Gerakan Budaya Memberi untuk Mengentaskan Kemiskinan

0
145
- Advertisement -

Kolom Amsal Bakhtiar

Pengangguran, pemutusan hubungan kerja dan kemiskinan (PHK) belakangan ini menjadi berita viral di media. Walaupun berita ini tidak menjadi polemik panas seperti berita premanisme dan ijazah palsu namun berita ini sebenarnya akan menentukan nasib bangsa ke depan.
Nasib itu adalah bahwa kemiskinan bisa menjadikan terpuruknya suatu bangsa. Karena itu sejatinya kemiskinan harus dilihat sebagai musuh yang harus ditundukkan. Mengutip Ali bin Abi Thalib mengatakan, “ Jika kemiskinan itu berwujud manusia, maka saya akan membunuhnya.” Pernyataan ini menggambarkan betapa kemiskinan yang tidak teratasi menjadikan ancaman dalam perkembangan bangsa ke depan. Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa kemiskinan itu mendekatkan manusia pada kekafiran. Artinya, musuh utama bangsa Indonesia setiap waktu adalah kemiskinan, yang harus diperangi oleh para pejabat dan yang berpunya.

Sinyal kemiskinan di negara kita saat ini terlihat melalui ekspose badan dunia dan berita seputar PHK oleh sejumlah pemilik media perusahaan. Rilis Bank Dunia, misalnya, mengungkapkan 60,3% dari total penduduk Indonesia. Adapun menurut Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan di Indonesia sebanyak 8,57%. Perbedaan yang begitu besar karena standar yang digunakan berbeda. Namun, bagaimana pun kemiskinan masih cukup besar di Indonesia, padahal negaranya kaya dengan sumber daya alam. Seiring dengan itu berita PHK di sejumlah perusahaan TV nasional mengungkapkan, Kompas TV memberhentikan 150 orang karyawannya, TV One 75 orang, ANTV 57 orang, MNC TV mengurangi Pemrednya dari 10 orang hanya menjadi 3 orang, TVRI memberhentikan tenaga kontributor dan tenaga lepas di seluruh Indonesia. Sementara itu Net TV melakukan PHK dan diambil alih oleh MD Entertainment.Menurut catatan sepanjang tahun 2025 ini terdapat 12 perusahaan media dan industri pendukungnya yang melakukan PHK.

Pemutusan hubungan kerja bukan hanya menimpa perusahaan media, tapi juga pada industri manufaktur dan elektronika. Sritex Group perusahaan tekstil di Jawa Tengah pada Oktober 2024 lalu dinyatakan bangkrut dan mem-PHK karyawannya sebanyak 11 ribu orang. Hal yang sama PHK dilakukan perusahaan elektronika PT Sanken Indonesia yang menutup pabriknya di Bekasi dan merumahkan karyawannya sebanyak 459 orang.

Beberapa perusahaan yang beroperasi di Sidoarjo, Nganjuk dan Tangerang juga masuk dalam daftar yang akan melakukan PHK dalam waktu yang hampir bersamaan.
Pada perusahaan media terjadinya PHK karena faktor menipisnya iklan yang masuk yang menjadi sumber utama penghasilan industri media pertelevisian. Saat ini iklan banyak diambil oleh media-media non televisi seperti Youtube, konten kreator, broadcast dan lainnya.

Sedangkan pada sektor industri PHK terjadi karena faktor menurunnya penjualan, perekonomian yang tidak stabil, perubahan teknologi yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam berbelanja, serta efisiensi yang dilakukan pemerintah menjadi faktor mandeknya perusahaan yang akhirnya mengalami kerugian dan sulit untuk berkembang.

- Advertisement -

Kepedulian Elit dan Rakyat Miskin
Kemiskinan sebenarnya merupakan awal kehidupan yang dijalani sebuah bangsa dan bahkan manusia. Tidak ada sebuah bangsa lahir langsung kaya dan sejahtera. Kesejahteraan lahir setelah melalui proses yang panjang melalui dinamika perkembangan sosial, ekonomi, teknologi, pendidikan dan lainnya.

Dalam perkembangan tersebut tidak semuanya dapat mengikuti kemajuan secara bersamaan. Ada yang cepat memperoleh peluang, ada yang butuh waktu penyesuaian dan tidak butuh waktu lama, dan ada yang mungkin sangat lambat dan mendapatkan banyak kesulitan.

Proses merespons perubahan yang tidak sama kecakapannya ini pada akhirnya melahirkan masyarakat yang bertingkat-tingkat pula kesejahteraannya. Secara kategori ekonomi bisa disebut melahirkan kelompok masyarakat yang kaya dengan penghasilan tinggi, kalangan ekonomi menengah, dan terakhir masyarakat miskin.

Untuk kalangan miskin yang dalam proses persaingan ekonomi dan yang sedang bertransformasi ke masyarakat modern- industri, jelas mengalami perkembangan yang lambat oleh berbagai keterbatasan dalam merespons kemajuan dan perubahan masyarakat.

Pada umumnya dalam negara yang sedang bergerak dari negara pertanian ke industri membutuhkan sumber daya manusia terdidik, memiliki keahlian dan pendidikan, atau memiliki modal. Dengan persyaratan tersebut mereka bisa masuk atau terserap pada lapangan-lapangan kerja, pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan dan keahlian, dan atau membuka lapangan usaha baru sebagai wiraswastawan. Kondisi inilah yang sebenarnya menjadi kendala bagi kalangan masyarakat miskin dalam mengatasi kesulitan kehidupannya, terutama dalam meningkatkan kesejahteraannya.

Dengan demikian dalam masyarakat modern akibat tuntutan profesionalisme, keahlian dan kekuatan modal, bagi masyarakat miskin yang tidak memiliki syarat tersebut mereka menjadi terpinggirkan serta termarjinalkan dan hidup dalam kesulitan ekonomi atau menjadi kelompok masyarakat miskin.
Di samping itu, kemiskinan sebenarnya tidak hanya karena adanya orang yang terpinggirkan dalam persaingan hidup dalam pusaran ekonomi, namun juga bisa terjadi karena proses kebijakan ekspansi usaha dan pembangunan yang dilakukan dengan dalih kepentingan umum. Kekurangan tanah atau lahan untuk pembangunan dan ekspansi usaha kalangan bisnis misalnya telah menyebabkan terjadinya penggusuran penduduk dari tanah yang dimilikinya. Hal ini berakibat terjadinya ketimpangan kepemilikan tanah di negara kita.

Seperti diungkapkan Menteri Agraria dan Tata Ruang dan Kepala Badan Pertanahan Nasional(ATR/BPN) Nusron Wahid bahwa ada 1,8 juta hektar tanah di Indonesia dikuasai oleh satu keluarga. Kemudian dari total 170 juta hektar tanah di negara kita, sebanyak 70 juta hektar tanah merupakan kawasan non-hutan, tetapi 46 persen atau 30 juta hektar hanya dikuasai 60 keluarga besar pemilik korporasi atau perusahaan (Kompas.com 5/5/2025).

Sementara itu catatan Prof. Dr. Hafid Abbas mengungkapkan, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 50,3 persen kekayaan bangsa Indonesia, dan 50 persen lagi diperebutkan oleh oleh 99 persen penduduk. Kemudian sebanyak 74 persen tanah di seluruh pelosok Indonesia dikuasai penggunaannya oleh hanya 0,2 persen penduduk ( Prof.Dr. Hafid Abbas dkk, Ensiklopedi Pemikiran Yusril Ihza Mahendra, Prodeleader, Jakarta, 2016 hal. XV).

Menonjolnya para korporasi menguasai tanah menjadi indikasi bahwa terjadinya proses “pemiskinan” dalam sebuah masyarakat, dan berbarengan juga terjadinya “ peningkatan kekayaan” pada golongan masyarakat lainnya yang sudah kaya.

Kenyataan ini makin menunjukkan jumlah orang miskin makin meningkat, dan tingkat pengangguran juga makin naik. Menurut International Monetary Fund ( IMF), Indonesia menduduki rangking pengangguran tertinggi di kawasan ASEAN dengan level 5 persen, sementara Filipina 4,5%, Malaysia 3,2%, Vietnam 2%, Singapura 2%, Thailand 1% (Okezone, 7 Mei 2025).

Mengatasi kemiskinan di negara kita bukan masalah mudah. Terlalu banyak persoalan yang harus diselesaikan jika pendekatan yang dilakukan secara ekonomi, hukum dan lainnya. Persoalan korupsi, misalnya, yang hendak diatasi dan diberantas sampai saat ini belum mendapat titik terang. Korupsi tidak menunjukkan angka yang turun meski rezim telah silih berganti. Pemanfaatan kekayaan alam dan sumber kekayaan alam yang melimpah dimiliki Indonesia juga tidak bisa menyejahterakan rakyat, karena hanya dikuasai oleh segelintir orang. Padahal menurut undang-undang kekayaan alam yang menjadi kebutuhan hajat orang banyak dikuasai oleh negara dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat.

Melihat begitu kompleksnya persoalan mengatasi kemiskinan di negara kita dan ini menyebabkan orang miskin makin panjang merasakan penderitaan dan kesulitan hidup, maka diperlukan upaya lain yang dapat membantu orang miskin mengatasi kesulitan hidupnya. Pendekatan ini caranya dengan menumbuhkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu orang-orang yang kesulitan dalam hidupnya yaitu dengan menggalakkan agar orang-orang kaya dan memiliki penghasilan tinggi untuk membantu orang-orang miskin dan mereka yang kesulitan hidup.

Bila kita cermati dalam masyarakat terdapat kalangan yang memiliki penghasilan sangat tinggi, baik itu dari kalangan profesional, pejabat negara, pengusaha atau saudagar dan lainnya. Mereka juga memiliki aset yang berlimpah dan luar biasa apakah dalam bentuk uang, properti, surat berharga, alat transportasi, tanah dan lainnya. Data ini bisa dilihat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis di media.

Pejabat negara baik yang di eksekutif, legislatif, yudikatif dan lainnya memperoleh gaji dari APBN dan juga mendapat tunjangan-tunjangan. Yang menarik adalah ada juga pejabat tinggi di samping sudah memperoleh gaji yang sudah memadai tinggi, juga menjadi komisaris perusahaan. Jadi mendapat gaji rangkap. Gaji komisaris cukup besar mencapai ratusan juta rupiah per bulan. Di samping itu, ada pula jabatan sebagai staf khusus dan staf ahli yang juga mendapat gaji puluhan juta rupiah per bulan.

Melihat adanya kalangan masyarakat yang begitu mudah mendapatkan uang, dan kekayaannya melimpah mungkin bisa dinikmati beberapa keturunannya ke belakang, ada baiknya mereka berpikir untuk membantu kalangan masyarakat miskin dan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bantuan tersebut bisa dalam bentuk bantuan modal untuk usaha, beasiswa pendidikan, untuk pengobatan, untuk perumahan dan lainnya.

Dalam membantu orang yang kekurangan ini ada baiknya ditumbuhkan bahwa kebahagiaan yang bermakna itu adalah kebahagiaan yang dibagi-bagikan kepada orang lain. Yaitu kebahagiaan yang dinikmati bersama. Bukan kebahagiaan yang hanya dinikmati sendiri. Dalam Islam bahkan disebutkan beramal saleh merupakan ibadah yang sangat tinggi nilainya. Bahkan, orang yang ingin bertemu dengan Allah disyaratkan yang banyak berbuat amal saleh (al-Kahfi ayat 110). Dan membantu orang miskin merupakan salah satu amal saleh yang sangat dianjurkan.
Pada saat bangsa dan negara sedang dalam kesulitan ekonomi ada baiknya dibudayakan untuk mereka kalangan berpunya atau pejabat negara yang memiliki gaji besar ini mendermakan hartanya atau bersedia dipotong gajinya untuk membantu orang-orang miskin yang kesusahan ekonomi. Dengan cara ini kita mencoba mengupayakan tumbuhnya kepekaan sosial dan kesalehan sosial sehingga ada semacam gerakan budaya untuk mengentaskan kemiskinan melalui partisipasi massal kaum berpunya atau kalangan mampu membantu masyarakat miskin. Semoga dalam masyarakat kita tumbuh suatu kebanggaan bahwa hidup yang bermakna adalah yang melepaskan kesulitan orang lain dari penderitaan. Sesuai hadis Nabi, “ Sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat buat manusia lainnya”. Allahu’alam bissawab.

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar,MA, Dosen dan Plt.Wakil Rektor Bidang Perencanaan Keuangan dan Pengembangan Usaha Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok, Jawa Barat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here