Kolom Hafid Abbas
Guru Besar UNJ
Universitas Negeri Makassar (UNM) di era Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, melalui kerjasamanya dengan pemerintah Belanda dan SEAMEO (South-East Asian Ministers cf Education Organization) telah menjadi salah satu pusat kajian dan pioner penurunan angka kemiskinan di negara-negara Asia Tenggara. Upaya UNM itu dilakukannya melalui pengembangan proyek DELSILIFE (Development of a Coordinated Educational Intervention System for Improving the Quality of Life of the Rural Poor through Self-Reliance), atau Sistem Intervensi Pendidikan Terpadu untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Miskin melalui Penyadaran Diri.
Dalam implementasinya, proyek DELSILIFE ini dikoordinir oleh the Regional Center for Educational Innovation and Technology (INNOTECH) SEAMEO yang berpusat di Bangkok dengan dukungan tiga negara anggota ASEAN yaitu: Indonesia, Filipina dan Thailand. Oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef di kala itu, sebagai anggota SEAMEO menugaskan IKIP Ujung Pandang (UNM) untuk melaksanakan Proyek DELSILIFE di Indonesia. Selama 18 bulan (1978-1980) tahap awal pengembangan proyek ini, dengan didukung oleh Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) Harsja Bachtiar dan Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Pemuda dan Olahraga (PLSPO), WP Napitupulu bersama dengan Kementerian Luar Negeri Belanda sebagai penyandang dana, kementerian pendidikan Filipina dan Thailand, UNM turut merancang pelaksanaan proyek DELSILIFE tersebut di negara-negara Asia Tenggara.
Pada fase pertama pelaksanaan proyek DELSILIFE, perhatian utamanya adalah mengidentifikasi masalah-masalah medasar dari persoalan kemiskinan di Asia Tenggara, dan kemudian mengembangkan model-model ujicoba sistem intervensi pendidikan terpadu untuk mengatasi segenap persoalan mendasar itu.
Selanjutnya, fase kedua pelaksanaan proyek DELSILIFE (1982-1984), dilakukan dengan menguji beragam rancangan model-model sistem intervensi pendidikan terpadu dengan menerapkan beragam aktivitas pembelajaran yang secara nyata amat mudah dilaksanakan dan dapat membangkitkan gelora kesadaran masyarakat setempat untuk membebaskan diri dari segala bentuk kemiskinan dan keterbelakangannya. Pada fase ini kegiatannya lebih banyak ditujukan pada pengamatan hasil-hasil yang telah dicapai dengan segala dinamikanya. Secara keseluruhan, hasil yang dicapai dalam pelaksanaan proyek DELSILIFE terlihat amat menggembirakan.
Dengan fakta itu, pelaksanaan proyek DELSILIFE kemudian diperluas skalanya. Jika semula untuk Indonesia misalnya, proyek ini hanya dilaksanakan di Desa Camba-Camba, Kabupaten Jeneponto, selanjutnya diperluas jangkauan pelaksanaannya ke daerah tertinggal di NTT. Hal yang sama juga dilakukan di Filipina dan di Thailand.
Selanjutnya, pada fase terakhir pelaksanaan proyek DELSILIFE (1987-1989), semua pengalaman berharga yang telah dicapai oleh UNM pada seluruh fase pelaksanaan DELSILIFE telah diadopsi di tingkat nasional di bawah koordinasi Direktorat Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal PLSPO, Kementerian P dan K. Hal yang sama juga terjadi di Filipina dan Thailand, segala capaian pelaksanaan proyeknya telah diadopsi ke tingkat nasional oleh kementerian pendidikannya masing-masing.
Pasca Proyek DELSILIFE
Sejak seluruh pengalaman berharga pelaksanaan proyek DELSILIFE telah diadopsi di tingkat nasional di Indonesia, Filipina dan Thailand, nama proyek DELSILIFE tidak begitu dikenal lagi, meski semua capaian itu telah terkompilasi dalam berbagai laporan dan publikasi ilmiah internasional seperti: DELSILIFE: An Educational Strategy to Fight Poverty yang dipublikasikan oleh Centre for the Study of Education in Developing Countries (CIISO), The Hague, Netherland, (1990).
Direktorat Pendidikan Masyarakat (Dikmas) telah mengadopsi proyek DELSILIFE sebagai satu strategi untuk memerangi kemiskinan. Lewat penerapan berbagai paket-paket pendidikan keterampilan dasar hidup A1 hingga A100 (basic life skills) dikenal misalnya ada paket pelatihan dasar pembuatan telur asin, ada paket pelatihan memasak makanan ringan, paket pelatihan kerajinan tangan dari bahan limbah, dsb.
Pakat-paket pembekalan keterampilan bermatapencaharian itu sesungguhnya bertujuan agar setiap warga masyarakat akan memiliki keterampilan dasar hidup sesuai dengan minatnya masing-masing sehingga kelak setiap warga negara akan terbebas dari pengangguran dan kemiskinan.
Selanjutnya Direktorat Dikmas juga mengembangkan penerapan program kesetaraan bagi mereka yang terkendala mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar lewat jalur persekolahan karena alasan geografis, ekonomi, sosial dan budaya. Mereka diberi akses mengikuti program Paket A setara SD, Paket B setara SMP, Paket C setara SMA lewat jalur luar sekolah.
Sejalan dengan pelaksnaan proyek DELSILIFE, Presiden Soeharto juga telah menerapkan berbagai kebijakan untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem di Indonesia selama masa pemerintahannya (1967–1998). Melalui pendekatan pembangunan yang terencana dan terstruktur, program-program tersebut berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin secara signifikan, melalui antara lain.
Pertama, penyiapan Repelita yang menjadi kerangka utama pembangunan nasional yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pada tahap awal (Repelita I–IV), fokus utama adalah pembangunan sektor pertanian, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan akses pendidikan serta kesehatan. Pada tahap selanjutnya (Repelita V–VI), strategi beralih ke pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi melalui pemberdayaan masyarakat dan pembangunan wilayah tertinggal.
Kedua, pelaksanaan program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang diluncurkan pada 1994. IDT ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa-desa tertinggal. Setiap desa menerima dana untuk pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, irigasi, dan fasilitas umum lainnya. Program ini menyasar sekitar 28.000 desa dan berfokus pada pemberdayaan masyarakat.
Ketiga, pemerintah mendorong penggunaan teknologi modern dalam pertanian melalui program Bimbingan Massal (BIMAS) dan Intensifikasi Massal (INMAS). Upaya ini berhasil meningkatkan produksi padi dan menjadikan Indonesia swasembada pangan pada 1984. Pencapaian ini tidak hanya meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga meningkatkan pendapatan petani.
Selain itu, di era Soeharto juga dilaksanakan program transmigrasi bertujuan untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jawa dan Bali dengan memindahkan sebagian penduduk ke luar pulau seperti Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.
Selanjutnya, Soeharto juga telah berhasil melaksanakan peningkatan akses pendidikan dasar melalui program SD Inpres yang dimulai pada 1973, sehingga berhasil meningkatkan rasio partisipasi sekolah dasar menjadi 90% pada 1983. Atas keberhasilan itu, Esther Duflo dari Harvard University mengangkat keberhasilan itu lewat penelitiannya yang berjudul “Schooling and Labor Market Consequences of School Construction in Indonesia: Evidence from Unusal Policy Experiment” terbit pada 2000. Dalam artikelnya Duflo mencatat, program SD Inpres merupakan salah satu program pembangunan sekolah terbesar yang pernah tercatat di pelanit ini. Lewat penelitian itu, Duflo pada 2019, menerima Hadiah Nobel Ekonomi (Nobel Economics Prize).
Presiden Soeharto juga telah menerima Medali Avicenna dari UNESCO. Penghargaan ini diberikan pada 19 Juni 1993, sebagai pengakuan atas keberhasilan Indonesia di bawah kepemimpinannya dalam memajukan pendidikan, khususnya dalam program pemberantasan buta huruf dan perluasan akses pendidikan. Sebagai Konsultan UNESCO untuk Wilayah Asia Pasifik, saya ikut menyaksikan pemberian Medali Avicenna oleh Dirjen UNESCO Federico Mayor Zaragoza kepada Presiden Soeharto di Istana Negara.
Terakhir, atas keberhasilan Soeharto menurunkan angka kemiskinan, banyak negara telah mengadopsi kebijakan serupa dengan yang diterapkan di negaranya masing, terutama mereka yang berasal dari negara-negara non-blok.
Semoga kontribusi UNM dalam memerangi kemiskinan di tanah air dan di Asia Tenggara lewat DELSILIFE-nya dan sejumlah keberhasilan Presiden Soeharto dalam menurunkan angka kemiskinan yang amat signifikan akan tetap menjadi cahaya dan inspirasi dari generasi ke generasi hingga kapan pun.