Menghidupkan Nilai-nilai Budaya Bugis Makassar untuk Transformasi KKSS

0
31
- Advertisement -

Kolom Syahrir Andi Mangga

Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), yang berazaskan Pancasila, merupakan organisasi kemasyarakatan yang menaungi empat kelompok etnis terbesar di Sulawesi Selatan: Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Keempat etnis ini berasal dari rumpun bahasa Austronesia Barat, memiliki kesamaan dan kedekatan dalam aspek linguistik, budaya, dan sejarah (CH Perlas, 2006).

Musyawarah Besar (Mubes) XII KKSS baru saja memilih Andi Amran Sulaiman sebagai Ketua Umum periode 2025–2030. Momen ini menjadi saat yang tepat untuk melakukan evaluasi, rekonstruksi, dan peninjauan ulang atas tugas dan fungsi organisasi, serta mengakomodasi aspirasi anggota demi peran yang lebih baik. Diharapkan lahir suatu konsepsi atau paradigma baru yang mencakup perubahan pola pikir, reaktualisasi, revitalisasi, dan reformulasi gagasan.

Setiap perubahan organisasi tentu membawa masa transisi dan penyesuaian terhadap struktur baru. Di masa ini seringkali terjadi tumpang tindih fungsi dan turbulensi akibat perbedaan sudut pandang serta pendekatan dalam memecahkan masalah. Namun, dinamika ini juga bisa melahirkan semangat baru untuk bangkit, melakukan pembenahan, dan pembaruan.

Jika perbedaan pendapat dan konflik yang timbul akibat perubahan tidak ditangani dengan baik, akan berdampak pada melemahnya solidaritas dan kohesi di antara pengurus maupun anggota. Karena itu, diperlukan tindakan korektif dan evaluasi berkelanjutan. Manajemen penyelesaian konflik membutuhkan pendekatan khusus, yakni saling menghormati dalam perbedaan, sebagaimana nilai-nilai sipakale’bi dan sipakatau.

- Advertisement -

Mubes ini menjadi salah satu modal dasar dalam membangun kembali nilai-nilai budaya Bugis-Makassar yang mungkin telah terlupakan. Nilai seperti siri’ (harga diri) dan pacce (empati) yang diwariskan oleh para leluhur harus terus hidup dalam diri setiap anggota. Kegagalan dalam memegang teguh nilai ini dianggap sebagai hal yang memalukan.

Idealisme tentang persatuan dan kemajuan organisasi KKSS perlu dijadikan sebagai komponen penting dalam menyusun strategi dan kebijakan yang terarah. Kegiatan seperti Mubes bisa membangkitkan kembali ingatan kolektif terhadap pesan-pesan luhur para pendiri dan pemimpin terdahulu, yang masih sangat relevan hingga kini.

Kini, Ketua Umum Andi Amran Sulaiman sekaligus menjabat Ketua Formatur untuk menyusun struktur dan personalia pengurus baru. Personalia yang terpilih merupakan panggilan untuk menjadi “cahaya perubahan” dan agent of change selama lima tahun ke depan. Sosok Amran Sulaiman dikenal memiliki pengetahuan dan pengalaman luas tentang karakter anggota KKSS. Seorang nakhoda tangguh tidak lahir dari laut yang tenang, melainkan dibentuk di tengah badai. Prinsip yang dipegangnya, “Kualleanna tallanga na toalia” (Makassar) atau “Puratangkisi gulingku, pura babbara sompeku, ulabbiri telleng notowalia” (Bugis), yang bermakna “kemudi telah kupasang, layar telah kukembangkan, lebih baik tenggelam daripada surut.”

Kepemimpinan dan arah yang kuat diharapkan mampu membawa “perahu” KKSS mencapai tujuan organisasi dengan selamat. Namun, setiap perubahan dan perbaikan sistem akan selalu menghadapi tantangan. Diperlukan kekuatan besar untuk menghadapinya.

Seorang pemimpin sejati harus memiliki etika dan karakter: acca (kepintaran), warani (keberanian), lempu (kejujuran), assitinajang (kepatutan), getteng (ketegasan), masagena (kemampuan), dan makaritutu (kewaspadaan).

Tantangan pertama yang dihadapi BPP KKSS periode 2025–2030 adalah merumuskan struktur organisasi dan memilih personalia yang berkualitas. Program kerja harus disusun secara konkret dan langkah strategis harus dipersiapkan, termasuk dialog intensif untuk mencari solusi dari perbedaan pendapat yang berpotensi memecah belah. Kohesi dan solidaritas antara pengurus dan anggota menjadi sangat penting dalam proses perubahan menuju organisasi yang lebih baik.

Penyusunan struktur organisasi kerap menghadapi dilema dan tantangan. Keberhasilan sangat bergantung pada kemampuan menyelesaikan persoalan secara bijak dan terbuka terhadap kritik dan saran demi kemajuan bersama.

BPP KKSS tentu memiliki gagasan ideal. Namun, gagasan tersebut harus disesuaikan dengan realitas masyarakat dan anggota yang belum tentu dalam kondisi ideal. Hal ini berpotensi menimbulkan perbedaan pandangan, bahkan konflik, bila tidak dikelola dengan tepat. Persoalan pribadi jangan sampai merembet menjadi konflik organisasi.

Situasi ini menunjukkan bahwa dalam organisasi, segala proses pergerakan harus dilakukan dengan pendekatan holistik. Sikap proaktif dan kemampuan antisipatif menjadi penting dalam menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian. Budaya dialog dan diskusi terbuka harus terus dikembangkan sebagai sarana terbaik untuk menjaga harmonisasi dan persatuan dalam tubuh KKSS.

Penulis, pemerhati sosial budaya, warga KKSS Kota Bandung

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here