Jalinan Singapura dan Bugis Makassar: Jejak Sejarah dan Kontribusi Budaya

0
219
- Advertisement -

Kolom Muchlis Patahna

Pada 7 Mei 2025, penulis menghadiri sebuah seminar internasional yang diselenggarakan di Singapura oleh National University of Singapore (NUS) bekerja sama dengan Bugis Centre Universitas Muslim Indonesia (UMI). Seminar ini membahas hubungan sejarah dan kebudayaan antara komunitas Bugis-Makassar dan Singapura.

Salah satu temuan menarik yang diungkap dalam seminar ini adalah penemuan sebuah manuskrip kuno di Repository Central Library NUS. Dalam naskah tersebut disebutkan bahwa nama awal Singapura, yakni “Temasek”, diyakini berasal dari bahasa Bugis: Tau Tasek. Dalam bahasa Bugis, Tau berarti “orang” dan Tasek berarti “laut”, sehingga secara harfiah “Tau Tasek” berarti “orang laut”. Hal ini mengindikasikan bahwa komunitas Bugis telah hadir di wilayah Temasek (Singapura) sejak setidaknya tahun 1825.

Seperti diketahui, orang-orang Bugis Wajo punya peran dalam membangun Singapura yang waktu itu masih bagian dari Malaka. Hal itu diakui Thomas Stamford Raffles yang dikenal sebagai pendiri Singapura modern, dalam bukunya, The History of Java, melihat sosok dan tampang orang Bugis yang liat. Alasan memuji orang Bugis lantaran Raffles hendak menggunakan kekuatan dan semangat orang Bugis dalam membesarkan imprerium Inggris. Selain karera pemberani, paling petualang, semangat berusaha nya tinggi.

Diakui di negara kota ini, masih terpelihara dengan baik kampung Bugis yang berada di kawasan Kallang. Di sini kita dapat menyaksikan permukiman tradisional Melayu dengan komunitas Muslimnya. Di area ini pula terdapat masjid terbesar di Singapura, yaitu Sultan Mosque peninggalan seorang saudagar Bugis saat itu.

Tak dimungkiri orang Bugis di sini sudah turun-temurun dari nenek moyangnya, umumnya datang dari Wajo. Tak heran di Singapura terdapat distrik Sengkang, daerah orang-orang Sengkang dulu bermukim. Kini disulap menjadi kawasan elit, yang semula adalah sebuah desa nelayan.

- Advertisement -

Penanda lainnya bahwa orang-orang Bugis Makassar pernah menjelajahi kota ini, adalah miniatur perahu jenis paddewakkang, berupa patung di depan sebuah hotel bergaya kolonial di daerah landmark Singapura.

Temuan ini memperkuat bukti historis bahwa pelaut dan pedagang Bugis-Makassar telah menjalin hubungan maritim yang luas di kawasan Asia Tenggara, termasuk Singapura.

Lebih lanjut, nama “Temasek” yang kini digunakan oleh perusahaan investasi milik negara Singapura (Temasek Holdings) — yang sempat mengakuisisi Indosat — dipercaya merupakan warisan nama yang diberikan oleh masyarakat Bugis. Ini menandakan adanya pengaruh Bugis dalam penamaan identitas lokal yang kini mendunia.

Selain aspek sejarah, seminar ini juga menyoroti nilai-nilai budaya Bugis-Makassar yang relevan secara universal. Nilai-nilai seperti Siri’ na Pacce (harga diri dan empati), lempu (kejujuran), getteng (keteguhan), macca (kecerdasan), dan warani (keberanian), disebut-sebut sebagai karakter yang telah membentuk etos Bugis dan Makassar dalam memberikan kontribusi terhadap peradaban maritim dan budaya kawasan. Nilai-nilai ini tidak hanya membentuk jati diri masyarakat Bugis, tetapi juga dapat menjadi inspirasi bagi dunia dalam membangun peradaban yang bermartabat.

Seminar tersebut menggarisbawahi pentingnya pelestarian sejarah dan warisan budaya maritim Bugis-Makassar serta peran strategisnya dalam membentuk hubungan lintas negara di kawasan Asia Tenggara.

Penulis, Ketua Umum KKSS Periode 2019-2024

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here