Kolom Fiam Mustamin
Narasi tentang tekanan disampaikan oleh Dr. Andi Amran Sulaiman, Ketua Umum Terpilih Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (BPP KKSS), pada acara pengukuhan pengurus pada 22 Juni 2025 di Jakarta.
Apa makna dari semangat dalam tekanan itu?
Sepirit ini dapat dianalogikan dengan nilai budaya “Reso” dalam pesan-pesan leluhur Bugis-Makassar. Reso adalah ikhtiar dan kerja keras yang diwariskan oleh para panrita atau tau acca (orang-orang bijak), seperti La Pagala Nene Alomo dari Sidenreng pada abad ke-16. Tersirat dalam ungkapan sakral:
“Resopa temmangingi, natulangi malomo naletei pammase Dewata Seuwae” (Kerja keras yang sungguh-sungguh dan penuh kesabaran akan mengundang berkah dan rahmat dari Allah SWT.)
Inilah akar dari genetis kecendekiaan.
Tradisi kecendekiaan ini tersebar dan diwariskan di berbagai wilayah, seperti Bone melalui figur La Mellong Kajao Lalidong di abad ke-16, serta di daerah Suppa, Luwu, Wajo, Soppeng, Tanete, Barru, dan Gowa.
Semua ikhtiar besar itu disandarkan pada ridha dan kehendak Sang Pencipta, mappesona ri elo ullena Puangnge.
Dengan pemahaman tersebut, apa yang dirancang dan diikhtiarkan oleh Ketua Umum seperti pendirian sekolah unggulan, pengembangan pendidikan kedokteran, serta program pemberdayaan ekonomi dan kewirausahaan merupakan bagian dari langkah strategis menyongsong Indonesia Emas 2040.
Bagaimana merealisasikan
gagasan itu?
Warga KKSS memang bukan pembuat kebijakan formal atau pelaksana pemerintahan. Namun, mereka hadir di semua lini di lembaga negara, institusi profesional, serta berbagai sektor kehidupan.
Saatnya warga yang memiliki keterampilan dan kompetensi ditampilkan. Merekalah motor penggerak, pelopor, dan inspirator kemajuan.
Melalui gagasan ini, paguyuban sosial budaya KKSS justru semakin meneguhkan jati dirinya: menjunjung tinggi adab silaturahmi antarwarga, serta memperkuat pertalian kultural dan etnis se-Nusantara.
Mari kita wujudkan budaya luhur Bugis-Makassar: Siporennu, Sikamaseang, Sipakaraja, Sipakalebbi, Sipassappareng Deceng (Saling menyayangi, saling memuliakan, saling menghormati, dan saling membantu dalam kebaikan). Inilah nilai utama untuk kita semua dalam ber-KKSS.
Menarik untuk ditelisik tiga sosok: Idrus Marham, Syamsul Bachri, dan Said Didu disebut sebagai pewaris kecendekiaan Nene Magading Bakka Lolona Suppa dari abad ke-15.
Para Penasehat Kerajaan dalam Sejarah Sulawesi Selatan yaitu Karaeng Matoaya di Kerajaan Tallo–Gowa pada abad ke-17.
To Ciung Macar di Luwu pada abad ke-15. Nene Magading di Suppa pada abad ke-15. La Tirengen To Toba, bergelar Puang ri Maggalatung, di Wajo pada abad ke-16. Lawaniaga Arung Bila di Soppeng pada abad ke-16 dan We Colli Pojie, Arung Pancana Toa di Tanete.