Kolom Imam Shamsi Ali
Alhamdulillah hari ini Jamaica Muslim Center New York kembali merayakan hari Raya Idul Adha di tahun 2025 ini. Tidak kurang dari 15, 000-an jamaah membludak memenuhi lapangan sekolah Thomas Edison yang terletak di Jamaica Queens, New York. Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, apalagi tahun ini adalah tahun pilkada di Kota New York, banyak pejabat dan calon-calon yang sedang berkompetisi hadir menyetor wajah. Sebagian diberikan kesempatan menyapa jamaah, sebagian pula hanya diumumkan nama dan posisinya.
Di antara pejabat yang hadir adalah Wakil Gubernur New York, Antonio Delgado, yang juga maju menjadi calon Gubenur New York melawan bosnya Gubernur Kathy Hochul. Juga Adrienne Adams, Speaker of NYC Council (Ketua DPRD), Queens Borough President Richards Donovan dan anggota DPRD New York lainnya ikut hadir. Namun yang paling menggembirakan dan membanggakan adalah kehadiran Zohran Mamdani, Muslim pertama yang saat ini maju sebagai calon Walikota New York.
Sekitar 4-5 bulan lalu Zohran Mamdani bukan siapa-siapa. Dia adalah wajah baru di perpolitikan New York terpilih menjadi anggota DPRD New York dari Long Island City New York. Di Kota New York sendiri Zohran relatif tidak terlalu dikenal ketika itu. Dengan kerja keras dan kemampuannya membangun jaringan Zohran maju menjadi kandidat terdepan membayang-bayangi popularitas mantan Gubernur New York Andrew Cuomo yang juga maju dalam memperebutkan posisi walikota New York saat ini.
Kepemimpinan itu memerlukan proses panjang yang penuh ujian.
Khutbah saya kali tidak seperti biasanya. Mungkin karena memang itu sudah menjadi bagian tabiat saya yang selalu menyesuaikan diri dengan konteks keadaan yang ada. Kebetulan Idul Adha kali ini dilaksanakan di saat kekerasan dan genosida masih terus berlanjut di Gaza dan Palestina. Pada saat yang sama Amerika dan Kota New York khususnya sedang memasuki musim pilihan politik.
Di dorong oleh situasi dan konteks itu khutbah Idul Adha kali ini fokus pada satu aspek ketauladanan Ibrahim AS yang harusnya menjadi contoh bagi umat ini. Ketauladanan itu adalah kepemimpinan yang dikaruniakan melalui perjuangan panjang dan pengorbanan yang besar. Perjuangan untuk memastikan “keberlangsungan” Dakwahnya mengajak manusia ke jalan Allah SAW. Ibrahim AS pun dikarunia seorang anak dari penantian panjang; Ismail AS.
Ternyata kehadiran seorang anak tersayang itu menjadi ujian terbesar dalam keimanan dan ketaatannya. Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anak tersayangnya sebagai pembuktian iman dan ketaatan. Ibrahim lulus melalui ujian terbesar itu. Kesuksesan Ibrahim dalam menghadapi ujian itu berakhir dengan kemuliaan “imamah” atau kepemimpinan. Kepemimpinan yang menjadi ketauladana bagi pemimpin-pemimpin umat dalam sejarah.
Salah satu ketauladanan yang diambil dari Kepemimpinan Ibrahim AS adalah bahwa kepemimpinan itu didapatkan melalui proses panjang dengan ragam ujian. Proses panjang dan ragam ujian itu menjadikannya semakin matang dan solid. Kepemimpinan itu bukan dadakan apalagi dengan rekayasa dengan mengangkangi institusi hukum yang ada. Bukan pula karena dinasti yang menjadikan kepemimpinan itu bagaikan warisan dari satu generasi ke generasi yang lain.
Urgensi kepemimpinan Umat
Umat ini dilahirkan menjadi umat yang terbaik (khaer ummah). Salah satu makna terbaik (al-khaeriyah) adalah bahwa umat ini harus berada pada posisi kepemimpinan dalam “kebaikan” (ketakwaan). Sebagaimana doa yang dipanjatkan oleh nabi Ibrahim AS: “Ya Allah karuniakan dari pasangan dan anak keturunan kami “qurrata a’yun” (hal yang menenangkan) dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa” (Al-Furqan: ).
Satu di antara makna “pemimpin bagi orang-orang bertakwa” adalah bahwa umat ini harus berada di garda terdepan memimpin dan mengajak manusia ke jalan ketakwaan. Umat ini adalah Imam bagi umat lain dalam mewujudkan kebaikan sehingga terbangun masyarakat yang berasaskan ketakwaan. Hanya dengan kepemimpinan ini umat akan membuktikan dirinya sebagai pembawa rahmah bagi seluruh alam semesta (rahmatan lol-alamin).
Sayangnya saat ini umat Islam sedang tidak sehat (sakit). Penyakit umat saat ini adalah penyakit yang telah diprediksi oleh Rasulullah SAW sejak 15 abad silam. Itulah penyakit “wahan” yang didefenisikan sebagai “cinta dunia dan takut mati”. Sebuah sikap mental yang menjadikan dunia di atas segala-galanya. Karena dunia umat lupa Allah, lupa diri, lupa tujuan hidup, lupa akan akhirat. Karena dunia pula umat lupa dan tak peduli di saat saudara-saudaranya dibantai tanpa belas kasih.
Karena umat sedang sakit maka jumlah besarnya seolah tak berguna. Ada sekitar hampir dua milyar umat Islam. Ada 57 negara mayoritas Muslim di dunia ini. Dengan kekayaan yang luar biasa, baik kekayaan SDA maupun SDM. Namun dengan semua itu umat gagal menyelamatkan saudara-saudaranya di Gaza/Palestina.
Kepemimpinan pada konteks lokal
Khutbah Idul Adha saya juga menyinggung urgensi menauladani kepemimpinan Ibrahim AS dalam proses politik yang tengah berlangsung di Kota New York. Saya menekankan bahwa perjuangan Komunitas Muslim untuk menduduki posisi-posisi kepemimpin politik di Amerika, khususnya di Kota New York kali ini menemukan momentum terbaiknya.
Selama ini Komunitas Muslim Amerika dan Kota New York bangga diikutkan dalam acara-acara yang diadakan oleh pemerintah Amerika, termasuk Presiden, Gubenur atau walikota. Seolah dengan undangan itu kita telah memainkan peranan dan mendapat Kehormatan yang besar. Itu bertahun-tahun dan menjadi zona nyaman yang menina bobokkan. Kita tidak pernah tersadarkan jika Komunitas Muslim di Amerika begitu besar. Bahkan secara jumlah jauh lebih besar dibandingkan dengan Komunitas yang selama ini dianggap selalu menentukan wajah perpolitikan di negara ini.
Namun semua itu berubah di musim pilihan politik kali ini, khususnya di Kota New York. Kehadiran seorang anak muda, yang relatif baru dalam dunia perpolitikan New York, bahkan dalam debat terakhir dianggap oleh Cuomo tidak pengalaman. Namun kiprahnya mengagumkan dengan kemampuan kepemimpinan dalam memobilisasi massa untuk sebuah perubahan besar di kota New York.
Yang lebih mengagumkan lagi menurut saya karena di tengah kesalah pahaman dan Islamophobia yang meninggi di Amerika beliau terbuka dan tetap bangga dengan dirinya sebagai seorang Muslim. Tidak kalah pentingnya beliau menampilkan politik yang tidak biasa (unconventional). Mengedepankan pikiran sehat dan hati nurani ketimbang pertimbangan-pertimbangan pragmatis. Salah satunya adalah tetap menentang genosida secara terbuka yang dilakukan oleh penjajah Israel di Gaza, Palestina.
Zohran Mamdani berhak mendapatkan dukungan Komunitas Muslim, tidak saja karena memang beragama Islam. Tapi seperti yang selalu saya sampaikan berkali-kali, Kota New York memerlukan perubahan. Kota New York telah lama berada dalam zona nyaman yang stagnan. Masanya berubah. Dan wajah perubahan itu ada pada kandidat Zohran Mamdani.
Saya pun tanpa ragu menyerukan kepada jamaah Sholat Idul Adha pagi ini, dan tentunya kepada seluruh Komunitas Muslim di Kota New York untuk memberikan dukungan dan pilihannya kepada calon Waikota Zohran Mamdani. Jika London berhasil membuat sejarah dengan Waikota Muslim pertama, Sadiq Khan, maka Kota New York dengan jumlah penduduk Muslim lebih 10 persen harusnya juga bisa.
“Satukan langkah, satukan suara. Masanya untuk kita bersama-sama dengan penduduk Kota New York lainnya mengantarkan Zohran Mamdani memenangkan pemilihan Walikota New York. Kita tidak harusnya selalu puas menerima. Masanya memberi dengan memenangkan satu dari kita (Komunitas Muslim) menjadi pemimpin Kota dunia ini”.
Demikian saya akhiri khutbah saya pagi ini. Sebuah khutbah Idul Adha yang serasa kampanye. Untungnya tidak ada yang alergi dengan ajakan ini. Karena kita sadar semua Komunitas memberikan dukungannya kepada calonnya masing-masing. Lalu kenapa kita harus malu-malu?
Jamaica Hills, 6 Juni 2025
Penulis, Direktur Jamaica Muslim Center / Presiden Nusantara Foundation