Hikmah Abdul Hamid Husain
Pembaca ayat-ayat suci Al-Qur’an, Wahyu Kalam Ilahi, serta pembaca doa adalah pribadi-pribadi istimewa di mata Allaah SWT.
Sayangnya, dalam banyak acara—seperti pernikahan, resepsi, rapat, maupun ulang tahun—mereka seringkali diremehkan, bahkan ditempatkan di posisi yang kurang layak. Lebih menyedihkan lagi, pihak Event Organizer (EO), tuan rumah, maupun pembawa acara (MC) kerap memandang rendah para qari/qariah, ustadz, atau kiai pembaca Al-Qur’an dan doa, seolah lebih rendah dari para penyanyi atau penghibur yang justru diberi tempat istimewa meski penampilannya tidak mencerminkan nilai kesakralan.
Penyanyi ditempatkan di panggung utama, sementara pembaca Al-Qur’an dan doa dianggap sekadar pelengkap yang kurang dihargai. Padahal, bagaimana mungkin kita mengharapkan keberkahan dan limpahan SAMARASA—Sakinah, Mawaddah, Rahmah, dan Sa’adah—jika ayat-ayat Allah dan doa diremehkan di momen-momen penting dan sakral.
Sabda Rasulullaah SAW:
إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَشُقَّ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلَا أُكْفِّرَهُمْ
“Sungguh, aku tidak diperintahkan untuk membelah hati manusia, dan tidak pula untuk menghakimi mereka sebagai orang-orang yang ingkar dan kufur.” (HR. Al-Bukhari)Maka, muliakanlah orang lain jika ingin menjadi pribadi yang dimuliakan Allah.
Firman Allaah SWT:
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allaah, mengerjakan kebajikan dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri’.
Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) itu dengan cara yang lebih baik.” (QS. Fuṣṣilat [41]: 33–34)
Catatan
1. Muliakanlah Al-Qur’an, zikir, dan doa jika ingin hidup bahagia, sukses, dan terhormat.
2. Kita hidup di era modern yang kerap penuh kepalsuan. Mereka yang dianggap hebat adalah yang mengikuti tren, pandai bergoyang, bersuara merdu bernyanyi. Sementara mereka yang mendalami Al-Qur’an, bersuara indah melantunkan Kalam Ilahi, justru sering dianggap kolot dan ketinggalan zaman. Bagaimana bisa hidup bahagia dengan cara demikian?
3. Kemuliaan dan kebahagiaan sejati tidak lahir dari acara mewah, gedung megah, atau hidangan melimpah. Ia tumbuh dari hati yang lapang, jiwa yang memuliakan ayat-ayat Allah, dan lisan yang ikhlas berzikir dan berdoa.
Firman Allaah SWT:
“Orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, yang menahan amarahnya, dan memaafkan kesalahan orang lain. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Āli ‘Imrān [3]: 134)
PENUTUP
Mari kita tutup dengan doa yang diajarkan Rasuulullaah SAW:
اللهم اعنا على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك
“Ya Allaah, bimbinglah kami untuk senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan sebaik-baiknya kepada-Mu.”