SELAMAT JALAN GURUKU, PROF. SAMIANG KATU

0
150
- Advertisement -

Catatan M Saleh Mude 

Dalam rentang waktu 1988-1991, saya kuliah di kampus lama IAIN (UIN) Alauddin, Jalan Sultan Alauddin Raya, Makassar. Salah satu nama dosen/guru kami adalah Prof. Samiang Katu. Jika tidak salah, beliau lahir di Bulukumba, istrinya dari Sidrap, kampung kelahiran saya.

Ketika saya dkk di semester 1, kami belajar ilmu tauhid, diajar oleh Pak Samiang di gedung 2 Fakultas Ushuluddin, mata-kuliah tauhid. Beliau sangat disiplin, kelas belajar dimulai jam 6 pagi, jika terlambat beberapa menit, pintu ruangan ditutup, tidak boleh lagi masuk, dan dinyatakan tidak hadir di absensi. Saya selalu hadir selama diajar oleh beliau. Saya masih ingat ketika beliau menjelaskan, “… alasan orang-orang menyembah patung, karyanya sendiri, karena merasa dirinya punya dosa dan noda, tidak suci di hadapan Tuhan yang suci.”

Kesan kedua yang masih segar dalam ingatkan saya, beliau sangat disiplin terhadap mahasiswa pada hari Senin, harus memakai seragam baju putih dan celana biru, seragam Ushuluddin. Jika melanggar, disuruh pulang atau tidak boleh berada di sekitar 2 gedung Ushuluddin.

Kesan ketiga, saya beberapa kali mendengar ungkapan motivasi Pak Samiang untuk alumni Ushuluddin. “Kemana anda setelah menjadi alumni? Jangan khawatir, banyak alumni kita telah sukses di departemen dan profesi ini…sambil menyebut beberapa contoh alumni Ushuluddin yang sudah bekerja.” “Anda harus rajin belajar untuk mengubah nasib, lihat contoh, Harmoko, anak pedagang beras, kini bisa menjadi menteri…”

Kesan berikutnya, suatu hari, saya naik di lantai dua gedung utama Ushuluddin, kaki saya sakit, bengkak, pakai perban dan sandal. Begitu mata Pak Samiang melihat kaki saya tidak pakai sepatu, langsung marah, dan membentak saya, saya bilang, “mohon maaf Pak, kaki saya sakit.” Beliau kembali tersenyum, dan mengizinkan saya masuk ruang kerja fakultas.

Kesan lainnya, sudah lulus di Akidah Filsafat, masuk kampus, berpapasan di jalan dekat pintu belakang kampus, beliau naik mobil, singgah, menawarkan saya, “Apakah Anda bersedia mengganti saya sebagai khatib di Masjid Rumah Sakit Faisal?” Saya jawab, “siap,” dan siang itu/besoknya, saya mengganti beliau sebagai khatib Jumat, dan saya dapat honor.

Puluhan tahun, setelah saya tinggal di Jakarta dan Tangerang, saya dkk meluncurkan buku Prof. Dr. Mansyur Ramly, calon wakil gubernur Sulawesi Selatan 2008-2013 di hotel Sahid Makassar. Ratusan orang hadir, termasuk Pak Samiang Katu. Saya menyapa dan salaman beliau, bersama beberapa dosen dari UIN Alauddin. Beliau bilang, “Alumni Ushuluddin bisa tonji.” Itu adalah ucapan pujian atas karya dan acara saya dkk malam itu.

Semalam, 25 Agustus, waktu Hartford, Connecticut, Amerika Serikat, saya membaca berita duka Prof. Saming Katu wafat di WAG Alumni Ushuluddin. Saya dkk ramai-ramai mengucapkan “inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.” Kami turut mengirimkan doa terbaik kepada guru kami. Kami percaya beliau kembali kepada Tuhan dengan bekal kebaikan yang banyak, khusnul khotimah. Insha Allah, beliau mendapat tempat lapang, harum, bercahaya di alam barunya. Amien YRA.

Selamat Jalan Guruku, muridmu, M. Saleh Mude

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here