KKSS dan Asas Adab Sipangadakkang: Perekat Kultural dalam Keberagaman Nusantara

0
96
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin 

Paguyuban Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) tidak hanya lahir dari semangat primordial kedaerahan, tetapi tumbuh dengan landasan kultural yang kokoh: asas Adab Sipangadakkang/Sipangadereng. Nilai ini bukan sekadar hiasan retorika, tetapi menjadi jiwa dalam setiap denyut organisasi sejak deklarasinya pada 12 November 1976. Di sanalah terangkum semangat kebersamaan, martabat, dan tata krama yang menjadi pedoman hidup masyarakat Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja.

Adab, dalam konteks ini, bukan hanya perilaku baik atau sopan santun dalam makna umum. Ia adalah sistem nilai yang berakar dari budaya Sulawesi Selatan, di mana kehidupan sosial dijalankan dengan kesadaran moral yang tinggi—menjunjung kehormatan, saling menghormati, dan menjaga harmoni dalam hubungan antar manusia. Sipangadakkang mengandung makna saling menghormati kedudukan; sedangkan Sipangadereng mengandung prinsip hidup bermasyarakat yang berlandaskan pada kesopanan, keadilan, dan etika sosial.

Dalam semangat itu, KKSS bukan hanya organisasi kedaerahan, tetapi gerakan sosial-budaya yang menanamkan prinsip-prinsip adab dalam interaksi antaranggota dan masyarakat luas. Ia menjadi medium perjumpaan budaya, tempat berbagai latar belakang warga Sulawesi Selatan yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara bertemu, berdialog, dan memperkuat jati diri kolektifnya.

Dengan landasan ini, KKSS memiliki potensi besar untuk menjadi pemersatu lintas etnis, menjelma sebagai “perekatan kebangsaan” yang hidup dan nyata. Gerakan pertemuan budaya yang digalakkan KKSS di berbagai daerah di Indonesia, dari Aceh hingga Maluku, dari Tapanuli hingga Timor, mencerminkan penguatan ikatan emosional lintas komunitas yang tidak saling menegasi, melainkan saling menguatkan.

Temu Budaya 

Melalui temu budaya ini, warga KKSS tidak hanya meneguhkan identitasnya, tetapi juga membangun jejaring kekerabatan antar suku yang menjadi pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah bentuk nyata dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang tidak cukup hanya dikutip, tetapi harus dihidupkan dalam tindakan kolektif seperti yang dilakukan KKSS.

Gagasan menjadikan temu budaya sebagai narasi buku dan rekaman audiovisual adalah langkah penting untuk membingkai perjalanan budaya ini menjadi warisan pengetahuan dan inspirasi lintas generasi. Ia menjadi referensi hidup bahwa Indonesia bukan hanya rumah bersama secara teritorial, tetapi juga keluarga besar yang saling menyayangi, yang tidak boleh tercerai-berai oleh provokasi politik atau kepentingan sektarian.

Di tengah gempuran arus perpecahan dan polarisasi sosial akibat kontestasi politik, gerakan seperti ini sangat urgen: mengukuhkan kembali akar persaudaraan, menyuburkan nilai-nilai adab, dan menumbuhkan rasa saling percaya antar anak bangsa. Karena sejatinya, yang membentuk bangsa ini kokoh bukan semata bangunan formalnya, tetapi nilai-nilai luhur yang diwariskan dari budaya lokal yang menjunjung persatuan dan kedamaian.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here