan, di dalam AD/ART KKSS, tidak ada larangan memperpanjang SK yang sudah habis masa berlakunya, berarti itu boleh. Karena itu, Muswil IV KKSS Kepri dan produk yang dihasilkan sah dan legal. Saya bertanggungjawab dunia akhirat,” tegas Muchlis.

Berdasarkan hasil registrasi panitia Muswil IV KKSS Kepri, jumlah peserta yang memiliki hak pilih, terdapat tujuh BPD KKSS Kabupaten/Kota se-Kepri, satu BPW KKSS, satu Badan Otonom dan sembilan Pilar yang terdaftar di BPP KKSS.

Namun, pada saat memasuki tahapan pemilihan calon, peserta yang hadir hanya 13 orang yang mewakili enam BPD Kabupaten/Kota, yaitu BPD Kota Tanjungpinang, Bintan, Lingga, Karimun, Natuna dan Kepulauan Anambas, satu Badan Otonom, yaitu Ikatan Wanita Sulawesi Selatan (IWSS) Kepri dan lima Pilar yang telah mendapatkan SK dari BPP, yaitu Pinrang, Bulukumba, Jeneponto, Bone dan Luwu Raya.

Sejumlah warga KKSS Kepri.

“Karena ke-13 peserta yang hadir hanya mengajukan satu calon, yaitu Ady Indra Pawenari, maka calon yang bersangkutan kita tetapkan sebagai Ketua terpilih secara aklamasi,” kata Ketua Steering Committee (SC), H. Alias Wello.

Dalam pidato perdananya usai ditetapkan sebagai Ketua KKSS Kepri terpilih, Ady menyampaikan apresiasinya kepada semua pihak yang terlibat atas kesuksesan dan kelancaran pelaksanaan Muswil IV KKSS Kepri tersebut.

“Selama mengikuti Muswil KKSS Kepri, inilah Muswil yang paling mendebarkan. Ada perbedaan pendapat antara BPP dan BPD Kota Batam soal perpanjangan SK BPW KKSS Kepri sebagai dasar pelaksanaan Muswil. Tapi, Alhamdulillah bisa diselesaikan dengan baik. Terima kasih untuk semuanya,” katanya.

Sebelum terpilih sebagai Ketua KKSS Kepri, Ady juga menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI). Di HIPKI, Ady tercatat sebagai pemilik konsesi tambang pasir kuarsa terbesar di Indonesia yang tersebar di Provinsi Kepri, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Bahkan, baru-baru ini, Ady dikabarkan bolak-balik ke Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Tengah melakukan survey untuk pengembangan bisnis tambang pasir kuarsa di sana. “Bukan pasir kuarsa, tapi batu kuarsa dan kristal kuarsa,” sanggahnya.

Ditemui di sela-sela kesibukannya di kediaman pribadinya yang diberi nama Paviliun Nusantara di Kelurahan Air Raja, Kota Tanjungpinang, Ady menceritakan pahit getirnya kehidupan yang dilalui dari kecil sampai sukses seperti hari ini.

“Orang kan hanya melihat saya seperti hari ini. Mereka tidak melihat bagaimana prosesnya, jatuh bangun dan bangkit lagi, banyak yang tak tahu. Ya, itulah kehidupan. Kata pepatah Bugis : Pada Lao Teppada Upe,” kisahnya.

Ady mengaku merantau ke Tanjungpinang pada tahun 1994, saat usianya menginjak 21 tahun. Ia meninggalkan kampung halamannya karena gagal menjalankan bisnis jual beli buah cengkeh yang digelutinya. Ia terjerat hutang, bangkrut dan tak mampu membayarnya.

“Ya, tak ada pilihan lain. Saya harus pergi merantau dan bersumpah tidak akan pulang sebelum berhasil. Jadi, selama delapan tahun merantau, saya tak ada kabar sama sekali dan orang tua saya menganggap saya sudah meninggal,” bebernya.

Dalam tradisi orang Bugis di Sulsel, khususnya di Kabupaten Wajo, orang yang sudah meninggal wajib dibacakan doa arwah usai pelaksanaan shalat Idul Fitri dan Idul Adha yang diakhiri dengan acara makan-makan bersama keluarga dan tetangga.

“Jadi, selama delapan tahun itu, orang tua saya selalu membacakan doa arwah untuk saya,” kata Ady terkekeh.

Lalu, kapan Ady diketahui masih hidup?

“Ya, awal tahun 2002. Setelah kondisi ekonomi saya mulai membaik, saya mengabari abang saya di Jakarta kalau saya masih hidup dan berdomisili di Tanjungpinang. Saya langsung naikkan haji orang tua saya dan saya bangunkan rumah permanen di kampung,” katanya.

Sejak saat itulah, nama Ady jadi idola di kampungnya. Ia dianggap sebagai perantau yang berhasil mengubah nasib dirinya dan keluarganya sehingga pantas diikuti jejaknya oleh para pemuda di kampungnya. Tak heran, Ady jadi inspirasi bagi setiap pemuda yang akan mengadu nasib di kampung orang.

Selama di perantauan, Ady memulai usahanya di event organizer, kemudian jasa konstruksi, tambak udang dan ikan bandeng, industri pengolahan sabut kelapa, bisnis keuangan non bank, serta pertambangan mineral non logam jenis tertentu, khususnya komoditas pasir kuarsa.

“Kalau ditanya soal background pendidikan, saya cuma tamatan SMA. Bahkan, sampai saat ini, saya tak pernah menggunakan ijazah dalam menjalankan bisnis saya. Karena apa? Karena saya tidak pernah melamar pekerjaan, tapi menciptakan pekerjaan,” jelasnya.

Jelang pemilihan kepala daerah serentak pada bulan November 2024 mendatang, Ady banyak digoda untuk ikut kontestasi pemilihan Bupati/Walikota dan Gubernur di sejumlah daerah. Tapi, Ady mengaku tak tertarik sedikit pun.

Baginya, menjadi teman Bupati/Walikota dan Gubernur jauh lebih penting daripada menjadi Bupati/Walikota dan Gubernur. Begitu juga ajakan menjadi calon legislatif, Ady tak pernah tertarik menekuninya.

“Biarkan saya menjadi teman Bupati/Walikota, Gubernur dan anggota DPRD/DPR RI saja,” tutup Ady mengakhiri perbincangan. (Wan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here